iMusic
– Penyanyi /penulis lagu ternama LP mengumumkan single
barunya, “One Last Time“, yang dirilis melalui [PIAS]
Recordings. Single ketiga
“One Last Time” ini disertai dengan video baru yang dibintangi
aktor/pembuat film/model Jaime King dan sudah di kanal YouTube
LP.
Single
ini akan ada di album yang akan dirilis akhir tahun ini dan dinantikan oleh
para panggemarnya. “One Last Time” juga sudah bisa dinikmati di berbagai
digital streaming platform.
“One
Last Time” adalah sebuah lagu yang penuh semangat, menarik hati dan
mengangkat pendengar untuk bernyanyi dan menari bersama. Ini merupakan refleksi dan perayaan, dengan lirik yang
sedih tumbuh menjadi chorus yang gembira dan antemik untuk para pendengar
bernyanyi bersama.
LP
berkata, “‘One Last Time’ adalah tentang hubungan yang singkat; baik
hubungan romantis atau hubungan lainnya, dan bagaimana setiap momen berharga.
Tidak peduli seberapa sebentar atau lama kita bersama seseorang, kita akan
mendapati diri kita berfantasi tentang masa lalu bersama mereka dan hal-hal
yang kita harap akan kita katakan atau lakukan sebelum waktu kita bersama
habis.”
LP
menulis “One Last Time” di Athena, Yunani, dan San José del
Cabo, México, dengan kolaborator lama Mike Del Rio (co-writer
dan produser). LP dan Del Rio merupakan dua pertiga dari tim penulis lagu yang
menghasilkan hit No. 1 LP di 18 negara: “Lost On You,” ditambah dua
lagu terbaru LP.
Yang
ketiga adalah pemain gitar LP saat live: Alex Feder. Produksi lagu
tambahan dilakukan di HotelHavana di Highland Park, L.A.
yang juga merupakan sebuah setting untuk video penampilan akustik LP untuk Coming
Out. Lagu ini di-mix oleh Manny Marroquin dan di-master oleh
pemenang Grammy Emily Lazar.
Melengkapi
lagu tersebut adalah video klip yang dibintangi temannya, Jaime King,
yang berperan sebagai kekasih LP. Dibuat di Paramour Estate yang mewah
dan bersejarah di Los Angeles, klip yang memukau ini menandai debut
sutradara Stephen “Norswrthy Schofield, yang awalnya dikenal karena
karya yang dibuat oleh duo fotonya LOWFIELD bersama Halsey, Pharrell, Taylor
Swift, dan banyak lainnya. Schofield berkata, “Ketika ada kesempatan untuk
merekam video ini, saya harus mengatakan ya — tidak hanya karena itu melibatkan
semua teman dekat saya, tetapi juga lagu itu menyentuh perasaan visual dan
mendalam dalam diri saya. Tema menyeluruh menggemakan kerapuhan kehidupan, dan
bahwa dalam sekejap segala sesuatu dapat diambil.
Secara
pribadi, salah satu hal tersulit untuk ditelan mengenai tragedi adalah bahwa
pada akhirnya, hidup terus berjalan. Pesta berlanjut. Satu-satunya hal yang
berubah adalah bahwa Anda — kita — semua akan dipanggil pada suatu saat untuk meninggalkan ‘pesta’
itu, terlepas dari apakah kita siap untuk pergi atau tidak. “
LP menjelaskan, “Video untuk ‘One Last
Time’ mencoba untuk menangkap kisah yang melekat dari lagu tersebut, di mana
hari-hari yang Anda bagi dengan orang terkasih dan teman-teman itu sesungguhnya
benar-benar berarti segalanya. Kita tidak pernah tahu siapa atau apa yang akan
menghapus momen-momen itu. “
Dua lagu LP sebelumnya yaitu “The One
That You Love” dan “How Low Can You Go,” dirilis masing-masing
pada bulan Juli dan November 2020. “The One That You Love” memulai
debutnya di TV pada Late Night With Seth Meyers (tonton di sini; LP tampil pada
36:03), mencapai Top 40 di Prancis, dan telah mengumpulkan lebih dari 14 juta
streaming Spotify serta 17 juta penayangan video di YouTube (lihat videonya di
sini). “How Low Can You Go” (lihat videonya di sini) telah melampaui
4 juta penayangan di YouTube, mencapai lebih dari 3,5 juta streaming di Spotify
dan mencapai Top 3 dari lagu yang paling banyak dimainkan di stasiun radio
Triple-A di AS serta masuk tangga lagu Top 10 di radio Kanada dan Italia.
Live streaming pertama LP diadakan pada
Agustus 2020 dan ditonton oleh penggemar di lebih dari 25 negara. Pada November
2020, ia memainkan dua konser drive-in di City National Grove of Anaheim (CA).
Pertunjukan ini merupakan pertunjukan pertamanya di hadapan penonton live dalam
hampir setahun, disiarkan langsung ke seluruh dunia.
Setelah
video pertunjukan eksklusif di SPIN (lihat di sini), konser lengkapnya sekarang
dapat dilihat di saluran YouTube-nya (lihat di sini). Pada Mei 2020, album live
debutnya, Live In Moscow, dirilis. Direkam di Balai Kota Crocus pada tahun
2019, sebuah pertunjukan epik yang memukau lebih dari 6.000 penggemar Rusia.
Pada Desember 2018, ia merilis Heart to Mouth yang menampilkan single
“Girls Go Wild” dan “Recovery.” “Girls Go Wild,” adalah hit
radio Italia yang paling banyak diputar sepanjang tahun 2019, kembali membuat
gelombang pada musim semi 2020 berkat versi baru dari lagu yang menampilkan
penyanyi Meksiko Ximena Sariñana.
LP pertama kali meroket ke ketenaran internasional dengan sukses global tahun 2017 dengan Lost On You. Single hit album ini mencapai No. 1 di 18 negara dan telah melampaui satu miliar streaming. Telah disertifikasi Diamond di Meksiko dan Prancis, 4x Platinum di Italia, Platinum di Yunani dan Polandia, dan Emas di Belgia dan Swiss. (FE)
iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).
Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.
“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.
Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an. “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.
Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.
“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.
“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.
Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?
iMusic.id – BASEJAM hadir dengan single terbaru yang merupakan penghormatan terhadap salah satu legenda musik Indonesia, The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Single ini merupakan daur ulang dari salah satu hits terbesar Didi Kempot yaitu, “Pamer Bojo”.
Para pecinta musik Indonesia tetntu masih ingat lagu-lagu legendaris dari legenda musik Indonesia, Didi Kempot, termasuk lagu berjudul “Pamer Bojo”? BASEJAM merilis ulang lagu ini di bulan Desember 2025 ini. Single yang dirilis tepat di bulan kelahiran Didi Kempot merupakan bentuk penghormatan dan sekaligus pelepas rindu akan karya-karya hebat Didi Kempot.
Pemilihan sosok Didi Kempot bukanlah tanpa alasan. Menghormati dan melestarikan karya seorang tokoh musik Pop Jawa terbesar, sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap musisi Indonesia. BASEJAM berharap interpretasi yang dihadirkan dapat diterima dan dilihat sebagai hasil usaha terbaik. Jasa Didi Kempot sangatlah besar dalam mempopulerkan musik Pop Jawa sehingga menjadi musik yang sangat dekat dengan masyarakat, tidak hanya orang Jawa, tapi hingga ke Suriname. Dan ini juga bentuk partisipasi BASEJAM dalam melestarikan salah satu kekayaan bangsa, yaitu Bahasa daerah Jawa.
“Sudah beberapa tahun BASEJAM terpikir mengeluarkan single yang merupakan aransemen ulang lagu dari seorang tokoh legendaris. Kalau di panggung sih sudah beberapa kali, tapi kalau merekam dan merilis, ini baru pertama kali. Oleh karena itu, kami mengupayakan aransemen terbaik yang masih terdengar BASEJAM tapi tidak menghilangkan ciri dan pesan lagunya”, ujar Sita.
Menjelang usia BASEJAM ke-32 tahun, sebuah hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya berhasil diwujudkan, yaitu mengaransemen ulang satu lagu milik legendaris maestro Pop Jawa Didi Kempot yang berjudul “Pamer Bojo”.
“Dari awal memilih lagu apa yang mau kami aransemen ulang, lagu Pamer Bojo memang menjadi salah satu pilihan teratas. Kami merasa inti cerita lagu ini sangat menggambarkan esensi Pakde Didi Kempot yang dikenal dengan Godfather of Broken Heart. Jadilah akhirnya pilihannya jatuh ke lagu “Pamer Bojo”, ujar Alvin.
“Saya sebagai orang Jawa dan sebagai personil BASEJAM, merasa interpretasi BASEJAM akan “Pamer Bojo”bisa dibanggakan lah. Mungkin terdengar tidak obyektif, tapi kalau orang lain mendengarnya akan punya pendapat yang miriplah, bahwa aransemen ini cukup baru, tapi tetap BASEJAM, tapi juga tetap lagu “Pamer Bojo””, ujar Oni.
“Salah satu pengalaman berharga dalam proses produksi kali ini adalah proses kolaborasi yang bertema Nusantara alias Indonesia. Lagu Jawa, kini dinyanyikan oleh penyanyi yang salah satunya adalah orang Sunda, dibantu teman kami si pengarah vokal Bakhes Igirisa yang adalah orang Sulawesi, aransemen dibantu oleh teman kami Figgy Papilaya dari Ambon serta penata suara Bennytho Siahaan yang merupakan orang Batak. Jadi, ini merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya. Seakan-akan menjadi bukti bahwa walau Pakde Didi sudah tidak ada, beliau tetap jadi pemersatu banyak orang sambil menikmati karya beliau”, ujar Alsa.
“Tantangan banget buat aku yang nggak ngerti bahasa Jawa, jadi belajar arti liriknya agar dapat menghayati isi lagunya dan juga belajar artikulasi kata Jawa yang benar. Ini rekaman yang paling medok yang pernah aku lakukan! Tapi, bersyukur banget bisa punya kesempatan merekam ulang lagu ini, salah satu mimpi kami, BASEJAM, yang berhasil kami wujudkan”, ujar Sigit
Lagu “Pamer Bojo”memiliki pesan yang lebih dalam dari sekedar arti judul lagunya. Lagu ini menceritakan bagaimana seseorang merasa tersakiti karena ketika dia belum bisa move on dari mantannya, ternyata si mantan sudah menjalin hubungan baru, sudah bahagia dengan yang lain dan sudah “memamerkan” pasangan barunya. Rasa sakit dan sedih dialami seseorang yang ditinggalkan dan terlupakan.
Pesan ini coba diterjemahkan dalam aransemen musik ciri khas BASEJAM yang bergenre Pop, dengan warna vokal Sigit dan Alvin. Hasil yang dikeluarkan adalah warna “Pamer Bojo”yang terdengar lebih segar, kekinian, tapi tetap terdapat ciri khas medok Pop Jawa.
Pendengar akan dikejutkan dengan beberapa hal yang tidak pernah BASEJAM hadirkan di karya-karya sebelumnya, baik dari segi aransemen musik maupun vokal.
Penasaran? Langsung dengarkan lagu “Pamer Bojo”versi BASEJAM di semua digital streaming platform. Single baru BASEJAM, “Pamer Bojo”sudah dapat dinikmati di semua Digital Music Platform.
iMusic.id – “Long live ‘70s Indonesian rock, this is Baby Rock by SAS”, begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York pada akhir, minggu lalu. Cotter, pemilik label rekaman, Psychic Reader, memutar 9 lagu koleksi dari SAS dan AKA sebagai penanda atas peluncuran album koleksi Piringan Hitam SAS di New York.
Nama SAS, band legendaris asal Surabaya bukan nama asing bagi fandom psychedelic rock
Amerika. Band yang terbentuk pada tahun 1975, dengan personel Soenatha Tanjung (gitar,vokal), Arthur Kaunang (bass, keyboard) dan (alm) Syech Abidin (drum, vokal), sebelumnya bergabung dalam AKA (Anak Kali Asin) bersama Ucok Harahap, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Trio SAS dipengaruhi oleh aliran rock era itu, seperti Emerson Lake & Palmer, Deep Purple, Pink Floyd dan Grand Funk.
“Tahun 1975, SAS merilis debut album dengan hit “Baby Rock”, sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia.
Bukan hanya “Baby Rock”, sejumlah lagu SAS seperti “Space Ride, Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu fans millennial dan gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album SAS di berbagai toko reseller.
Video lirik “Baby Rock” ditonton ratusan ribu di halaman YouTube, menunjukkan bahwa musik SAS mampu menembus semua zaman. Sejak album terakhir pada tahun 1991, untuk pertama kalinya koleksi album SAS Group, Bad Shock kembali di release dalam bentuk piringan hitam, oleh label rekaman Psychic Reader, New York.
“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus”, ujar Cotter Phinney, produser Psychic Reader.
“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York, dan saya harap ini akan membuka pintu bagi audiens global”, tambah Cotter yang juga dikenal sebagai gitaris dan vokalis dari post punk band asal Brooklyn, Medium.
“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik Rock ‘70an. Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini direlease di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke 50 tahun. Ini Mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga”, ucap Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi dari awal.
Sementara, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan. pre-order piringan hitam datang dari distributor musik di Jepang.
“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia”, ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi co-produser album ini.
Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika.