Connect with us

iTalk

Kunjungi DPR, Musisi dan pencipta lagu kuatkan dukungan pertahankan UU Hak cipta.

Published

on

iMusic – Sejumlah perwakilan musisi dan pencipta lagu mengunjungi Komisi III DPR RI guna memastikan dukungan dari DPR selaku Wakil Rakyat dan Pembuat Undang-Undang dalam perjuangan membatalkan gugatan uji materi PT Musica Studios terhadap UU Hak Cipta 2014 ke Mahkamah Konstitusi, Selasa, 22 Maret 2022. Komisi III DPR RI menerima kunjungan tersebut dalam forum RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) yang bertempat di Gedung Nusantara II DPR RI.

Diinisiasi oleh Federasi Serikat Musisi Indonesia / FESMI, kunjungan ini melibatkan kehadiran Ketua Umum Candra Darusman beserta jajaran pengurus seperti Ikang Fawzi, Febrian Nindyo HIVI!, Jeane Phialsa, Ikke Nurjanah, Kadri Mohamad, dan Marcell Siahaan. Hadir pula sejumlah musisi, pencipta lagu, dan tokoh antara lain Piyu Padi, Andre Hehanusa, Endah Widiastuti, J-Flow, Barry Likumahuwa, Jimmo, Sekjen PAMMI Waskito, Rere Grass Rock, Budy Ace, Stanley Tulung, serta musisi senior Titik Hamzah. RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sultan Khairul Saleh dan didampingi oleh beberapa Anggota Komisi.

Gugatan PT Musica Studios ke MK terkait pembatalan pasal 18, 30 dan 122 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta beberapa waktu silam, telah membuat geram sejumlah Pencipta, Penyanyi dan Musisi. Hal ini dipicu oleh adanya upaya penghapusan pasal yang erat kaitannya dengan pengaturan pengembalian hak ekonomi kepada Pencipta, Penyanyi dan Musisi pengisi rekaman setelah 25 tahun transaksi Jual Putus dari Lagu yang direkam.

Dalam momen ini, perwakilan Pencipta Lagu, Penyanyi dan Musisi yang hadir berdialog secara langsung menyampaikan latar belakang permasalahan, penjabaran keadaan riil praktik, pernyataan sikap, sekaligus memastikan dukungan para Wakil Rakyat.

“Terkait gugatan Musica Studios di Mahkamah Konstitusi terhadap Hak Cipta yang sekarang ini digugat, DPR sudah mengambil posisi di MK (Mahkamah Konstitusi) yakni mempertahankan produk aturan Undang-Undang yang sudah ada, Itu posisi kami. Dengan berbagai argumentasi, kami sudah berikan kepada MK. Tinggal menunggu keputusannya InshaAllah keputusan MK akan melahirkan keadilan bagi para pemusik-pemusik di Indonesia,” ujar Supriansa, Anggota Komisi III DPR RI yang diminta keterangan lebih lanjut usai RDPU oleh pihak FESMI.

Arsul Sani, yang juga Anggota Komisi III DPR RI pun ikut memberikan keterangan usai RDPU. “Insha Allah kita akan sama-sama berjuang, untuk mempertahankan Undang-Undang Hak Cipta yang ada, yang telah memberikan keadilan baik pada industri musik maupun kepada para musisi. DPR dalam hal ini diwakili oleh komisi III, akan terus menyuarakan apa-apa yang menjadi aspirasi sudut pandang dari para pemusik yang tergabung di FESMI ini, terkait dengan perkara permohonan uji materi Undang-Undang Hak Cipta yang diajukan oleh perusahaan rekaman. Mari sama-sama kita terus berjuang!”, ujarnya.

Terkait sikap Komisi III DPR RI terhadap gugatan tersebut, Candra Darusman, musisi kawakan Tanah Air yang juga menjabat sebagai Ketua Umum FESMI, memberikan pandangannya. “Sudah menjadi tugas FESMI untuk membela kepentingan musisi dalam arti luas. Kami lega atas pandangan para Anggota Komisi III DPR RI; tujuan kami jelas, menjaga keseimbangan antara kepentingan pemilik dan pengguna hak yang sudah dirumuskan dalam UUHC 28/2014. Jangan dirubah rubah”, ujarnya.

Gugatan PT Musica Studios ini secara resmi dimohonkan pada Bulan November 2021. Proses hukum masih berlangsung hingga sekarang. FESMI bersama dengan PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu-Dangdut Indonesia), LMK ARDI (Anugrah Royalti Dangdut Indonesia) dan LMK RAI (Royalti Anugrah Indonesia) serta musisi dan pencipta lagu Indra Lesmana serta Ikang Fawzi secara perseorangan, saat ini juga telah resmi menjadi Pihak Terkait untuk meng-intervensi permohonan Musica ke Mahkamah Konstitusi.

FESMI

Federasi Serikat Musisi Indonesia / FESMI adalah sebuah organisasi nirlaba independen yang berkoordinasi dan bekerja sama dengan serikat-serikat dan organisasi musisi yang sudah ada di beberapa provinsi, juga dengan pemangku kepentingan lain yang terlibat di dalam industri musik tanah air, dalam upaya ideal memajukan, memberdayakan, serta meningkatkan harkat dan martabat musisi tanah air, melalui pendekatan 4 fokus utama (pelatihan & pemberdayaan, pelayanan, komunikasi & riset, platform digital) dalam upaya memperjuangkan profesi musisi menjadi suatu profesi yang lebih baik dan berkelanjutan. (FE)

iMusic

“Kidung Rakyat” Single Baru Totok Tewel Bareng Ondel-Ondel

Published

on

By

Release Single Totok Tewel

Lagu Kidung Rakyat

Totok Tewel, yang dikenal sebagai gitaris rock legendaris asal Surabaya dengan permainan gitar yang liar, mentah dan penuh karakter ini pada 8 November 2025 merilis single lagu yang berjudul Kidung Rakyat, lagu ini bercerita tentang kritik penulis untuk kegelisahan yang terjadi pada kondisi sosial dan politik Indonesia, menjadi menarik karena single ini melibatkan grup pemusik Ondel-Ondel khas Betawi, “jadi saya ada keinginan untuk kolaborasi dengan grup Ondel-Ondel, kebetulan materinya ada, langsung hubungi teman teman salah satunya Pipit, kemudian mengajak Bob Marjinal juga, yawes process se simple itu” ucap Totok Tewel. “Waktu itu saya lagi di Jerman, di telpon suruh bantu aransemen lagu, kebetulan sebelumnya saya ketemu mas Totok di project bareng Anto Baret, saya langsung block studio tatonya Pendul di Hamburg kebetulan lagi kosong untuk saya pakai buat produksi ini” tambah Bob, di depan Kandang Ayam punya Mas Toro Gilbol, tempat syukuran perilisan single ini.

Kritik dan Rencana Album

Meskipun lagu ini kritik untuk pemerintah tetapi menurut Vokalis dan salah satu penulis lagu ini, Pipit, lagu ini tidak dirilis sengaja untuk kejadian politik saat ini, “Ngga ada hubunganya dengan politik praktis, kalau kritik emang iya, ini lagu jadi ya kita rilis, gitu aja” kata Pipit. Dalam wawancara dengan Pipit yang juga merangkap sebagai Executive Producer ini mengungkapkan jika ada rencana untuk membuat lagi 5-6 lagu baru dengan karakter yang mendekati, untuk produksi album baru Totok Tewel, dan rencana ini dikuatkan oleh Bob Marjinal. “Iya dong, saya ngomporin mas Totok terus tentang ini, harus ada album baru dengan konsep ini, selain ini materinya menarik juga sebagai semangat band band baru yang lain untuk membuat album, jadi jangan single saja” tambah basis yang juga membuat artwork single ini. 

Market Lagu

Di project ini, Promotor dan Produser Rock legendaris Log Zhelebour berperan sebagai distributor digital platform, melalui label rocknya “Logiss Record”. “Saya tertarik di single ini, selain pertemanan juga yang menarik adalah adanya kolaborasi musik rock punk ini dengan musik tradisi betawi, menjadi baru untuk era sekarang’’ Jelas Log. Masih dalam suasana tumpengan single, Log bercerita tentang kondisi pasar musik khususnya rock, “jujur untuk musiknya Totok Tewel ini ga ada pasarnya, hehe, terutama di marketnya Logiss Record ya. Tapi ini harus kita release karena kita (Logiss Record) juga butuh pendengar baru, untuk memperluas target market baru. Pendapat ini diperkuat oleh gitaris kawakan dan legendaris Ian Antono yang turut hadir dalam acara ini, “Musiknya saya suka, ini hal baru ya mix dengan tradisional Betawi, bikin terus Tok, ga mungkin kita cuma main satu lagu, hehe” ungkap gitaris God Bless ini.

Peran Media Dalam Industri Rock

Tim iMusic mencoba mewawancarai Erwiyantoro biasa disapa Toro, seorang wartawan kawakan juga produser dan promotor musik. Menurutnya era digital sekarang merubah industri musik, media (pers), dan juga ritme pemberitaan, “menurut saya media sekarang untuk musik rock khususnya sangat tidak berpengaruh dan tidak penting, teman teman musisi yang sudah veteran ini harusnya turut larut dalam arus medsos, jadi kita tahu sejauh mana kita punya pangsa pasar dan komunitas kita sendiri, dan juga kita jadi tahu dimana saja daerah yang suka dengan musik kita, di Jawa Timur kah atau di mana, semua tergantung algoritma kan akhirnya”, tutup Toro di teras tempat syukuran Kidung Rakyat.

Credit

Vocal Fitriansyah Pipit, Toto Tewel, Fany Mailoa

Gitar/Lead : Toto Tewel

Rhythm gitar : Bob Marjinal

Bass : Bob Marjinal

Drum : Yose Kristian

Musik ondel-ondel : Sanggar Wara Wiri

Lirik : Fitriansyah Pipit

Lagu : Fitriansyah Pipit, Toto Tewel, Alfred Mailoa

Executive Producer : Fitriansyah Pipit

Management : TOPI (Toto Tewel – Pipit)

Music Director : Bob Marjinal

Recording : Taringbabi, Yose Music Course, OVM studio.

Operator : Bob Marjinal

Mixing & Mastering : Yohanes Mbasa

Layout/Design : Bob Marjinal

Distributed : Logis Music

Lagu ini sudah bisa didengarkan di seluruh DSP dan juga video klipnya sudah bisa dinikmati di platform Youtube

(by/rnd)

Release Single Totok Tewel

Continue Reading

iTalk

FESMI dan PAPPRI Ajukan Amicus Curiae ke MA dalam Kasus Hak Cipta Agnes Monica Demi Menjaga Ekosistem Musik dari Putusan Kontroversial.

Published

on

By

iMusic.id – Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) resmi mengajukan Amicus Curiae setebal 35 halaman ke Mahkamah Agung (MA) hari ini (19/3) terkait kasus sengketa hak cipta antara Agnes Monica dan Ari Bias. Kasus dengan nomor perkara 92/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2024/PN Niaga Jkt. Pst yang sebelumnya telah diputuskan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kini memasuki tahap kasasi di MA.

“Agar Majelis Kasasi dalam perkara a quo mengadili sendiri perkara tersebut dan menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Penggugat/Termohon Kasasi melawan Tergugat/Pemohon Gugatan dan Turut Tergugat,” tulis salah satu rekomendasi yang terdapat dalam Amicus Curiae tersebut.

Dalam pengajuan Amicus Curiae ini, FESMI diwakili oleh Ikang Fawzi selaku Wakil Ketua Umum, sementara PAPPRI diwakili oleh Tony Wenas sebagai Ketua Umum. Kedua organisasi menilai bahwa putusan Pengadilan Niaga perlu dikoreksi karena berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan ekosistem musik Indonesia.

Dampak Putusan dan Kepentingan Industri Musik

FESMI dan PAPPRI menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar membela Agnes Monica sebagai individu, tetapi lebih kepada menjaga keseimbangan hukum dalam industri musik.

“Ini bukan soal satu artis, tetapi soal ekosistem musik secara keseluruhan. Jika putusan Pengadilan Niaga ini menjadi preseden, maka sistem hukum hak cipta kita bisa menjadi kacau. Harus ada koreksi agar tetap dalam jalur yang sehat dan berorientasi pada kepentingan bersama,” ujar Panji Prasetyo, Direktur Hukum FESMI.

Sementara itu, Marcell Siahaan, Ketua Bidang Hukum DPP PAPPRI, menekankan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi seluruh pelaku industri musik.

“Kasus Agnes ini membuka mata kita tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam ekosistem kita, seolah menjadi momentum untuk kita kembali menentukan prioritas kita, yaitu berekonsiliasi untuk kemudian bahu-membahu menjaga keseimbangan ekosistem ini agar tetap kondusif, produktif, dan tentunya: waras dan bermartabat,” tegas Marcell.

Menurut FESMI dan PAPPRI, jika putusan ini tidak dikaji ulang dan dibiarkan menjadi yurisprudensi, hal ini dapat mengganggu sistem royalti yang selama ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para musisi, pencipta lagu, produser, dan seluruh elemen dalam industri musik yang bergantung pada sistem distribusi royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari gugatan Ari Bias terhadap Agnes Monica, di mana Ari Bias mengklaim bahwa lagunya digunakan dalam konser tanpa izin dan menuntut ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian memutuskan bahwa Agnes Monica telah melakukan pelanggaran hak cipta.

Putusan ini menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan pelaku industri musik karena dapat mengubah sistem royalti yang telah berjalan. Oleh karena itu, FESMI dan PAPPRI berharap agar Mahkamah Agung mempertimbangkan aspek yang lebih luas dalam putusan kasasi ini untuk memastikan keadilan bagi seluruh ekosistem musik Indonesia.

Beberapa Poin dalam Amicus Curae

Keberadaan pengaturan mengenai tata kelola penghimpunan dan pendistribusian Royalti musik secara kolektif dengan menggunakan sistem blanket licenses melalui Lembaga Manajemen Kolektif merupakan salah satu terobosan yang dihadirkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai perwujudan dari upaya sungguh-sungguh negara dalam menjamin kepastian hukum dalam melindungi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemegang Hak Terkait, di mana telah diatur lebih lanjut pula dalam peraturan-peraturan pelaksanaan hingga ke tingkat Keputusan Menteri.

Pasal 23 Ayat (5) yang meniadakan kewajiban meminta izin kepada Pencipta untuk melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan dengan kewajiban untuk membayar Royalti untuk Pencipta melalui LMK merupakan pengecualian atas Pasal 9 Ayat (3) yang melarang siapapun melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan tanpa seizin Pencipta. Dengan ditiadakannya kewajiban untuk meminta izin kepada Pencipta tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa izin untuk melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, di mana pemberian Kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait kepada LMK untuk melakukan penghimpunan dan pendistribusian Royalti merupakan bentuk penerimaan Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait terhadap diberikannya izin oleh Undang-Undang tersebut.

Penyanyi yang membawakan atau menampilkan sebuah lagu dalam suatu pertunjukan yang bersifat komersial dan menerima bayaran atau fee atas penampilannya tersebut adalah merupakan Pelaku Pertunjukan dan bukan penyelenggara pertunjukan, sehingga tidak dapat dianggap sebagai pengguna dalam konteks Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan dan oleh karenanya tidak berkewajiban dan bertanggung jawab untuk membayarkan Royalti untuk Pencipta. Prinsip ini konsisten dengan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya, di mana pengguna secara komersial Ciptaan dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dibagi lebih lanjut ke dalam 14 (empat belas) sektor usaha, di mana tarif royalti untuk masing-masing sektor, khususnya konser, diperhitungkan berdasarkan informasi bisnis yang hanya dapat diakses oleh penyelenggara pertunjukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyelenggara pertunjukan-lah yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk membayar Royalti kepada Pencipta, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya oleh penyelenggara pertunjukan dengan Pelaku Pertunjukan.

Hak cipta dan hak ekonomi berikut sengketa yang terkait dengan kepemilikan serta pelanggaran atas hak-hak tersebut berada di ranah keperdataan/hukum privat, sedangkan sanksi pidana denda yang terdapat pada ketentuan pidana berada di ranah hukum publik, di mana denda tersebut berfungsi untuk mengembalikan posisi dan kepentingan publik yang dilanggar. Gugatan ganti rugi atas terjadinya pelanggaran Hak Cipta harus dihitung secara finansial berdasarkan kerugian yang nyata, di mana pihak yang menuntut ganti rugi harus dapat membuktikan kerugian yang dideritanya dan adanya sebab-akibat antara kerugian yang timbul dengan perbuatan yang dilakukan oleh tergugat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penetapan jumlah ganti kerugian dengan mengacu pada sanksi pidana denda adalah merupakan suatu kekeliruan. (FE)

Continue Reading

iTalk

Sukses Gelar Program ‘ASIK, HARI MUSIK!’, FESMI Tutup Rangkaian Acara di Anjungan Sarinah, Jakarta.

Published

on

iMusic.idFederasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) menutup rangkaian acara “Asik, Hari Musik” Aktivitas Musik Edisi Spesial Hari Musik Nasional 2025 di Anjungan Sarinah, Jakarta. Sebanyak delapan singer & songwriter independen yang dikurasi dari 30-an submission untuk membuka panggung malam tadi.

Mereka adalah Adrian Setiawan, Bagus Bhaskara, Caecillia, Egi Virgiawan, Kabar Burung, Kidunghara, Rimaldi, dan Tarasinta. Tampil dengan membawakan lagu-lagu milik mereka.

Selain itu para pengurus dan anggota yang hadir di acara ini ikut menampilkan karya mereka seperti Marcell Siahaan, Melly Goeslaw, Once Mekel, Kadri Mohammad, Candra Darusman, Febrian ‘HIVI!’, Arsy Widianto, dan Dbatlayar.

Sejumlah pejabat negara seperti Irene Umar (Wakil Menteri Ekonomi Kreatif), Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia), dan Yovie Widianto (Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Kreatif) turut hadir hingga acara usai.

Seminggu sebelumnya, tanggal 7 Maret 2024 telah diselenggarakan Music Clinic sebagai bagian dari program edukasi, dengan menghadirkan sejumlah pakar industri musik dalam dua tema yang berbeda.

Pertama, Song Production yang dimentori oleh Ronald Steven, Rayendra Sunito, dan Yovie Widianto. Lalu sesi tentang Live Performance Production bersama Ray Prasetya, dan Spacebar Electronic feat. Ivan Alidiyan.

Lebih dari 200 peserta mengikuti sesi ini, menunjukkan tingginya antusiasme musisi dalam meningkatkan kapasitas mereka di bidang produksi dan pertunjukan musik.

“Program Music Clinic dan Asik Hari Musik bertujuan untuk melibatkan banyak musisi muda dalam kegiatan edukasi dan tampil di panggung bersama merayakan Hari Musik Nasional. Semoga Fesmi bisa menjadi rumah bagi musisi, penyanyi, dan pencipta lagu indonesia,” ungkap direktur Pelatihan dan Pemberdayaan FESMI, Endah Widiastuti.

Di sela-sela musik klinik, Yovie Widianto didampingi Endah dan Febrian Nindyo (Sekjen FESMI) memberikan apresiasi kepada komposer Chacken M melalui kedua anaknya, Ajeng dam Sally.

Di tengah dinamika ekosistem musik Indonesia, termasuk polemik terkait sistem tata kelola royalti dan perlindungan hak cipta, FESMI berharap program ini menjadi wadah kolaborasi bagi musisi dan pelaku industri. Dengan edukasi yang tepat, musisi dapat lebih memahami pentingnya organisasi serikat serta strategi profesional dalam menghadapi tantangan industri musik. (FE)

Continue Reading