Connect with us

iMovies

Peluncuran Piala Citra 2021 – Sejarah Film dan Media Baru Diusung Sebagai Tema.

Published

on

iMusic – Festival Film Indonesia (FFI) mengumumkan jajaran komite terbarunya. Setelah sebelumnya dipegang oleh Lukman Sardi, kini aktor Reza Rahadian didapuk menjabat sebagai ketua umum untuk tiga tahun ke depan. Selain Reza Rahadian, Komite Festival Film Indonesia 2021-2023 yang ditunjuk oleh Badan Perfilman Indonesia juga akan berisi Ketua Bidang Penjurian Garin Nugroho, Ketua Bidang Acara Inet Leimena, Sekretariat Linda Gozali, Humas Nazira C. Noer dan Emira P. Pattiradjawane, serta Keuangan dan Pengembangan Usaha Gita Fara.

Menyambut Piala Citra tahun ini, Komite Festival Film Indonesia mengusung tema Sejarah Film dan Media Baru, dengan subtema Beralih Masa Bertukar Rasa Film Indonesia. Pendaftaran film akan dibuka mulai tanggal 15 Juli – 30 Agustus 2021. Seleksi dan penjurian akan berlangsung mulai tanggal 30 Agustus 2021 sampai 25 Oktober 2021.

Malam nominasi rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2021, sedangkan malam penghargaan pada tanggal 10 November 2021. Hari Pahlawan dipilih sebagai malam penghargaan sekaligus momentum untuk mengusulkan Usmar Ismail, tokoh film nasional yang melahirkan Festival Film Indonesia dan kiprahnya telah diakui perfilman dunia, sebagai pahlawan nasional.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim memberikan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan Festival Film Indonesia, “Kemendikbudristek mendukung upaya insan-insan perfilman untuk terus berkarya dan menghadirkan terobosan. Banyak yang dapat kita pelajari dari sejarah dan perkembangan perfilman Indonesia, termasuk dari penyelenggaraan FFI setiap tahunnya. Saya yakin, FFI akan terus menjadi katalisator kemajuan film Indonesia yang kita upayakan bersama ini.”

Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid turut menyampaikan pentingnya penyelenggaraan Festival Film Indonesia, “Festival film merupakan cara memperkenalkan dan mempromosikan film-film kita ke dunia, bahkan tak menutup kemungkinan membuat studio besar tertarik dengan film yang kita miliki, sehingga penting bagi kita untuk tetap menggelar Festival Film Indonesia”. Hilmar menambahkan, saat ini banyak bermunculan sineas muda yang berkualitas di perfilman Indonesia. Tidak kalah dengan para seniornya, kini sineas muda telah mampu memberikan kontribusinya terhadap dunia perfilman Indonesia.

Reza Rahadian menjelaskan tentang pemilihan tema Sejarah Film dan Media Baru, “Sejarah film Indonesia merupakan perjalanan karya yang perlu diingat, menjadi bahan renungan bersama dan pelajaran berharga, tidak hanya bagi pelaku tapi juga seluruh ekosistem perfilman dalam pencapaian film Indonesia di era berkembangnya media baru saat ini.”

Ia menambahkan, “Pandemi seperti ini menjadi momen kontemplatif yang menyadarkan kita pentingnya arti dari sebuah sejarah. Perubahan akan selalu ada, termasuk di industri perfilman, dan akan terjadi terus-menerus seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, Festival Film Indonesia juga akan selalu mencari, memperbaiki, dan menyempurnakan setiap aspeknya.”

Mengenai kepanitiaan dan sistem penjurian, Reza Rahadian menguraikan, “Festival Film Indonesia melakukan beberapa perubahan dalam kepanitiaannya. Bidang-bidang di kepanitiaan diisi oleh para profesional yang memiliki rekam jejak dan capaian pada profesinya masing-masing yang masih berkaitan erat dengan dunia film. Peran serta perempuan dalam kepanitian FFI tahun ini juga cukup besar.

Selain itu, sistem penjurian juga disempurnakan dengan memberikan ruang bagi semua pihak untuk terlibat aktif sejak proses awal. Peran serta aktif dari asosiasi-asosiasi film juga diharapkan untuk merespon pertumbuhan yang ada dalam kerangka perfilman.” Selain itu, Komite FFI juga menambahkan kategori baru, yaitu Film Favorit, Aktor Favorit, Aktris Favorit, dan Kritik Film. Kategori favorit ini memberi kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dan ikut memeriahkan FFI.

Penjurian tahun ini menawarkan beberapa penyempurnaan dari tahun-tahun sebelumnya. Garin Nugroho mengungkapkan, “Ketentuan penjurian ini adalah kelanjutan dari ketentuan yang sudah terbangun sebelumnya melalui evaluasi dan input berbagai kalangan. Komite FFI tahun ini membangun tiga hal penting dalam aspek penjuriannya, yaitu peran asosiasi profesi perfilman, keterlibatan aktif masyarakat, dan juga sistem dewan juri.”

Melanjutkan sistem yang sudah ada, Komite FFI kali ini mencoba mengelola sistem penjurian dengan partisipasi aktif asosiasi dan membuka ruang diskusi terkait tantangan yang mereka hadapi, sekaligus melibatkan ekosistem film secara luas. Oleh karena itu, sejak awal proses seleksi hingga nominasi, peran aktif dan keterwakilan asosiasi menjadi dasar penjurian. Anggota Dewan Juri yang akan dipilih oleh Komite FFI 2021-2023 pun lewat berbagai masukan, diskusi, dan pemungutan suara oleh asosiasi-asosiasi profesi perfilman.

Bidang-bidang yang mengalami perkembangan besar dengan disiplin tersendiri, seperti film dokumenter, film pendek, film animasi, dan kritik film dari tema hingga prosedur akan dikelola bersama asosiasi-asosiasi terkait dengan berkoordinasi dengan Komite FFI. Asosiasi tersebut juga diajak untuk bekerja sama mengembangkan model penjurian di daerah-daerah untuk film pendek dan dokumenter yang saat ini berkembang pesat hingga ke pelosok Indonesia.

Garin Nugroho juga memahami bahwa, “FFI tidak akan lepas dari perubahan dan pertumbuhan film. Film adalah anak teknologi. Perubahan teknologi menjadi bagian penting pertumbuhan film yang mengubah cara dan metode berkarya hingga hubungan penonton dan industri kreatif dalam arti luas. OTT adalah bagian dari perubahan teknologi yang menjadi bagian industri film. Selain itu, sesuai dengan tema sejarah dan media baru, di era media baru ini kami juga mengajak publik untuk bisa berpartisipasi dengan memilih film, aktor, dan aktris favorit mereka melalui situs resmi FFI.”

Tahun ini, industri film Indonesia masih berjuang menghadapi pandemi. Reza Rahadian melihat insan film Indonesia tetap berupaya melahirkan karya-karya terbaik dan membuat perfilman Indonesia tetap bergerak di tengah situasi yang tidak mudah dan ruang gerak yang lebih terbatas. Ia menegaskan, “Film Indonesia akan terus hidup. Karya sineas dan kecintaan masyarakat terhadap film Indonesia akan menjadi semangat untuk terus memajukan film Indonesia.” (FE)

iMovies

Film horor “Danyang Wingit Jumat Kliwon” lekat dengan kultur budaya lokal

Published

on

iMusic.id – Antusiasme penonton terhadap “Danyang Wingit Jumat Kliwon” memuncak. Hanya beberapa jam setelah konferensi pers, lebih dari 3.000 tiket untuk Gala Premiere resmi ludes. Momentum ini menjadi sinyal kuat bahwa gelombang horor berbasis kultur Nusantara terus menemukan penontonnya.

Diproduksi oleh Khanza Film Entertainment, dan film ini disutradarai sekaligus diproduseri oleh Agus Riyanto dengan naskah karya Dirmawan Hatta. “Danyang Wingit Jumat Kliwon” menautkan atmosfer ritual, pusaka, dan mitos danyang dengan drama psikologis tentang harga sebuah ambisi mengarahkan teror bukan semata pada sosok gaib, tetapi pada keputusan-keputusan manusia yang rapuh.

Pesan moralnya tegas: hasrat akan kekuasaan dan keabadian dapat mengikis akal sehat pada titik itu, “hasrat manusia” tampil lebih menakutkan daripada perwujudan iblis itu sendiri. Celine Evangelista memerankan Citra, keponakan Mbok Ning asisten setia Ki Mangun. Citra direkrut sebagai sinden baru di sebuah padepokan, namun di balik panggilan seni itu, ia diam-diam ditetapkan sebagai tumbal terakhir dalam ritual keabadian.

Untuk memperdalam peran, Celine menjalani riset langsung ke pertunjukan wayang, mempelajari dunia nembang, dan berlatih intensif bersama acting coach.

“Saya menonton pertunjukan wayang secara langsung dan riset dari banyak aspek, karena nembang itu tidak mudah. Proses belajarnya cukup menantang, tapi justru itu yang membuat saya tertarik mengambil film ini. Saya juga ingin membuat orang-orang lebih peduli terhadap kesenian tradisional,” ujar Celine.

Di balik itu, Agus Riyanto menegaskan arah nilai yang ingin diantar pulang oleh penonton ialah. “Kita ingin mengangkat bahwa nilai budaya harus di atas nilai mistis yang tertinggal di dalamnya. Pada akhirnya penonton setelah keluar dari ruangan bioskop, membawa pesan, wayang adalah budaya Indonesia yang indah yang harus diperkenalkan ke setiap generasi, Bukan hal hal mistis yang dapat disalahgunakan untuk hal buruk.” kata Agus.

Dengan pijakan itu, “Danyang Wingit Jumat Kliwon” bukan hanya menghidupkan figur-figur penjaga tak kasat mata dalam khazanah lokal, tetapi juga mengangkat konflik keluarga dan konsekuensi ritual sebagai inti emosi cerita membuat teror terasa personal, berlapis, dan relevan. Ludesnya 3.000+ tiket Gala Premiere menjadi validasi awal bahwa perpaduan horor tradisi dan drama psikologis ini memiliki daya pikat kuat untuk peredaran nasional.

Continue Reading

iMovies

Danyang Wingit Jumat Kliwon sajikan kisah ritual tumbal manusia

Published

on

iMusic.id – Khanza Film Entertainment mempersembahkan “Danyang Wingit Jumat Kliwon”, film horor berlatar dunia pedalangan Jawa yang mengupas ambisi seorang dalang memburu hidup abadi melalui ritual terlarang.

Disutradarai sekaligus diproduseri oleh Agus Riyanto dengan naskah karya Dirmawan Hatta, film “Danyang Wingit Jumat Kliwon” ini hadir dengan mengedepankan horor okultisme yang berakar pada tradisi lokal, bukan semata deretan jump scare.

Kisahnya “Danyang Wingit Jumat Kliwon” berpusat pada Ki Mangun Suroto (Whani Darmawan), maestro dalang karismatik yang menempuh ilmu-ilmu kuno demi memperkaya diri dan menembus kematian. Tahun 2021, Citra (Celine Evangelista) keponakan Mbok Ning (Djenar Maesa Ayu), asisten setia Ki Mangun direkrut sebagai sinden baru di padepokan.

“Danyang Wingit Jumat Kliwon” menggambarkan di balik panggilan seni itu, Citra diam-diam ditetapkan sebagai tumbal terakhir untuk ritual keabadian. Demi upah yang ia harapkan untuk membantu pengobatan adiknya, Dewi (Aisyah Kanza), citra bertahan meski teror gaib makin menyesakkan. Kecurigaan Bara (Fajar Nugra), salah satu penjaga padepokan, kian menguat.

Alih-alih berpangku tangan, ia memilih menentang majikannya dan berupaya menyelamatkan Citra sebuah keputusan berisiko yang memacu mereka berpacu melawan waktu menuju puncak ritual Gerhana Bulan Merah yang bertepatan dengan malam keramat Jumat Kliwon.

Danyang Wingit Jumat Kliwon” menautkan atmosfer ritual, pusaka, dan mitos danyang dengan drama psikologis tentang harga sebuah ambisi. Antagonis yang kompleks, heroine yang dipaksa bertahan, serta momentum budaya yang lekat di ingatan publik menjadi pendorong ketegangan dari awal hingga klimaks.

Deretan pemain turut diperkuat Nathalie Holscher sebagai Putri Kusuma Ratih, serta Norma Cinta, Dimas Tedjo, Putri Maya Rumanti, Angga Wijaya, Keona Cinta, dan Bilqis Hafsa.

Continue Reading

iMovies

Ultah ke 21, Maxima Pictures perkenalkan film “Jangan Panggil Mama Kafir”

Published

on

iMusic.id – Rumah produksi Maxima Pictures bekerjasama dengan Rocket Studio Entertainment kembali menghadirkan karya terbarunya berjudul “Jangan Panggil Mama Kafir”, film yang manampilkan Michele Ziudith ini adalah sebuah film drama keluarga penuh haru yang dijadwalkan tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 16 Oktober 2025.

Film yang digarap oleh sutradara Dyan Sunu Prastowo ini menghadirkan kisah tentang cinta, janji, perbedaan iman, hingga konsekuensi dari sebuah keputusan besar dalam hidup. Cerita berpusat pada sosok Maria (Michelle Ziudith), seorang perempuan Nasrani yang menikah dengan pria Muslim bernama Fafat (Giorgino Abraham).

Menurut Dyan Sunu Prastowo, “Jangan Panggil Mama Kafir” lahir dari kenyataan yang dekat dengan masyarakat kita. “Film ini lahir dari kisah nyata perjuangan seorang ibu (Michele Ziudith) lintas iman memperjuangkan hak asuh anaknya, sebuah perjalanan emosional yang hangat namun penuh tantangan, mengingatkan kita bahwa cinta tak pernah mengenal batas perbedaan, ruang, dan waktu meski pada akhirnya akan lebih utuh bila dijalani dalam satu keyakinan,” ungkapnya.

Bagi Michelle Ziudith, peran sebagai Maria menjadi tantangan tersendiri. Ia mengaku banyak belajar dari karakter yang diperankannya. “Tantangan terbesarku adalah menjadi ibu tunggal yang harus tegar demi anak. Pesanku sederhana, seorang ibu harus bisa mencintai dirinya sendiri lebih dulu agar kasih sayangnya kepada anak semakin penuh,” ujarnya.

Sementara itu, Giorgino Abraham menuturkan pentingnya karakter Fafat yang meski singkat tetap menjadi fondasi cerita. “Peran Fafat memang tidak banyak muncul, tapi justru menjadi pengantar penting bagi jalan cerita. Yang membuatku tertarik adalah bagaimana karakter ini menunjukkan cinta tanpa paksaan serta menghargai perbedaan dengan toleransi tinggi. Bagiku, sebesar apa pun agama, relasi keluarga terutama cinta seorang ibu dan anak tetap berada di atas segalanya,” katanya.

Elma Theana, yang memerankan Umi Habibah, juga menilai tokoh yang ia mainkan begitu dekat dengan kehidupan nyata. “Umi Habibah adalah representasi banyak orang tua yang keras karena ingin melindungi. Saya yakin penonton akan melihat sisi manusiawinya, meski caranya berbeda,” tuturnya.

Selain Michelle Ziudith, Giorgino, Humaira, dan Elma Theana, film ini juga menampilkan akting Kaneishia Yusuf, Indra Birowo, Tj Ruth, Dira Sugandi, Ence Bagus, Emmie Lemu, Gilbert Patiruhu, Pratiwi Dwiarti, hingga Runny Rudiyanti.

Kehadiran aktor lintas generasi ini menambah kekuatan cerita yang sarat akan konflik batin, nilai-nilai keluarga, dan ikatan emosional yang mendalam.

“Jangan Panggil Mama Kafir” sekaligus menjadi bagian dari perayaan Ulang Tahun ke-21 Maxima Pictures di industri perfilman Indonesia. Melalui kerjasama dengan Rocket Studio Entertainment, Maxima berharap dapat memberikan karya yang bukan hanya menghibur, tetapi juga membuka ruang empati serta refleksi bagi masyarakat dalam memandang perbedaan iman dan kehidupan keluarga.

Trailer resmi film ini sudah dapat disaksikan melalui kanal YouTube MaximaChannel8, sementara informasi tiket akan tersedia melalui berbagai aplikasi pemesanan bioskop. Dengan tema yang menyentuh dan deretan pemain yang kuat, Jangan Panggil Mama Kafir digadang-gadang menjadi salah satu film drama keluarga yang paling ditunggu di penghujung tahun 2025.

Jangan lewatkan kisah tentang cinta, janji, dan perbedaan ini di bioskop mulai 16 Oktober 2025.

Continue Reading