

iLive
Semangat “Lokal Lebih Vokal” Tersampaikan dengan kencang di “Synchronize Fest 2022”.
Published
3 years agoon
By
iMusiciMusic – Gelaran Synchronize Fest menutup acara dengan klimaks dan maksimal di hari ke-3. Festival musik besutan PT. PusKesMas atau kependekan dari Pusat Kesenangan Masa Kini ini nyatanya berhasil mengguncang lebih dari 70ribu audiens yang datang selama 3 hari penyelenggaraan festival pada 7, 8, 9 Oktober 2022 Tema “Lokal Lebih Vokal”. yang disuarakan oleh Synchronize Fest di tahun 2022 rupanya benar – benar menggaung selama penyelenggaraan acara. Semangat mengedepankan musisi Indonesia yang datang dari berbagai lapisan musik rupanya begitu membekas di hati para pengunjung.
Bagaimana tidak, di setiap sudut area festival, ragam musik didendang memiliki daya Tarik tersendiri. Tanpa pandang bulu, baik musik rock, dangdut, metal, jazz, pop, hingga eksperimental sekalipun selalu. Synchronize Fest adalah pesta sejuta umat pencinta musik Indonesia.
Synchronize Fest adalah manifestasi dari persembahan budaya lokal Indonesia. Tak heran begitu banyak elemen festival yang mungkin sederhana, namun justru menjadi elemen yang begitu dekat dengan kehidupan sehari- hari. Sebut saja instalasi karya truk yang dimural selayaknya truk ala Pantura. Jajanan rakyat, seperti: kacang rebus, ubi rebus, kerak telor, hingga tahu bulat hadir di tengah-tengah festival. Hingga instalasi Kaleng Kerupuk di area Pasar Musik. Representasi
visual yang dihadirkan di area venue semakin menunjang makna “Lokal Lebih Vokal” yang digaungkan selama ini. Di balik jargon tersebut, tersingkap makna bahwa seluas-luasnya pengentahuan kita, secepat-cepatnya teknologi berlari, jangan pernah lupa akar budaya lokal, yaitu Indonesia.

Para penonton diajak untuk mengenal keberagaman musik Indonesia melalui daftar pengisi acara yang disuguhkan oleh Synchronize Fest. Padahal banyak diantara penonton tidak mengetahui betul nama-nama penampil, namun mereka membuka mata, hati, dan telinganya untuk menyaksikan artis-artis yang dirasa baru di telinga mereka.
Beberapa fenomena menarik juga menjadi buah bibir masyarakat. Mulai dari petugas kebersihan di area festival yang dipuji oleh pengunjung karena kecekatannya dalam membersihkan area festival sehingga selalu tampak bersih dan nyaman. Lalu, petugas keamanan yang begitu baik dalam melakukan pengamanan penonton tanpa kekerasan. Hingga suara penonton yang enggan pulang menyuarakan chant “ngga mau pulang, maunya di goyang” membahana di seluruh area festival. Ini adalah salah diantara beberapa momen menarik yang terjadi di festival milik sesama, yaitu Synchronize Fest.
Ungakapan “It’s not just a festival, it’s a movement” yang disuarakan di sejak tahun 2016 rupanya kini menjadi bukti nyata nanti sahih, bahwa musik Indonesia telah menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
Berikut adalah beberapa penampil yang mendapat sorotan besar pengunjung Synchronize Fest Kolaborasi Nasida Ria dan Tjut Nyak Deviana Salah satu hal yang menarik dari kolaborasi adalah bagaimana dua hal yang memiliki karakteristiknya tersendiri dipadukan dan memberikan warna dan interpretasi baru. Hal itu lah yang terjadi di panggung Dynamic Stage pada sore hari di hari ketiga Synchronize Fest 2022.
Nasida Ria tampil sepanggung dengan Tjut Nyak Deviana dan hal itu berhasil memberikan warna baru bagi lagu-lagu Nasida Ria.
Di atas panggung itu, Nasida Ria diiringi Tjut Nyak Deviana membawakan lagu-lagu milik mereka yang telah lama populer, di antaranya ‘Perdamaian’, ‘Kota Santri’, ‘Bom Nuklir’, ‘Tahun 2000’, dan lain-lain. Grup kasidah asal Semarang itu pun berhasil membuat para penonton berdendang dan berjoget bersama.

Penampilan menggugah The Adams di Dynamic Stage pada sore hari
Eskalasi panggung penampil menjadi hal wajib bagi artis penampil di setiap tahunnya, salahsatunya The Adams yang berhasil menghentak panggung Dynamic sejak sore hari pukul 16:30WIB. Memainkan lagu-lagu populer mereka, The Adams juga turut mengunda Ardhito Pramonotampil naik ke atas panggung untuk bernyanyi bersama hingga memenuhi ruas-ruas areapenonton di panggung tersebut.
Superman Is Dead tampil dengan personil lengkap di Synchronize Fest
Dengan segala apa yang terjadi selama ini, rupanya penampilan Superman Is Dead di Synchronize Fest menjadi momen terbaik bagi outsider (sebutan fans Superman Is Dead) untuk melepas rindu kembalinya mereka di panggung musik. Penampilan Superman Is Dead bersama personil lengkap, yaitu Bobby Kool (Gitar + Vokal), Eka Rock (Bass + Vokal), serta Jerinx (drummer) begitu prima, sampai-sampai memenuhi area Lake Stage sejak sore hari.
The Groove merayakan 25 tahun perjalanan mereka dengan tampil reuni bersama Rieka Roslan, Yuke Sampurna, dan Ali Akbar dalam satu panggung
Penampilan The Groove di Synchronize Fest 2022 adalah bukan penampilan biasa. Seperti yang diketahui bahwa sebenarnya Rieka Roslan, Yuke Sampurna, dan Ali Akbar sudah tidak tergabung di dalam grup ini. namun secara spesial di tahun ini mereka tampil reuni dengan personil lengkap.
Begitu menggungah penampilan mereka membawakan lagu-lagu hits The Groove sampai-sampai penonton tumpah ruah saat menyaksikan penampilan mereka.
Perpaduan Musik dan Tari dalam Pergelaran Swara Gembira untuk Guruh Sukarno Putra Musik tak hanya berdiri sendiri, melainkan dapat pula berkelindan dengan jenis kesenian lainnya.
Pergelaran Swara Gembira untuk Guruh Soekarno Putra adalah bukti bahwa seni, musik, dan tari dapat dikawinkan dan dipadupadankan dalam satu panggung. Pergelaran Swara Gembira untuk Guruh Soekarno Putra menjadi salah satu sajian menarik yang ada di hari ketiga Synchronize Fest 2022. Ini merupakan kalo pertama Swara Gembira tampil di festival.
Dalam pertunjukan itu, karya-karya Guruh Soekarno Putra dirayakan di atas panggung. Beberapa lagu yang dinyanyikan sekaligus ditarikan antara lain ‘Gila Disko’, ‘Galih & Ratna’, ‘Surya Gemilang’, ‘Setia’, ‘Sendiri’, ‘Candu Asmara’, dan lain-lain.
Dalam Pergelaran Swara Gembira untuk Guruh Soekarno Putra tampil juga beberapa bintang tamu, di antaranya para anggota dari podcast RAPOT di lagu ‘Zamrud Khatulistiwa’ dan Ardhito Pramono di lagu ‘Lenggang Puspita’.
Tak hanya lagu, sepanjang pergelaran berlangsung, tarian kontemporer dan tarian yang kental dengan nuansa tradisi Bali dibawakan. ‘Lagu Putih’ dan ‘Melati Suci’ menjadi lagu lainnya yang dibawakan di penghujung pertunjukkan.
Nostalgia 1990-an bersama Ahmad Band
Selain menjadi pentolan dari Dewa 19, pada 1998, Ahmad Dhani pernah mengeluarkan album bertajuk ‘Ideologi Sikap Otak’ di bawah nama Ahmad Band, proyek lain dari sang musisi. Di gelaran Synchronize Fest 2022 hari ketiga, Ahmad Dhani tampil dalam format Ahmad Band di Lake Stage pada malam hari. Pada penampilannya kali ini, dia didukung oleh Andra Ramadhan (Dewa 19, Andra & the Backbone), Thomas Ramdhan (GIGI), dan Surendro Prasetyo alias Yoyo (Padi).
Ada sejumlah lagu-lagu dari album tersebut yang dibawakan di atas panggung, di antaranya ‘Bidadari di Kesunyian’, ‘Distorsi’, ‘Sudah’, hingga ‘Aku Cinta Kau dan Dia’. Meski padat, para penonton yang ada di Lake Stage terlihat menikmati penampilan tak biasa dari Ahmad Dhani tersebut.
Di sela-sela penampilannya, Ahmad Dhani sempat berkelakar bahwa Ahmad Band hanya lah memiliki satu album, maka itu pun membawakan lagu milik Dewa 19 yang berjudul Separuh Nafas dan lagu milik, T.R.I.A.D. yang berjudul Madu Tiga.
Terpukau Agnez Mo Sang Penampil
Agnez Mo menjadi penampil penutup di panggung Dynamic Stage pada gelaran Synchronize Fest hari ketiga. Ia membuka panggungnya dengan memutarkan sebuah video mengenai dirinya. Dilanjutkan dengan dibawakannya ‘Coke Bottle’ yang kemudian disusul dengan lagu ‘Muda’. Pada awal penampilan, Agnez Mo terlebih dulu meminta maaf kepada para penonton yang hadir sebab dia merasa suaranya sedang tidak dalam kondisi prima. Akan tetapi tak dapat dipungkiri bahwa Agnez Mo adalah seorang penampil sejati. Ia mengatakan bahwa, “Show must go on,” sambil menemukan cara bagaimana caranya menghibur para pendengar meski ia merasa sedang tidak dalam kondisi terbaiknya. Kekurangan itu kemudian diolah olehnya menjadi sebuah kelebihan.
Agnez Mo banyak berinteraksi dengan penonton. Ada berbagai bentuk komunikasi yang dilakukan olehnya, mulai dari meminta penonton menyalakan lampu ponsel mereka dan mengangkatnya ke atas saat lagu ‘Cinta di Ujung Jalan’. Selain itu, Agnez Mo juga mengajak serta tiga orang yang ia pilih untuk naik ke atas panggung dengannya.
‘NA NA NA’, ‘Matahariku’, ‘Bilang Saja’, hingga ‘Tak Ada Logika’ menjadi lagu-lagu milik Agnez Mo yang dibawakan di atas panggung hari ketiga Synchronize 2022. (FE)

You may like
iLive
Gelar konser “The Crown”, Queennara buktikan kemajuan sejak bergabung di UIG College
Published
14 hours agoon
July 4, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Penyanyi, penulis lagu dan content creator cantik, Queennara menggelar resital musik bertajuk “The Crown” di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa 02/07/25. Gedung Kesenian Jakarta menjadi saksi bersinarnya talenta dari Queennara tersebut.

Konser ini merupakan bagian dari DVISVARA Annual Recital Series, platform eksklusif bagi mahasiswa UIC College dalam menampilkan pencapaian artisitik dan akademik mereka. Di balik gemerlap panggung dan kemegahan aransemen live string dan brass section “The Crown” dari Queennara menjadi perwujudan keberanian, elegansi dan transformasi emosional.
Sebagai bagian dari USG Education, ekosistem pendidikan Internasional terpercaya di Indonesia, UIC College merupakan satu-satunya program pathway musik akademis berstandar internasional yang telah dijalani oleh Queennara. Melalui kurikulum BTEC dari Inggris, siswa dapat menempuh studi 1 (satu) hingga 2 (dua) tahun di Indonesia, sebelum melanjutkan studi ke universitas – universitas terkemuka dunia untuk meraih gelar sarjana.
Program Artist Development di UIC College of Music dirancang tidak hanya untuk mengasah keunggulan akademis dan keahlian praktikal, tetapi juga menumbuhkan ide-ide kreatif dan inovatif yang otentik. Ini adalah ruang di mana seniman muda seperti Queennara dipersiapkan untuk memperkaya industri musik, baik di dalam maupun luar negeri.
“Queennara adalah contoh nyata dari filosofi pendidikan kami: membentuk seniman yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga kuat dalam menyuarakan identitas dan nilai personalnya,” ujar Niluh Komang Aimee Sukesna atau biasa dikenal sebagai Aimee, Kepala Kampus USG Education BSD.
Dalam konser “The Crown”, Queennara membagikan kisahnya, sebuah perjalanan musikal yang ia racik sendiri selama menempuh studi di UIC College of Music. Bertema Empowerment, Elegance, and Emotional Transformation, konser ini menjadi deklarasi jati diri.
“The Crown” adalah simbol perjalanan saya sebagai perempuan, seniman, dan individu yang sedang belajar untuk berdiri tegak dengan cerita dan suara sendiri. Ini bukan semata soal status, tetapi tentang keberanian menjadi diri sendiri di dunia yang terus berubah. UIC College bukan hanya memoles saya untuk meraih cita-cita di industri musik, tapi juga membantu mewujudkan impian saya untuk mengembangkan pengetahuan hingga ke luar negeri,” ujar Queennara.

Konser ini menjadi puncak pencapaian Queennara selama belajar di UIC College BSD, memperlihatkan dedikasi dan perkembangan artistiknya. Sebelumnya, ia juga memukau publik melalui Junior Recital di ZODIAC Jakarta.
Kini dengan skala yang lebih besar, Queennara menggandeng musisi profesional dari band Asian Beat, serta tampil di hadapan tamu-tamu istimewa seperti produser musik, penyanyi, presenter TV, hingga figur publik dan pelaku industri kreatif lainnya.
Queennara, musisi muda dengan suara kuat, visi jujur, dan pesan berani, membawakan karya-karya musik pilihan yang mencerminkan perjalanan emosional dan kepekaan artistiknya. Dari soft rock ballads, cinematic pop, hingga alternative R&B, seluruh komposisi dikemas dalam aransemen live yang teatrikal dan menyentuh. Gedung Kesenian Jakarta, dengan keanggunan klasik dan akustik superiornya, menjadi panggung yang ideal untuk pertunjukan ini.
“The Crown bukan sekadar konser. Ini adalah cermin potensi besar generasi muda Indonesia di industri kreatif dunia,” ungkap Adhirama G. Tusin, CEO USG Education. “Melalui kurikulum berbasis industri dan pengalaman belajar dunia nyata, UIC College membekali siswa dengan lebih dari sekadar ijazah, kami membentuk karakter dan kesiapan untuk bersaing secara global.”
Program-program UIC College memang berfokus pada real-world learning: mulai dari produksi musik, kolaborasi profesional, penciptaan karya orisinal, hingga manajemen diri sebagai artis independen. Semua ini diajarkan langsung oleh para praktisi dan mentor berpengalaman.
“Yang membuat recital ini spesial bukan hanya kualitas musiknya, tapi juga keberanian artistiknya. Queennara membuktikan bahwa musik bisa menjadi tempat membagi rasa, ia menyampaikan cerita, emosi, dan refleksi dengan cara yang menyentuh,” ujar Irman F. Saputra, Koordinator Akademik UIC College Musik.

Dengan ribuan alumni yang kini berkiprah di berbagai belahan dunia, USG Education terus menjalankan misinya: membuka akses pendidikan internasional yang terjangkau, berkualitas, dan relevan untuk masa depan. Melalui program seperti TBI, UJC, Uniprep, UIC College, dan Unistart, USG Education membangun ekosistem pembelajaran menyeluruh, dari tingkat dasar hingga universitas luar negeri.
“Kami di UIC College percaya bahwa pendidikan seni bukan hanya tentang teknik, tapi juga tentang karakter, refleksi diri, dan keberanian mengekspresikan suara personal. Queennara adalah bukti nyata bagaimana siswa kami berkembang menjadi seniman yang otentik dan relevan,” tutup Aimee.
Melalui konser seperti The Crown, UIC College of Music menegaskan komitmennya untuk terus melahirkan generasi seniman Indonesia yang siap menginspirasi dunia melalui karya dan karakter, Karena di sinilah semua mimpi besar bermula.
iLive
Komunitas Salihara Gelar tari “Sloth Canon” bersama T.H.E dan Company 605
Published
5 days agoon
June 29, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Sebuah kolaborasi kelompok tari antara The Human Expression / T.H.E (Singapura) dan Company 605 (Kanada) mempersembahkan karya terbaru mereka dalam pertunjukan “Sloth Canon” pada 28-29 Juni 2025 mendatang.

“Sloth Canon” merupakan hasil gagasan dan koreografi dari Anthea Seah (T.H.E) dan Josh Martin (Company 605), dua figur penting dalam dunia tari kontemporer Asia dan Amerika Utara. Bersama lima penari dari berbagai latar belakang, Brandon Lee Alley, Haruka Leilani Chan, Chang En, Billy Keohavong, dan Rebecca Margolick, pertunjukan ini menafsirkan ulang pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kerja kolektif, tubuh, kecepatan, dan ilusi dalam masyarakat
Koreografi di dalam “Sloth Canon” menceritakan dunia paralel penuh absurditas yang dimasuki oleh para penari, di mana gerak tubuh menjadi representasi dari “ambisi” yang mengalami berbagai turbulensi. Ketika gelembung imajinasi mereka mulai mendekati dunia realitas, karya ini mengajak penonton memasuki dunia yang tidak stabil dengan pikiran magis yang kompulsif.
Sebagai kelompok seni asing, Indonesia menjadi negara pertama dalam tur mereka dan menampilkan karya “Sloth Canon”. Sebelumnya pentas ini perdana dilakukan di negara asal masing-masing kelompok yakni Singapura dan Kanada, Indonesia menjadi negara pertama di luar negara asal mereka–sekaligus wadah baru dalam mempertunjukkan karya seni lintas-benua ini.
“Ini adalah pertama kalinya saya mengenal istilah Komunitas Salihara. Kami sering menggambarkan tim “Sloth Canon” sebagai sebuah peradaban mikro, jadi datang ke komunitas Salihara terasa seperti peradaban yang melayang bertemu dengan peradaban lain yang berakar di ruang ini.

Kami benar-benar antusias bisa membawakan “Sloth Canon” di ruang dan budaya seperti ini, dan yang paling kami tunggu adalah kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan komunitas lain yang ada di sini.” ujar Anthea Seah, Koreografer T.H.E dalam merespons pertunjukkan mereka di Teater Salihara.
Hal serupa pun juga dirasakan oleh Josh Martin, Koreografer Company 605 saat ditanya bagaimana reaksi kelompok saat akan membawakan karya ini di Salihara. Menurutnya, pengalaman pertama di Indonesia ini membuat ia ingin bersinergi baik dari segi budaya, lingkungan, hingga ruang pertunjukan dalam mempersembahkan apa yang sudah mereka persiapkan untuk pertunjukan nanti.
“Sloth Canon” akan menemani akhir pekan pengunjung Salihara secara perdana. Untuk bisa menikmati pertunjukan ini, pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (Umum) dan Rp55.000 (Pelajar).
iLive
Skandal 310 Hadir Untuk Kembali Bangkitkan Kejayaan Musik Ska di Indonesia.
Published
6 days agoon
June 28, 2025By
iMusic
iMusic.id – Skandal 310 sebuah gerakan kolaborasi yang di gagas oleh tiga band Ska yaitu The Authentic , Noin Bullet dan Sindikat Lantai Dansa yang ingin kembali membangkitkan Kejayaan musik Ska di Tanah Air.

Tak hanya itu hadirnya Proyek Skandal 301 ini menjadi perlawanan terhadap stagnasi skena ska, serta upaya serius untuk memperkuat regenerasi di tengah perubahan cepat industri musik tanah air.
Terbentuknya project Skandal 310 menurut personil Sindikat Lantai Dansa saat mereka (Noin Bullet, The Authentic, dan Sindikat Lantai Dansa) waktu itu ketemu di sebuah acara, akhirnya mereka ngobrol -obrol dimana ada pemikiran melakukan pergerakan dalam membangkitkan kembali musik Ska di Indonesia.
“Ya udah kita coba ramukan. Dari nama sih belum kita sebut ya. Tapi yang jelas kita bergerak seperti apa sih. Ceritanya disini kita terdiri dari tiga band dan akhirnya kita putuskan kita punya misi mengerakkan Ska kedepannya tanpa aturan. Dari tiga band ini dengan satu visi dan tanpa aturan namanya apa ya. Ya udah kita namain 310. Nama 310 tapi kurang cocok kalau cuma 310 tanpa nama depan, ok blink aja ada 182, akhirnya depannya kita namain Skandal, Skandal 310,”ujar Iwan Bossman dari Sindikat Lantai Dasar saat jumpa pers di Glamz Antasari, Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Dengan mengusung semangat “satu nada, tiga generasi”, Skandal 310 mempertemukan kekuatan lintas usia dan pengalaman. Tiga band dari latar belakang berbeda bersatu untuk memperkenalkan ulang ska kepada publik—terutama generasi muda melalui pendekatan yang autentik, segar, dan eksploratif. Bukan hanya sekedar irama cepat dan tiupan klakson, tapi juga kebebasan berekspresi yang menjadi ciri khas ska.

Kekhawatiran akan stagnasi penikmat dan pelaku ska menjadi alasan utama tindakan proyek ini.
“Regenerasi skena ska berjalan lambat dan membutuhkan dorongan nyata. Maka dari itu, Skandal 310 juga turut membuka jalan bagi band-band muda seperti Orji , serta unit-unit ska baru dari berbagai daerah. Gerakan ini ingin memastikan bahwa ska terus tumbuh dari akar dan tidak sekadar menjadi nostalgia. ‘Kebetulan kan The Authentics aktif lagi jadi ada barengan nih di 310. Ya udah kenapa ga bareng.”kata Personel The Authentic Dawo.
“Kalo dilihat secara karakter 3 band ini berbeda. Setidaknya bisa kasih tahu ke publik, Ska itu banyak loh gak cuma yang sudah ada. Akhirnya ngobrol-ngobrol di WhatsApp ada Skandal 310.” ungkap Hadi Irhamsyah dari Noin Bullet.
Skandal 310 mendapat dukungan dari sejumlah merek lokal seperti D9, Toku dan Alder . Bersama mereka, proyek ini merancang tur keliling kota bertajuk “Jalan Turi” , yang akan menyambangi Karawang, Pekalongan, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya. Uniknya, di setiap kota, sistem “subnet” dibuka untuk memberi ruang tampil bagi band lokal, memperluas semangat regenerasi dan membangun jaringan ska yang lebih inklusif.

Langkah besar Skandal 310 tidak berhenti di panggung. Mereka juga tengah menyiapkan album kompilasi nasional yang akan memuat karya-karya dari para pendiri gerakan ini dan musisi ska dari berbagai penjuru Indonesia. Kompilasi ini dirancang sebagai dokumentasi hidup dan bukti bahwa ska Indonesia belum mati justru siap menyala lebih terang di masa depan.
Skandal 310 bukan sekadar proyek musik. Ini adalah gerakan lintas generasi, regeneratif, dan kolektif yang membawa harapan baru bagi masa depan musik ska Indonesia.
Gerakan ini Menginspirasi generasi muda untuk bermain, mencintai, dan melestarikan musik ska sebagai bagian dari identitas budaya dan ekspresi kolektif. Langkah ini bukan sekadar acara, bukan sekadar tur ini adalah gerakan. Sebuah bentuk perlawanan terhadap stagnasi. Sebuah ajakan untuk terus bergerak, agar skena ska Indonesia tetap hidup dan relevan. Tiga band, satu suara. Tidak ada yang lebih tinggi. Tidak ada yang lebih rendah. Semua setara. Semua bersuara. Semua bergerak bersama—karena dalam ska, kita equal. (EH)