Connect with us

iMovies

“Tarung Sarung”, Drama Aksi dengan Sentuhan Religi di NETFLIX.

Published

on

iMusic – Film TARUNG SARUNG adalah karya untuk Indonesia dan Mancanegara. Sebelumnya cukup banyak karya insan perfilman lokal di Makassar, Sulawesi Selatan meraih sukses cukup membanggakan.

Insya Allah, melalui Film TARUNG SARUNG yang berlokasi syuting sebagian di Jakarta dan mayoritas di Sulawesi Selatan bergenre drama aksi religi, kearifan lokal dan keindahan alam Sulawesi Selatan semakin dikenal dengan baik. Seperti kata peribahasa “tidak kenal, maka tidak sayang”. Diharapkan melalui Film TARUNG SARUNG kita saling sayang dan saling hormat antar budaya, sebagai kekayaan Negara Kedaulatan Republik Indonesia yang dikagumi dunia.

Film TARUNG SARUNG mengangkat tema yang dekat. Tentang pencarian jati diri Deni Ruso (Panji Zoni), putra salah satu orang terkaya di Indonesia. Deni yang brutal dan hobi main keroyokan, diminta ibunya untuk pulang kampung ke Makassar dan mengurus proyek prestisius.

Pertemuan Deni dengan Tenri (Maizura), gadis Makassar yang benci proyek reklamasi pantai keluarga Deni, jadi awal perubahan karakter Deni. Peristiwa demi peristiwa dialami Deni, mengharuskannya belajar TARUNG SARUNG dari Pak Khalid (Yayan Ruhian), sekaligus Deni belajar sikap kesatria dan mencintai Allah SWT.

TARUNG SARUNG akan memberi pengalaman nonton yang baru. Eksekusi dari tim kreatif produksi yang mumpuni cukup berat, karena memboyong peralatan juga tim dari Jakarta ke Sulawesi Selatan, juga melibatkan crew lokal untuk alih teknologi. Secara budget Film ini jauh di atas rata-rata.

Tetapi eksekusi kreatif ini semakin berhasil karena totalitas pemain-pemain gabungan dari Jakarta juga dari Makassar, Sulawesi Selatan. Semoga Film TARUNG SARUNG mendorong lahirnya Film-Film dengan kearifan lokal serius, dan layak ditonton secara nasional bahkan internasional. Saksikan Film TARUNG SARUNG di NETFLIX.

Menurut Archie Hekagery sebagai Penulis & Sutradara, TARUNG SARUNG adalah Film kedua nya, sekaligus merupakan film yang saya impikan sejak kecil.

25 tahun yang lalu saya pernah dikeroyok oleh 8 orang pemuda di salah satu Mall di Jakarta Selatan, membuat saya berpikir : “Apakah ini yang membuat negara sekecil Belanda berhasil menjajah kita selama 350 tahun? Karena pada dasarnya kita adalah bangsa yang pengecut. Bayangkan, untuk melawan satu orang saja perlu keroyokan 8 orang?”

Pertanyaan yang terus menghantui benak saya, sampai saya mendengar dari Ibu saya bahwa di daerahnya, ada tradisi bertarung satu lawan satu di dalam satu sarung! (Ibu saya, Andi Cecy Walinono berasal dari Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan)

Berarti nenek moyang kita menyelesaikan masalah dengan cara yang Kesatria, satu lawan satu! Yang jadi pertanyaan kemudian, jika bertarung dalam sarung adalah tradisi nenek moyang kita, lalu darimana tradisi pengecut, keroyokan 8 lawan 1, yang saya alami di Mall tersebut?

Maka saya merasa perlu untuk mengangkat cerita Film TARUNG SARUNG. Apalagi jika kita baca berita semakin marak terjadi TAWURAN, ajang aktualisasi diri paling pengecut yang pernah ada dalam sejarah manusia. Lempar-lemparan batu dari jarak jauh. Syukur kalo yang kena batu adalah lawannya, seringkali justru warga tak berdosa yang jadi korbannya.

Semoga dengan Film TARUNG SARUNG, jiwa Kesatria bisa tumbuh di Indonesia. Semoga dengan menonton Film ini, Kids Jaman Now, berani untuk menyelesaikan masalahnya satu lawan satu. Semoga tidak ada lagi korban pengeroyokan seperti saya.

Saya benar-benar bersyukur dipercaya lagi oleh Starvision. Chand Parwez, adalah salah seorang produser terbaik di tanah air kita. Film-filmnya selalu memiliki pesan yang sangat kuat! Insya Allah menjadi tontonan, sekaligus tuntunan yang baik. Amin. (FE)

iMovies

Film horor “Danyang Wingit Jumat Kliwon” lekat dengan kultur budaya lokal

Published

on

iMusic.id – Antusiasme penonton terhadap “Danyang Wingit Jumat Kliwon” memuncak. Hanya beberapa jam setelah konferensi pers, lebih dari 3.000 tiket untuk Gala Premiere resmi ludes. Momentum ini menjadi sinyal kuat bahwa gelombang horor berbasis kultur Nusantara terus menemukan penontonnya.

Diproduksi oleh Khanza Film Entertainment, dan film ini disutradarai sekaligus diproduseri oleh Agus Riyanto dengan naskah karya Dirmawan Hatta. “Danyang Wingit Jumat Kliwon” menautkan atmosfer ritual, pusaka, dan mitos danyang dengan drama psikologis tentang harga sebuah ambisi mengarahkan teror bukan semata pada sosok gaib, tetapi pada keputusan-keputusan manusia yang rapuh.

Pesan moralnya tegas: hasrat akan kekuasaan dan keabadian dapat mengikis akal sehat pada titik itu, “hasrat manusia” tampil lebih menakutkan daripada perwujudan iblis itu sendiri. Celine Evangelista memerankan Citra, keponakan Mbok Ning asisten setia Ki Mangun. Citra direkrut sebagai sinden baru di sebuah padepokan, namun di balik panggilan seni itu, ia diam-diam ditetapkan sebagai tumbal terakhir dalam ritual keabadian.

Untuk memperdalam peran, Celine menjalani riset langsung ke pertunjukan wayang, mempelajari dunia nembang, dan berlatih intensif bersama acting coach.

“Saya menonton pertunjukan wayang secara langsung dan riset dari banyak aspek, karena nembang itu tidak mudah. Proses belajarnya cukup menantang, tapi justru itu yang membuat saya tertarik mengambil film ini. Saya juga ingin membuat orang-orang lebih peduli terhadap kesenian tradisional,” ujar Celine.

Di balik itu, Agus Riyanto menegaskan arah nilai yang ingin diantar pulang oleh penonton ialah. “Kita ingin mengangkat bahwa nilai budaya harus di atas nilai mistis yang tertinggal di dalamnya. Pada akhirnya penonton setelah keluar dari ruangan bioskop, membawa pesan, wayang adalah budaya Indonesia yang indah yang harus diperkenalkan ke setiap generasi, Bukan hal hal mistis yang dapat disalahgunakan untuk hal buruk.” kata Agus.

Dengan pijakan itu, “Danyang Wingit Jumat Kliwon” bukan hanya menghidupkan figur-figur penjaga tak kasat mata dalam khazanah lokal, tetapi juga mengangkat konflik keluarga dan konsekuensi ritual sebagai inti emosi cerita membuat teror terasa personal, berlapis, dan relevan. Ludesnya 3.000+ tiket Gala Premiere menjadi validasi awal bahwa perpaduan horor tradisi dan drama psikologis ini memiliki daya pikat kuat untuk peredaran nasional.

Continue Reading

iMovies

Danyang Wingit Jumat Kliwon sajikan kisah ritual tumbal manusia

Published

on

iMusic.id – Khanza Film Entertainment mempersembahkan “Danyang Wingit Jumat Kliwon”, film horor berlatar dunia pedalangan Jawa yang mengupas ambisi seorang dalang memburu hidup abadi melalui ritual terlarang.

Disutradarai sekaligus diproduseri oleh Agus Riyanto dengan naskah karya Dirmawan Hatta, film “Danyang Wingit Jumat Kliwon” ini hadir dengan mengedepankan horor okultisme yang berakar pada tradisi lokal, bukan semata deretan jump scare.

Kisahnya “Danyang Wingit Jumat Kliwon” berpusat pada Ki Mangun Suroto (Whani Darmawan), maestro dalang karismatik yang menempuh ilmu-ilmu kuno demi memperkaya diri dan menembus kematian. Tahun 2021, Citra (Celine Evangelista) keponakan Mbok Ning (Djenar Maesa Ayu), asisten setia Ki Mangun direkrut sebagai sinden baru di padepokan.

“Danyang Wingit Jumat Kliwon” menggambarkan di balik panggilan seni itu, Citra diam-diam ditetapkan sebagai tumbal terakhir untuk ritual keabadian. Demi upah yang ia harapkan untuk membantu pengobatan adiknya, Dewi (Aisyah Kanza), citra bertahan meski teror gaib makin menyesakkan. Kecurigaan Bara (Fajar Nugra), salah satu penjaga padepokan, kian menguat.

Alih-alih berpangku tangan, ia memilih menentang majikannya dan berupaya menyelamatkan Citra sebuah keputusan berisiko yang memacu mereka berpacu melawan waktu menuju puncak ritual Gerhana Bulan Merah yang bertepatan dengan malam keramat Jumat Kliwon.

Danyang Wingit Jumat Kliwon” menautkan atmosfer ritual, pusaka, dan mitos danyang dengan drama psikologis tentang harga sebuah ambisi. Antagonis yang kompleks, heroine yang dipaksa bertahan, serta momentum budaya yang lekat di ingatan publik menjadi pendorong ketegangan dari awal hingga klimaks.

Deretan pemain turut diperkuat Nathalie Holscher sebagai Putri Kusuma Ratih, serta Norma Cinta, Dimas Tedjo, Putri Maya Rumanti, Angga Wijaya, Keona Cinta, dan Bilqis Hafsa.

Continue Reading

iMovies

Ultah ke 21, Maxima Pictures perkenalkan film “Jangan Panggil Mama Kafir”

Published

on

iMusic.id – Rumah produksi Maxima Pictures bekerjasama dengan Rocket Studio Entertainment kembali menghadirkan karya terbarunya berjudul “Jangan Panggil Mama Kafir”, film yang manampilkan Michele Ziudith ini adalah sebuah film drama keluarga penuh haru yang dijadwalkan tayang serentak di seluruh bioskop Indonesia mulai 16 Oktober 2025.

Film yang digarap oleh sutradara Dyan Sunu Prastowo ini menghadirkan kisah tentang cinta, janji, perbedaan iman, hingga konsekuensi dari sebuah keputusan besar dalam hidup. Cerita berpusat pada sosok Maria (Michelle Ziudith), seorang perempuan Nasrani yang menikah dengan pria Muslim bernama Fafat (Giorgino Abraham).

Menurut Dyan Sunu Prastowo, “Jangan Panggil Mama Kafir” lahir dari kenyataan yang dekat dengan masyarakat kita. “Film ini lahir dari kisah nyata perjuangan seorang ibu (Michele Ziudith) lintas iman memperjuangkan hak asuh anaknya, sebuah perjalanan emosional yang hangat namun penuh tantangan, mengingatkan kita bahwa cinta tak pernah mengenal batas perbedaan, ruang, dan waktu meski pada akhirnya akan lebih utuh bila dijalani dalam satu keyakinan,” ungkapnya.

Bagi Michelle Ziudith, peran sebagai Maria menjadi tantangan tersendiri. Ia mengaku banyak belajar dari karakter yang diperankannya. “Tantangan terbesarku adalah menjadi ibu tunggal yang harus tegar demi anak. Pesanku sederhana, seorang ibu harus bisa mencintai dirinya sendiri lebih dulu agar kasih sayangnya kepada anak semakin penuh,” ujarnya.

Sementara itu, Giorgino Abraham menuturkan pentingnya karakter Fafat yang meski singkat tetap menjadi fondasi cerita. “Peran Fafat memang tidak banyak muncul, tapi justru menjadi pengantar penting bagi jalan cerita. Yang membuatku tertarik adalah bagaimana karakter ini menunjukkan cinta tanpa paksaan serta menghargai perbedaan dengan toleransi tinggi. Bagiku, sebesar apa pun agama, relasi keluarga terutama cinta seorang ibu dan anak tetap berada di atas segalanya,” katanya.

Elma Theana, yang memerankan Umi Habibah, juga menilai tokoh yang ia mainkan begitu dekat dengan kehidupan nyata. “Umi Habibah adalah representasi banyak orang tua yang keras karena ingin melindungi. Saya yakin penonton akan melihat sisi manusiawinya, meski caranya berbeda,” tuturnya.

Selain Michelle Ziudith, Giorgino, Humaira, dan Elma Theana, film ini juga menampilkan akting Kaneishia Yusuf, Indra Birowo, Tj Ruth, Dira Sugandi, Ence Bagus, Emmie Lemu, Gilbert Patiruhu, Pratiwi Dwiarti, hingga Runny Rudiyanti.

Kehadiran aktor lintas generasi ini menambah kekuatan cerita yang sarat akan konflik batin, nilai-nilai keluarga, dan ikatan emosional yang mendalam.

“Jangan Panggil Mama Kafir” sekaligus menjadi bagian dari perayaan Ulang Tahun ke-21 Maxima Pictures di industri perfilman Indonesia. Melalui kerjasama dengan Rocket Studio Entertainment, Maxima berharap dapat memberikan karya yang bukan hanya menghibur, tetapi juga membuka ruang empati serta refleksi bagi masyarakat dalam memandang perbedaan iman dan kehidupan keluarga.

Trailer resmi film ini sudah dapat disaksikan melalui kanal YouTube MaximaChannel8, sementara informasi tiket akan tersedia melalui berbagai aplikasi pemesanan bioskop. Dengan tema yang menyentuh dan deretan pemain yang kuat, Jangan Panggil Mama Kafir digadang-gadang menjadi salah satu film drama keluarga yang paling ditunggu di penghujung tahun 2025.

Jangan lewatkan kisah tentang cinta, janji, dan perbedaan ini di bioskop mulai 16 Oktober 2025.

Continue Reading