iMusic – Jubilee Marisa adalah penyanyi-penulis lagu wanita pendatang baru dari Jakarta, Indonesia. Perkenalan pertamanya dengan musik adalah pada usia 10 tahun melalui gitarnya. Seorang ENFP lahir 07 Agustus 2003 terinspirasi oleh kenangan masa kecilnya dan terutama oleh neneknya yang merupakan seniman luar biasa yang memiliki jiwa yang indah baginya.
Jubilee Marisa membentuk gaya musiknya sendiri dengan menggabungkan esensi bedroom pop dan banyak perasaan jujurnya tentang kehidupan, cinta, dan pertumbuhan diri melalui liriknya. Setiap lagu yang dia tulis, akan selalu ada makna tersembunyi dalam musiknya yang akan selalu sangat personal baginya. Selain itu, suaranya yang mudah menyelesaikan semuanya dan menciptakan elemen suara baru yang tegas.
Jubilee Marisa ingin pendengarnya untuk tidak pernah merasa sendirian, maka oleh karya seninya dia mencoba untuk berada bersama dengan pendengarnya dan Jubilee ingin pendengarnya terhubung dan terkoneksi dengan warna lagunya yang akan datang.
Jubilee Marisa resmi bergabung dengan Wonderland Records/Universal Music Indonesia pada tahun 2022. Setelah sebelumnya merilis single debut berjudul ‘twentysixteen‘ pada 21 Januari 2022 sebagai batu loncatannya ke industri musik dan sebagai pengantar industri music Indonesia yang sudah mencapai lebih dari 500k stream dan masuk ke chart lagu viral di Spotify, Jubilee Marisa dijadwalkan akan merilis single keduanya ‘johnny forever’ pada 5 Agustus 2022.
Lagu ‘johnny forever‘ berbagi perasaan memimpikan rasanya jika dapat bersama dengan idola kita. Bagaimana rasanya saat berfantasi jika kita bersama idola kita, dan menggambarkan perasaan ‘begitu jauh namun begitu dekat’. Dalam lagu ini Jubilee menulis tentang rasa kagumnya terhadap idolanya, Johnny Depp, dia membayangkan bagaimana dia akan mengajaknya berkencan dan dia membiarkan dirinya tenggelam dalam fantasi ini di mana dia merasa seperti dia mengenalnya dengan sangat baik, dan begitu yakin bahwa dia memikirkannya. Tapi lagu itu berakhir dengan kesadaran bahwa sebenarnya selama ini waktu yang dia habiskan hanya berimajinasi dan memvisualisasikan kehidupan bersamanya, dia sangat jauh di angan angan dan semuanya hanya mimpi.
Ditulis sendiri oleh Jubilee Marisa, Jubilee Marisa mencoba memberikan nuansa yang berbeda dari single debutnya di ‘johnny forever’. Sedikit berbeda dengan single pertamanya ‘twentysixteen’ yang dibalut dengan suara akustik, ‘johnny forever’ yang dibalut dengan pop yang lebih modern dan suara aura yang positif, suara jujur dengan ciri khasnya, bercampur dengan suara yang playful. Single baru Jubilee Marisa ini siap masuk ke playlist lagu cinta terbaikmu untuk menemanimu bernyanyi dan berteriak di dalam mobil karena ‘johnny forever’ kini sudah tersedia di semua platform streaming digital. Selain itu, ‘johnny forever’ hadir bersamaan dengan video musik ‘johnny forever’ yang ikonik.
Disutradarai oleh Stephany Azali yang sebelumnya juga menyutradarai video musik single debut Jubilee Marisa, ‘twentysixteen’, video musik ‘johnny forever’ terinspirasi dari film komedi romantis dan keseluruhan video musiknya menggambarkan bagaimana rasanya menghabiskan hari bersama orang yang kita kagumi dan perasaan indah saat menghabiskan hari bersama mereka. “Saya pikir akan sangat luar biasa jika ada kesempatan untuk menghabiskan hari bersama orang-orang yang kita sukai dalam suasana yang sederhana namun menghasilkan rasa. Dengan pemikiran itu, saya ingin menunjukkan kenyamanan dan pendekatannya yang menyenangkan untuk suatu hubungan meskipun itu hanya di alam mimpi penggemar.” kata Stephany Azali, sang sutradara. Video musiknya sangat memvisualisasikan keseluruhan makna lagu tersebut, dan mewakili Jubilee Marisa sendiri, yang memiliki kepribadian yang ceria. Video musik ‘johnny forever’ akan dirilis pada 7 Agustus 2022 pukul 7 malam (GMT +7) Waktu Jakarta hanya di Kanal YouTube Jubilee Marisa. (FE)
iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).
Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.
“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.
Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an. “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.
Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.
“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.
“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.
Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?
iMusic.id – BASEJAM hadir dengan single terbaru yang merupakan penghormatan terhadap salah satu legenda musik Indonesia, The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Single ini merupakan daur ulang dari salah satu hits terbesar Didi Kempot yaitu, “Pamer Bojo”.
Para pecinta musik Indonesia tetntu masih ingat lagu-lagu legendaris dari legenda musik Indonesia, Didi Kempot, termasuk lagu berjudul “Pamer Bojo”? BASEJAM merilis ulang lagu ini di bulan Desember 2025 ini. Single yang dirilis tepat di bulan kelahiran Didi Kempot merupakan bentuk penghormatan dan sekaligus pelepas rindu akan karya-karya hebat Didi Kempot.
Pemilihan sosok Didi Kempot bukanlah tanpa alasan. Menghormati dan melestarikan karya seorang tokoh musik Pop Jawa terbesar, sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap musisi Indonesia. BASEJAM berharap interpretasi yang dihadirkan dapat diterima dan dilihat sebagai hasil usaha terbaik. Jasa Didi Kempot sangatlah besar dalam mempopulerkan musik Pop Jawa sehingga menjadi musik yang sangat dekat dengan masyarakat, tidak hanya orang Jawa, tapi hingga ke Suriname. Dan ini juga bentuk partisipasi BASEJAM dalam melestarikan salah satu kekayaan bangsa, yaitu Bahasa daerah Jawa.
“Sudah beberapa tahun BASEJAM terpikir mengeluarkan single yang merupakan aransemen ulang lagu dari seorang tokoh legendaris. Kalau di panggung sih sudah beberapa kali, tapi kalau merekam dan merilis, ini baru pertama kali. Oleh karena itu, kami mengupayakan aransemen terbaik yang masih terdengar BASEJAM tapi tidak menghilangkan ciri dan pesan lagunya”, ujar Sita.
Menjelang usia BASEJAM ke-32 tahun, sebuah hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya berhasil diwujudkan, yaitu mengaransemen ulang satu lagu milik legendaris maestro Pop Jawa Didi Kempot yang berjudul “Pamer Bojo”.
“Dari awal memilih lagu apa yang mau kami aransemen ulang, lagu Pamer Bojo memang menjadi salah satu pilihan teratas. Kami merasa inti cerita lagu ini sangat menggambarkan esensi Pakde Didi Kempot yang dikenal dengan Godfather of Broken Heart. Jadilah akhirnya pilihannya jatuh ke lagu “Pamer Bojo”, ujar Alvin.
“Saya sebagai orang Jawa dan sebagai personil BASEJAM, merasa interpretasi BASEJAM akan “Pamer Bojo”bisa dibanggakan lah. Mungkin terdengar tidak obyektif, tapi kalau orang lain mendengarnya akan punya pendapat yang miriplah, bahwa aransemen ini cukup baru, tapi tetap BASEJAM, tapi juga tetap lagu “Pamer Bojo””, ujar Oni.
“Salah satu pengalaman berharga dalam proses produksi kali ini adalah proses kolaborasi yang bertema Nusantara alias Indonesia. Lagu Jawa, kini dinyanyikan oleh penyanyi yang salah satunya adalah orang Sunda, dibantu teman kami si pengarah vokal Bakhes Igirisa yang adalah orang Sulawesi, aransemen dibantu oleh teman kami Figgy Papilaya dari Ambon serta penata suara Bennytho Siahaan yang merupakan orang Batak. Jadi, ini merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya. Seakan-akan menjadi bukti bahwa walau Pakde Didi sudah tidak ada, beliau tetap jadi pemersatu banyak orang sambil menikmati karya beliau”, ujar Alsa.
“Tantangan banget buat aku yang nggak ngerti bahasa Jawa, jadi belajar arti liriknya agar dapat menghayati isi lagunya dan juga belajar artikulasi kata Jawa yang benar. Ini rekaman yang paling medok yang pernah aku lakukan! Tapi, bersyukur banget bisa punya kesempatan merekam ulang lagu ini, salah satu mimpi kami, BASEJAM, yang berhasil kami wujudkan”, ujar Sigit
Lagu “Pamer Bojo”memiliki pesan yang lebih dalam dari sekedar arti judul lagunya. Lagu ini menceritakan bagaimana seseorang merasa tersakiti karena ketika dia belum bisa move on dari mantannya, ternyata si mantan sudah menjalin hubungan baru, sudah bahagia dengan yang lain dan sudah “memamerkan” pasangan barunya. Rasa sakit dan sedih dialami seseorang yang ditinggalkan dan terlupakan.
Pesan ini coba diterjemahkan dalam aransemen musik ciri khas BASEJAM yang bergenre Pop, dengan warna vokal Sigit dan Alvin. Hasil yang dikeluarkan adalah warna “Pamer Bojo”yang terdengar lebih segar, kekinian, tapi tetap terdapat ciri khas medok Pop Jawa.
Pendengar akan dikejutkan dengan beberapa hal yang tidak pernah BASEJAM hadirkan di karya-karya sebelumnya, baik dari segi aransemen musik maupun vokal.
Penasaran? Langsung dengarkan lagu “Pamer Bojo”versi BASEJAM di semua digital streaming platform. Single baru BASEJAM, “Pamer Bojo”sudah dapat dinikmati di semua Digital Music Platform.
iMusic.id – “Long live ‘70s Indonesian rock, this is Baby Rock by SAS”, begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York pada akhir, minggu lalu. Cotter, pemilik label rekaman, Psychic Reader, memutar 9 lagu koleksi dari SAS dan AKA sebagai penanda atas peluncuran album koleksi Piringan Hitam SAS di New York.
Nama SAS, band legendaris asal Surabaya bukan nama asing bagi fandom psychedelic rock
Amerika. Band yang terbentuk pada tahun 1975, dengan personel Soenatha Tanjung (gitar,vokal), Arthur Kaunang (bass, keyboard) dan (alm) Syech Abidin (drum, vokal), sebelumnya bergabung dalam AKA (Anak Kali Asin) bersama Ucok Harahap, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Trio SAS dipengaruhi oleh aliran rock era itu, seperti Emerson Lake & Palmer, Deep Purple, Pink Floyd dan Grand Funk.
“Tahun 1975, SAS merilis debut album dengan hit “Baby Rock”, sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia.
Bukan hanya “Baby Rock”, sejumlah lagu SAS seperti “Space Ride, Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu fans millennial dan gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album SAS di berbagai toko reseller.
Video lirik “Baby Rock” ditonton ratusan ribu di halaman YouTube, menunjukkan bahwa musik SAS mampu menembus semua zaman. Sejak album terakhir pada tahun 1991, untuk pertama kalinya koleksi album SAS Group, Bad Shock kembali di release dalam bentuk piringan hitam, oleh label rekaman Psychic Reader, New York.
“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus”, ujar Cotter Phinney, produser Psychic Reader.
“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York, dan saya harap ini akan membuka pintu bagi audiens global”, tambah Cotter yang juga dikenal sebagai gitaris dan vokalis dari post punk band asal Brooklyn, Medium.
“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik Rock ‘70an. Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini direlease di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke 50 tahun. Ini Mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga”, ucap Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi dari awal.
Sementara, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan. pre-order piringan hitam datang dari distributor musik di Jepang.
“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia”, ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi co-produser album ini.
Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika.