iMusic
“Danilla Riyadi” Makin Lugas dan Bodo Amat di Single Terbarunya.
Published
4 years agoon
By
iMusiciMusic – Rasa kangen pada teman-teman satu band, membuat Danilla Riyadi mengeluarkan karya yang sangat personal di album terbarunya. Dan kini, lirik-liriknya tak dipenuhi analogi, melainkan ungkapan lugas yang relatif mudah dimengerti.
Halo, Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatu Saya, Danilla Riyadi. Umur saya… tergantung kalian denger ini tahun berapa.
Kalimat ini bukan sapaan pembuka vlog Youtube maupun pembuka konser, melainkan epilog di lagu terbaru Danilla Riyadi yang berjudul “MPV.”
Tidak. Itu tidak salah ketik. Judulnya memang ditulis seperti itu—jika Anda mengacu pada istilah MVP alias Most Valuable Player dalam olahraga. Walaupun memang, awalnya judul itu pun karena sound engineer yang menuliskan data lagu itu ketika mau menyimpannya di computer salah menuliskannya jadi “MPV.” Kemungkinan karena dia tak bisa membedakan mana V mana P. Akhirnya, sang pemilik lagu malah menuliskan penulisan yang salah itu jadi judul lagunya sehingga kalau ditanya, dia akan menjawab MPV ini singkatan dari Most Paluable Vlayer.
Lagu itu diberi judul “MPV”, karena dari satu lagu itu kemudian bermunculan inspirasi lagu-lagu lain sehingga menjadikan lagu itu ibarat pemain dalam sebuah tim olahraga adalah pemain yang paling menentukan keberhasilan pertandingan.
Adalah Otta Tarega, kibordis yang telah lima tahun menemaninya di panggung, yang datang menawarkan lagu itu pada pertengahan 2020. Niatnya iseng membikin band proyek sampingan.
Sebelum menuliskan lagu buat Danilla, Otta pernah diberi tugas membuat aransemen ulang lagu-lagu lama Danilla supaya mereka tak bosan membawakannya di panggung—Lafa Pratomo, produser Danilla saat itu sedang sibuk sehingga tak punya waktu mengerjakannya semua sehingga harus membaginya bersama Otta. Di momen itu, Danilla merasa Otta punya kemampuan untuk menjadi produser, tapi belum ada pembicaraan di antara keduanya.
Mungkin karena Otta merasa sudah lebih akrab dengan Danilla, akhirnya dia memberanikan diri menawarkan lagu. “Kami suka ngegodain dia. Dibilangnya dia kibordis percobaan. Ketika udah jadi produser pun, kami bilangnya produser percobaan,” kata Danilla sambal tertawa.
“MPV” adalah sebuah lagu yang laid back, mengawang-awang, agak bluesy, kental dengan nuansa pop yang manis, tapi dengan lirik yang lugas. Bahkan sangat lugas jika dibandingkan dengan lagu-lagu Danilla terdahulu.
Lagu itu adalah ekspresi rasa jengah Danilla pada ekspektasi penggemar yang terlalu cinta pada Danilla era album Telisik (2014). “Orang masih ada aja yang ngomongin album lamaku. Aku tuh jadi mikir, ini orang tuh baru ngulik atau gak bisa move on ya? Kok beberapa album terakhir, gak sebesar itu? Apa gak enak atau gak masuk selera orang? Aku tuh pengen keluar dari album Danilla yang lama. Setiap bikin album, aku maunya jadi wajah baru. Aku tuh pengen terdengar berbeda, tapi kok kalian masih ngebawa yang lama-lama?” katanya.
Meski cukup lugas, lagu itu masih menyisakan ruang interpretasi sesuai keadaan psikologis pendengar. Gaya penulisan lugas seperti ini, kata Danilla, karena dia sudah kenyang dengan segala macam diksi di album-album sebelumnya. “Aku sekarang ngerasa bisa deh jadi Danilla yang bodo amat lah. Ini yang pengen aku sampein. Gue kasih kerisihan lewat nada,” katanya.
Dari satu lagu itu, Danilla akhirnya menulis hingga 12 lagu bersama Otta. Lafa Pratomo, produser yang biasa menggarap album Danilla, akhirnya hanya turun tangan ketika rekaman.
Baik Danilla maupun Lafa, di fase ini, mereka berdua sudah sadar bahwa bisa saling melepas. Lafa bisa memberi kebebasan yang lebih banyak ketika Danilla berkarya, dan Danilla lebih percaya diri mengatakan yang dia mau untuk karyanya.
“Dari dulu juga Danilla sudah matang secara musikal, tapi dulu memang dia belum terlalu berani mengeluarkan yang dia mau, salah satunya belum terlalu percaya diri. Kalau sekarang mah, dia udah bisa yakin dengan ekspresi dia,” kata Lafa.
Bicara soal ekspresi, Danilla mengatakan jika dulu yang menjadi pemicu menulis lagu adalah perasaan sakit hati, tapi pandemi ternyata membuka matanya: rasa sakit hati akibat asmara tak sedalam sakit hati tak bisa bertemu teman-teman bandnya. “Beberapa tahun terakhir itu ketemu melulu sama anak-anak. Justru itu masalah paling besar, ternyata kangen. Pemicu album ini aku kangen sama mereka,” katanya.
Semua lagu di album terbarunya Danilla, bercerita tentang semua yang biasa dia alami Ketika manggung, seperti apa kejadian di belakang panggung, seperti apa pengalaman Bersama teman-teman bandnya. Makanya dia menganggap ini album yang jauh lebih personal, karena yang mengalaminya adalah Danilla dan timnya.
“Single ini juga kan terbangun gara-gara keakraban dari tim aku. Akhirnya kita bisa saling ngobrol musik, tuker interpretasi,” kata Danilla.
Jika Anda pikir judul single terbaru Danilla sudah cukup nyeleneh, maka itu tak ada apa-apanya dibandingkan judul albumnya kelak: Pop Seblay. Kata “Seblay” didengar pertama kali oleh Danilla dari Fluxcup, seorang seniman visual. Danilla menggambarkan “Seblay” sebuah kondisi ibarat sedang kekenyangan, setelah lelah bekerja, merasa ngantuk. Bengong menerawang.
Bagi Lafa, album terbaru Danilla ini adalah sesuatu yang belum pernah ditampilkan Danilla sebelumnya. Meskipun sisi gloomy masih ada, tapi Lafa merasakan sisi jahil, sisi menyenangkan, sisi ceria, dan sisi petakilannya Danilla di album ini. Danilla yang dia kenal ketika di tongkrongan, bukan Danilla yang di panggung. Itu sebabnya, kata Danilla, di album ini, sosok dia yang ceplasceplos seperti biasa terlihat di perbincangan di Youtube dengan sosok dia sebagai penyanyi, makin tipis batasnya di album ini.
“Gua bahagia denger musiknya. Danilla bisa keluar dari pattern yang biasanya dia pengen. Kalau bikin lagu tuh biasanya dia pattern nya tuh kebaca arahnya. Ini di luar ekspektasi gua.
Kolaborasi Otta dan Danilla ini lumayan mencengangkan,’ kata Lafa. Single MPV ini dirilis dalam format video music di kanal Youtube Danilla Official. (FE)
You may like
iMusic
Tiara Andini eksplorasi berbagai lokasi di Singapura untuk video musik “Cinta Seperti Aku”
Published
21 hours agoon
December 29, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Setelah merilis albumstudio kedua yang bertajuk “Edelweiss” pada 17 Oktober 2025 lalu, Tiara Andini perkenalkan video musik single “Cinta Seperti Aku” yang merupakansalah satu single dari delapan lagu yang berada di track list album “Edelweiss” tersebut.

Video musik “Cinta Seperti Aku” menampilkan kedalaman emosi dan kedewasaan Tiara Andini dengan latar keindahan lanskap Singapura yang beragam. Lagu ini juga mendapat apresiasi atas liriknya yang menyentuh dan jujur, dipadukan dengan tempo yang santai serta penyampaian yang ekspresif. Sekali lagi, Tiara berhasil mencuri hati para pendengar lewat suara khasnya.
Dalam video musik terbarunya ini Tiara Andini berkolaborasi dengan Singapore Tourism Board yang memvisualisasikan perjalanan Tiara Andini melalui fase patah hati, refleksi, hingga ‘kelahiran kembali’ lewat lanskap ikonik Singapura sebagai cerminan tahapan emosi dalam cinta dan penyembuhan. Melalui kerja sama ini, diharapkan dapat menginspirasi audiens di Indonesia untuk menemukan momen inspiratif mereka sendiri di berbagai sudut Singapura yang berkesan.

Mohamed Hafez Marican, Area Director Singapore Tourism Board Indonesia, mengatakan:
“Kami senang dapat berkolaborasi dengan Tiara Andini untuk menampilkan Singapura melalui video musiknya. Beragam Lokasi mulai dari area tepi perairan hingga atraksi alam menunjukkan tata kota Singapura yang ringkas, di mana beragam pengalaman dapat dijangkau dengan mudah. Lokasi-lokasi ini menggambarkan bagaimana setiap momen di Singapura selalu dekat dan mudah diakses, sehingga pengunjung dapat menciptakan kenangan bermakna dengan effortless.”
Video musik ini mengambil latar di berbagai lokasi di Singapura, termasuk Marina Barrage, Punggol Waterway, Bird Paradise di Mandai Wildlife Reserve, dan Sentosa Sensoryscape. Setiap lokasi menghadirkan karakter yang berbeda mulai dari pemandangan cakrawala terbuka, ruang hijau yang asri, hingga habitat alami yang kaya menciptakan suasana tenang dan imersif yang memperkuat narasi emosional dan reflektif. Dalam potongan behind-the-scenes, Tiara Andini juga membagikan cerita tentang pengalamannya yang singkat namun berkesan selama berada di Singapura, termasuk momen di SkyHelix Sentosa, Asian Civilisations Museum, serta lokasi-lokasi syuting lainnya.

Tiara turut membagikan antusiasmenya saat melakukan syuting di Singapura dan menemukan sisi-sisi baru Singapura yang belum pernah ia lihat sebelumnya,
“Aku senang banget bisa syuting di sini dan aku baru tahu ternyata di Singapura bisa lihat flamingo dari jarak dekat! Beneran dekat. Seru banget,” ujar Tiara.
Sejak perilisan album terbarunya Edelweiss, “Cinta Seperti Aku” menjadi salah satu lagu favorit penggemar berkat nuansanya yang easy listening, melodi yang catchy, serta lirik yang relatable. Lagu ini menggambarkan perasaan seseorang yang terluka dan menyampaikan satu permohonan terakhir agar pasangannya mau berubah.

Untuk semakin mendekatkan diri dengan para penggemar setianya di Indonesia, Tiara Andini juga membagikan hadiah pilihan pribadi dari lokasi-lokasi berkesan di Singapura. Para penggemar dapat ikut serta untuk berkesempatan memenangkan item spesial tersebut, yang masing-masing dipilih langsung oleh Tiara Andini dan ditampilkan dalam video behind-the-scenes miliknya.
iMusic
Perjalanan panjang Edi Kemput di industri musik Indonesia
Published
1 day agoon
December 28, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Di tengah industri musik yang kerap terjebak pada romantisme panggung dan glorifikasi popularitas, Gitaris rock papan atas Indonesia Triwitarto Edi Purnomo atau Edi Kemput hadir sebagai figur yang melampaui batas estetika bunyi.

Edi Kemput yang adalah juga gitaris dari Grassrock ini memaknai musik bukan sekadar ekspresi seni, tetapi sebagai wadah kepedulian, ruang refleksi, dan tanggung jawab moral seorang seniman terhadap sesama dan negaranya.
Lahir di Samarinda, 10 April 1966, Edi Kemput tumbuh bersama denyut perubahan musik Indonesia sejak awal 1980-an. Perjalanan musikalnya dimulai sejak SMP kelas 2, ketika musik masih ia dekati secara polos dan jujur.
“Lagu pertama yang saya mainkan itu lagu anak-anak ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’,” kenang Edi Kemput sambil tersenyum saat di wawancarai wartawan (27/12/2025).
Dari situ, jari-jarinya mulai akrab dengan Akor, hingga suatu hari memainkan lagu ciptaan Rinto Harahap yang dipopulerkan Hetty Koes Endang, fase awal yang perlahan menuntunnya ke dunia musik yang lebih kompleks.
Memasuki SMA Negeri 2 Surabaya, Edi mulai bersentuhan dengan musik instrumen yang kala itu menjadi tren di kalangan pelajar musik.
Sosok Bujana dan band Squirrel menjadi referensi kuat. Bersama rekan-rekannya, ia memainkan karya-karya Indra Lesmana, Alfonso Mouzon, hingga Casiopea.
“Kalau dibilang jazz terlalu luas. Kami menyebutnya lagu-lagu instrumen,” ujar Edi Kemput.
Selepas SMA, Edi sempat menempuh pendidikan di Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Surabaya, jurusan Ilmu Komunikasi (Jurnalistik).
Namun dunia kampus tak mampu menahan lajunya di musik. Ia tidak menyelesaikan studi—karena pada saat yang sama, pintu industri musik mulai terbuka.
Titik balik datang pada 1984, saat Edi bergabung dengan Grass Rock, band yang kemudian menjelma menjadi salah satu ikon rock Indonesia.
Nama “Grass Rock” menyimpan filosofi tersendiri: grass dimaknai sebagai sesuatu yang tumbuh di mana saja—harapan agar musik mereka dapat diterima lintas lapisan sosial.
Mereka mencatat prestasi penting di Festival Log Zelebour, Festival KMSS Jakarta, hingga akhirnya meraih Juara 1 Log Zelebour 1986.
Prestasi individual pun mengiringi :
Edi Kemput – The Best Guitarist (1985 dan 1987)
Rere – The Best Drummer (beberapa tahun berturut-turut)
Mandau – The Best Keyboardist
Puncaknya, Grass Rock dipercaya menjadi band pembuka tur God Bless di 10 kota Indonesia, sebuah legitimasi tak tertulis bahwa mereka telah masuk jajaran elite rock nasional.
Grass Rock merilis lima album dan dua single. Album debut mereka “Peterson (Anak Rembulan)” diproduksi oleh Ian Antono di bawah label Atlantic Records.
Lagu-lagu ciptaan Edi Kemput seperti “Peterson (Anak Rembulan)”, Prasangka”, dan “Bersamamu” menjadi penanda identitas musikal band : melodis, progresif, dan sarat emosi.
Lagu “Bersamamu” diciptakan bersama almarhum Dayan Zmach, sementara “Peterson” menjelma menjadi lagu lintas generasi yang berkali-kali dire-master.

Pada masanya, Grass Rock berdiri sejajar dengan nama-nama besar seperti God Bless, SAS, Makara, Elpamas, dan AKA.
Ia dikenal sebagai gitaris yang diperhitungkan dan kerap menjadi additional player lintas genre, terlibat dalam berbagai proyek besar bersama: Erwin Gutawa Orchestra, Aminoto Kosim Orchestra, Adi MS – Twilite Orchestra, Andi Rianto – Magenta Orchestra, Chrisye, Krisdayanti, Titik DJ, Ruth Sahanaya, Ari Lasso, hingga Iwan Fals & Iwang Noorsaid Band.
Kolaborasinya bersama Iwan Fals dalam album “Orang Gila” menunjukkan fleksibilitas musikal Edi dari rock keras hingga pop progresif kontemporer.
“Yang paling mempengaruhi saya itu Erwin Gutawa. Dia membuka cara pandang bermusik yang lebih luas,” tuturnya.
Namun hidup Edi Kemput tidak berhenti pada panggung dan tepuk tangan. Di balik citra rocker yang kerap dilekatkan pada alkohol, narkoba, dan gaya hidup hedonis ia mengalami titik jenuh. Tahun 2003 menjadi momentum perubahan.
“Capek.. Jiwa capek,” katanya singkat.
Latar keluarga religious ibunya yang aktif dalam kegiatan Nahdlatul Ulama menjadi jangkar yang menahannya dari kehancuran total.
Pernikahan dan kehadiran keluarga menjadi cermin. Perlahan, Edi meninggalkan dunia gelap. Ia berhijrah.
Transformasi itu tidak berhenti pada diri sendiri. Edi kini aktif berbagi ke lapas, komunitas punk, dan kelompok masyarakat yang termarjinalkan. Ia tidak menggurui. Ia berbagi pengalaman hidup.
“Bukan tausiah, tapi sharing,” ujarnya merendah.
Ia terlibat dalam berbagai kegiatan sosial-keagamaan, termasuk “Hijrah Fest Palu 2018”, serta kajian musisi hijrah di berbagai masjid.
Baginya, musik dan iman tidak harus saling meniadakan. Musik, Kepedulian, dan Keikhlasan untuk Sesama
Dalam berbagai momentum solidaritas—termasuk kepedulian untuk saudara-saudara di Sumatera yang tertimpa musibah Edi menegaskan bahwa musik seharusnya hadir sebagai jembatan empati, bukan sekadar seremoni.
“Yang paling penting bukan seberapa besar nilainya, tapi seberapa ikhlas kita berbagi. Di mata Allah, keikhlasan jauh lebih berharga daripada angka,” ujarnya.
Baginya, musik yang dipersembahkan dengan niat tulus untuk meringankan beban sesama adalah bentuk ibadah sosial. Ia menolak menjadikan penderitaan orang lain sebagai alat pencitraan atau kepentingan kelompok.
Edi Kemput juga menyampaikan kritik terbuka kepada pemerintah sebagai pengelola negara. Menurutnya, bencana yang berulang tidak selalu murni kehendak alam, tetapi sering kali lahir dari ketidakjujuran, kelalaian, dan pengelolaan yang tidak amanah.
“Pemimpin harus jujur dan amanah. Kalau tidak, yang selalu menjadi korban adalah rakyat,” tegasnya. Jabatan, bagi Edi, adalah titipan yang kelak harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Tuhan.
Kini, di usia hampir 60 tahun, Edi Kemput masih memainkan gitar. Namun distorsi itu kini berpadu dengan kesadaran, empati, dan tanggung jawab sosial.
Di tengah negeri yang terus diuji oleh bencana dan krisis kepercayaan, suara Edi Kemput menjadi pengingat bahwa musik, iman, dan keberpihakan pada kemanusiaan seharusnya berjalan seir ingbukan sebagai topeng, melainkan sebagai komitmen hidup.
“Sebagai musisi atau seniman sebaiknya kita jangan hanya berteriak pada kepentingan golongan atau komunitas saja. Memiliki empati juga harusnya luas karena kita punya hati nurani sebagai manusia untuk berbagi pada segala hal, ” tutup Edi Kemput.
Penulis : Beng Aryanto
iMusic
Patrick Lesmana tawarkan komposisi apik di single kedua bertajuk “Yabai”
Published
5 days agoon
December 25, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Sempat setahun hiatus, solois gitar ‘Patrick Lesmana’ kembali memperkenalkan karya musik keduanya yang berjudul “Yabai”. Dalam bahasa Jepang, “Yabai” mengandung arti tentang sesuatu yang ‘berbahaya, gila’ dan bahkan ‘keren’ tergantung konteksnya, gitaris muda asal Malang, Jawa Timur tersebut mengungkapkan keunikan kata ‘Yabai’ tersebut sebagai konsep dari komposisi musik yang dia tulis.

“Yabai” merepresentasikan sisi spontan, eksperimental dan energi tak terduga dalam musik yang saya tulis. Saya memilih konsep Jepang karena saya sangat terinspirasi oleh kultur dan estetika mereka dari anime, seni visual, sampai cara musisi fusion Jepang seperti Casiopea, T-Square, dan Dezolve membentuk sound yang khas tapi tetap “tightt” dan teknikal”, terang Patrick Lesmana tentang single keduanya tersebut.
Tumbuh dewasa dengan mendengarkan dan terpengaruh oleh musik Progessive-Rock/Jazz-Rock medio 60-80an seperti King Crimson, Frank Zappa, Yes, Genesis, Weed, Kansas, I.O.U (Allan holdsworth) dan lainnya, Patrick Lesmana tertarik untuk menggabungkan musik – musik prog-rock diatas dengan elemen musik Jazz-Fusion dan musik – musik game Jepang ke single “Yabai” tersebut.
“Yabai” adalah judul EP saya yang sudah rilis di tahun 2023 lalu dan di dalam mini album saya tersebut juga ada lagu yang berjudul “Yabai” yang saya perkenalkan sebagai single ke 2 setelah “Paradise Of Inner Fire”. Kalau disimak secara keseluruhan, EP saya itu tidak berusaha menampilkan gitar sebagai instrumen utamanya melainkan semua instrumen bermain dengan porsi yang sama. Dalam hal ini, komposisi adalah yang saya coba tonjolkan dalam lagu – lagu di dalam EP tersebut termasuk “Yabai”,tandas Patrick Lesmana.
“Secara komposisi, “Yabai” menggabungkan elemen progressive rock, jazz fusion, dan nuansa Japanese contemporary fusion. Ada banyak permainan time signature, harmoni kompleks, dan improvisasi yang tetap punya alur emosional”, jelas Patrick lagi.

Dalam proses produksi single “Yabai”, gitaris yang sangat menggemari gitaris – gitaris dunia seperti Allan Holdsworth, Al di meola, Eric johnson, Ritchie blackmore dan lain – lain ini mengaku tidak menemui kendala yang berarti. Proses rekaman yang dilakukan di studio pribadinya “Suara Wibu Production” ini terbilang lancar.
“Tantangan terbesarnya justru menjaga keseimbangan antara teknikalitas dan feel, karena di genre seperti progressive fusion, mudah sekali terjebak dalam permainan rumit tapi kehilangan rasa”, terang Patrick.
Sementara itu, Fransiscus Eko dari Cadaazz Pustaka Musik yang berperan sebagai co-producer mengaku cukup lega bisa merilis lagu “Yabai” ini sebagai single kedua Patrick Lesmana.
“Patrick ini sibuk banget, proyek musiknya banyak dan dia juga ikut bergabung dengan beberapa band berbeda genre di Malang. Bisa merilis single kedua ini sudah membuat saya cukup lega. Yang masih nge-ganjel adalah video musik nya belum sempat di buat karena Patrick sendiri masih belum punya waktu luang ke Jakarta”, terang Fransiscus Eko.

Setelah merilis single “Yabai” ini, Patrick Lesmana berencana menampilkan komposisi musik dengan genre yang berbeda pada karya EP berikutnya,
“Saya tidak ingin terpatok satu genre saja, saya ingin menjadikan karya – karya solo saya sebagai sebuah kolase untuk menunjukan banyaknya repetoar yang saya dengarkan sehari – hari dan tidak berhenti di satu genre saja”, ujar Patrick.
Single dan EP “Yabai” karya Patrick Lesmana sudan bisa di simak diseluruh Digital Store Platform serta seluruh media sosial seperti Instagram feed dan story, Tiktok, Facebook dan lain – lain, sementara itu video visualizer nya bisa di tonton di Cadaazz Pustaka Musik Official Youtube Channel.
Credit Title
Single : Yabai
Artis : Patrick Lesmana
Song : Patrick Lesmana
Production by Cadaazz Pustaka Musik & Patrick Lesmana
Executive Producer : Patrick Lesmana
Producer : Patrick Lesmana
Co Producer : Fransiscus Eko & Christian Wibisono
Music Recorded at Suara Wibu Production Studio by Patrick Lesmana
Guitar. Bass, Keys, Drums played & recorded by Patrick Lesmana
Mixing by Bayu Randu at Musicblast / Greenland Studio
Mastering by Bayu Randu at Musicblast / Greenland Studio
Patrick Lesmana Artist Management & Contact Person : Fransiscus Eko (081277666468)
Artwork by Christian Wibisono
Media Relation : Eny Handayani (0812-9776-547)
