

iLive
10 Band Keren Yang Ingin Kita Lihat Reunian Lagi
Published
7 years agoon
By
iMusiciMusic – Walau bukan grup favorit, tetap saja melihat sebuah grup band terkenal bubar bukanlah pemandangan yang indah. Dengan musik keren serta personality masing-masing personel yang unik dan colorful, kelompok-kelompok band ini sukses mewarnai tumbuh kembang kita dengan sangat nge-rock.
Tapi, kalau memang sudah tidak cocok mau diapakan lagi bukan? Bubar menjadi satu-satunya jalan final yang harus diambil. Dan kalau ini sudah terjadi, kitapun otomatis menjadi kangen berat dengan band tersebut.
Dan tak dipungkiri di sepanjang perjalanan industri musik dunia sejauh ini, terdapat lumayan banyak band-band yang sudah bubar dan kitapun,menjadi kangen banget untuk melihatnya beraksi bersama kembali.
Namun dari sekian banyak, rasanya hanya 10 band telah bubar inilah yang kita kangen banget-banget untuk melihat mereka reunian lagi. Sebelum mulai, saya ingatkan daftar ini memuat band yang personilnya juga memainkan alat musik. Sehingga yap, tidak akan ada boyband atau girlband manapun di daftar ini.
10. My Chemical Romance
Melalui album kedua yang bertajuk Three Cheers for Sweet Revenge (2004), grup asal Newark, New Jersey ini sukses mentenarkan genre Emo. Hit-hit mereka sepert i: “Helena”, “Welcome to the Black Parade”, Teenagers” dan “Sing” sukses menghiasi seluruh radio yang ada di muka bumi ini.
Terlepas kesuksesan masiv yang telah didapat, sayangnya Gerard Way cs memutuskan untuk bubar di awal 2013. Tidak ada sleg atau hal-hal negatif apapun. Namun keputusan bubar ini lebih dikarenakan masing-masing personil ingin istirahat dan mengurusi kesibukan pribadi mereka masing-masing.
Melihat alasan positif tersebut serta impact masiv yang mereka berikan selama 12 tahun karir mereka di industri musik, tak heran apabila banyak dari kita yang ingin mereka tampil bersama lagi dengan materi baru yang lebih mumpuni.
Ya mari kita berdoa saja semoga ke depannya mereka memang ingin balik lagi. Pasalnya Way sendiri kerap mengatakan bahwa ia tidak menutup pintu untuk kembalinya My Chemical Romance di blantika musik Emo.
9. Genesis
Dengan sound Rock Progresif keren serta penampilan live super teatrikal yang diusung, tak mengherankan apabila band bentukan Peter Gabriel ini memiliki jumlah fans setia yang tidak sedikit. Belum lagi masing-masing personil khususnya Gabriel dan Phil Collins adalah sosok yang super berbakat dan super karismatik.
Tak heran sekali lagi apabila banyak fans yang hingga sekarang ingin melihat band ini balik kembali pasca reuni terakhir mereka di tahun 2006. Namun jangan terlalu berharap dulu guys.
Pasalnya, walau Tony Banks, Mike Rutherford dan Steve Hackett di tahun 2017 menyatakan oke-oke saja untuk reuni kembali, namun tak demikian dengan Collins yang melalui buku autobiografinya, Not Dead Yet (2016), terang-terangan mengatakan bahwa ia telah resmi pensiun dari Genesis sejak tahun 2007.
8. The Smiths
Walau Morrissey cs hanya bertahan selama 5 tahun dan 4 album, namun impact yang mereka tinggalkan di industri musik terutama terhadap genre Indie Rock, sangatlah masiv. Terbukti hingga kini, band ini masih memiliki cult following yang lumayan besar.
Oleh karenanya, banyak fans yang ingin menyaksikan The Smiths bereuni lagi. Tapi rasanya untuk saat ini, kita tidak usah berharap banyak. Pasalnya, Morrissey dan gitaris Johnny Marr hingga saat ini masih bersitegang.
Namun kita lihat saja lagi ke depannya. Semoga saja ada mukjizat gokil yang mampu membuat keduanya berbaikan dan menghidupkan kembali grup 80an yang paling influensial ini. Karena seperti kita tahu, Heaven knows that without them, we’re so miserable right now.
7. Black Sabbath
Sejak kemunculan mereka melalui perilisan album Black Sabbath (1970), Ozzy Osbourne cs sukses menjadi pionir Heavy Metal dunia. Dengan sound dan penampilan yang kerap dianggap sebagai penyembahan terhadap iblis, Sabbath sukses memberikan kita berbagai hits keren nan mumpuni.
Memang dari tahun 2011-2017 kemarin, Sabbath kembali bereuni. Sayang di awal 2017, mereka memutuskan untuk bubar mungkin selama-lamanya. Keputusan yang disampaikan Ozzy cs melalui akun media sosial pribadi mereka ini tak pelak meninggalkan reaksi yang campur aduk dari kita semua.
Bangga karena mereka bisa bertahan hingga selama itu. Namun di saat yang sama, juga sedih karena berharap mereka masih bisa bertahan jingga 10 tahun lagi. Ya kita lihat saja lagi nanti. Semoga saja di tahun 2019 atau 2020 mendatang mereka bisa tampil bersama kembali. Finger crossed.
https://www.youtube.com/watch?v=2KnyL4IFcwo
6. Pink Floyd
Pasca penampilan reuni di Live 8 tahun 2005, banyak dari kita yang berharap agar salah satu band pelopor Psychedelic Rock asal Inggris ini bisa bereuni kembali. Sayang, penampilan mereka di konser musik amal tersebut adalah konser reuni pertama dan terakhir yang dilakukan oleh Roger Waters cs.
Hal ini diperparah lagi dengan meninggalnya keybordis mereka Richard Wright di tahun 2008. Makin tipis saja harapan menyaksikan Pink Floyd bermain bersama kembali. Waters dan David Gilmour memang masih lumayan aktif. Plus drummer mereka, Nick Mason juga masih hidup di dunia ini.
Tapi Gilmour kerap mengatakan dalam beberapa tahun terakhir bahwa ia telah pensiun sebagai anggota Pink Floyd dan kalaupun dipaksakan reuni, bakalan terasa aneh banget bagi mereka apabila mereka bereuni tanpa Wright.
Walau Gilmour telah jelas-jelas berkata demikian, mari kita berharap saja semoga ke depannya ia dan Waters bisa berubah pikiran.
5. The White Stripes
Semenjak menggebrak dunia di tahun 1999, Jack & Meg sukses mencuri perhatian dengan chemistry musikal mereka yang luar biasa. Melalui tangan keduanya, hit-hit seperti : “Icky Thump” (2007), “Fell in Love with a Girl (2001) dan lagu pesta olahraga sejuta umat, “Seven Nation Army” (2003), tercipta.
Sayang seiring berjalannya waktu, duo yang juga mantan suami istri ini hilang chemistry yang alhasil membuat The White Stripes bubar di tahun 2011. Semoga saja keduanya bisa menemukan kembali percikan chemistry yang hilang itu sehingga ke depannya, keduanya, bisa menciptakan karya-karya ikonik selanjutnya.
4. The Police
Dalam beberapa tahun terakhir, Sting cs sebenarnya telah beberapa kali melakukan reuni. Dan kerennya, selalu sukses. Walau demikian, tetap saja banyak dari kita yang tentunya ingin ketiganya reuni secara penuh (baca : bikin album baru) walau mungkin hanya bertahan 1-2 tahun.
Namun sepertinya keinginan tersebut agak sulit terkabulkan. Masalahnya Sting, Andy Summers dan tentunya Stewart Copeland, sudah sangat sibuk dengan proyek mereka masing-masing. But yeah, never say never right?
3. Oasis
Walau beberapa bulan lalu terdengar kabar bahwa duo kakak adik gila Liam & Noel Gallagher telah berdamai, namun di saat yang sama terdengar juga bahwa keduanya musuhan lagi.
Berdasarkan fakta tersebut, maka tidaklah salah apabila saya katakan agar tidak usah berharap banyak untuk melihat raja BritPop 90an ini bisa bereuni kembali. Namun, terus panjatkan doa saja ke maha kuasa.
Siapa tau saja akan ada mukjzat yang mampu membuat Noel & Liam bisa akur lagi sehingga, kita bisa kembali bernostalgi gemas ke masa-masa kejayaan 90an silam. Amin.
2. Led Zeppelin
Rival Deep Purple dan Black Sabbath ini tak dipungkiri adalah salah satu band rock terbaik di planet ini. Karenanya, tak heran apabila hingga detik ini banyak pecinta musik yang ingin mereka balik lagi.
Tapi sejauh ini sayangnya, baik Robert Plant maupun Jimmy Page masih betah dengan kesibukan mereka sendiri-sendiri walau memang, terkadang keduanya masih sering bersama entah jamming-jamming kecil atau menghadiri even-event yang terkait dengan band mereka ini.
Ya semoga saja harapan gila kita untuk menyaksikan mereka kembali masih bisa terus menyala.
1. Rage Against the Machine
Sekangen-kangennya kita untuk menyaksikan The Police atau Led Zeppelin bereuni kembali, rasanya keduanya masih kalah peminatnya dengan band yang digawangi Tom Morello dan Zac De La Rocha ini.
Pasalnya seperti kita tahu, di sepanjang karirnya di tahun 90an silam, Rage Against the Machine sangatlah identik dengan lirik-lirik mereka yang sarat dengan kritikan sosial dan politik pedas yang faktanya, sangtlah relevan di keadaan seluruh dunia saat ini.
Dengan kata lain, entah memang kita ingin atau tidak untuk melihat RATM balik lagi, kembalinya mereka di blantika musik sangatlah dibutuhkan banget pada saat ini. Mengingat Rocha dan Morello hingga saat ini masih sangat aktif dengan karir musik mereka masing-masing, potensi untuk RATM bereuni kembali sangatlah besar.
Namun, apakah hari yang kita impi-impikan itu nantinya akan tiba? Ya kita tunggu dan lihat saja lagi oke?
Nah itulah tadi 10 band yang telah bubar yang kita ingin lihat bereuni kembali. Apakah kalian setuju dengan 10 band di daftar? Dan dari kesepuluh band ini, yang manakah yang benar-benar kalian inginkan untuk bereuni kembali?
(marvi)

You may like
iLive
Gelar konser “The Crown”, Queennara buktikan kemajuan sejak bergabung di UIG College
Published
11 hours agoon
July 4, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Penyanyi, penulis lagu dan content creator cantik, Queennara menggelar resital musik bertajuk “The Crown” di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa 02/07/25. Gedung Kesenian Jakarta menjadi saksi bersinarnya talenta dari Queennara tersebut.

Konser ini merupakan bagian dari DVISVARA Annual Recital Series, platform eksklusif bagi mahasiswa UIC College dalam menampilkan pencapaian artisitik dan akademik mereka. Di balik gemerlap panggung dan kemegahan aransemen live string dan brass section “The Crown” dari Queennara menjadi perwujudan keberanian, elegansi dan transformasi emosional.
Sebagai bagian dari USG Education, ekosistem pendidikan Internasional terpercaya di Indonesia, UIC College merupakan satu-satunya program pathway musik akademis berstandar internasional yang telah dijalani oleh Queennara. Melalui kurikulum BTEC dari Inggris, siswa dapat menempuh studi 1 (satu) hingga 2 (dua) tahun di Indonesia, sebelum melanjutkan studi ke universitas – universitas terkemuka dunia untuk meraih gelar sarjana.
Program Artist Development di UIC College of Music dirancang tidak hanya untuk mengasah keunggulan akademis dan keahlian praktikal, tetapi juga menumbuhkan ide-ide kreatif dan inovatif yang otentik. Ini adalah ruang di mana seniman muda seperti Queennara dipersiapkan untuk memperkaya industri musik, baik di dalam maupun luar negeri.
“Queennara adalah contoh nyata dari filosofi pendidikan kami: membentuk seniman yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga kuat dalam menyuarakan identitas dan nilai personalnya,” ujar Niluh Komang Aimee Sukesna atau biasa dikenal sebagai Aimee, Kepala Kampus USG Education BSD.
Dalam konser “The Crown”, Queennara membagikan kisahnya, sebuah perjalanan musikal yang ia racik sendiri selama menempuh studi di UIC College of Music. Bertema Empowerment, Elegance, and Emotional Transformation, konser ini menjadi deklarasi jati diri.
“The Crown” adalah simbol perjalanan saya sebagai perempuan, seniman, dan individu yang sedang belajar untuk berdiri tegak dengan cerita dan suara sendiri. Ini bukan semata soal status, tetapi tentang keberanian menjadi diri sendiri di dunia yang terus berubah. UIC College bukan hanya memoles saya untuk meraih cita-cita di industri musik, tapi juga membantu mewujudkan impian saya untuk mengembangkan pengetahuan hingga ke luar negeri,” ujar Queennara.

Konser ini menjadi puncak pencapaian Queennara selama belajar di UIC College BSD, memperlihatkan dedikasi dan perkembangan artistiknya. Sebelumnya, ia juga memukau publik melalui Junior Recital di ZODIAC Jakarta.
Kini dengan skala yang lebih besar, Queennara menggandeng musisi profesional dari band Asian Beat, serta tampil di hadapan tamu-tamu istimewa seperti produser musik, penyanyi, presenter TV, hingga figur publik dan pelaku industri kreatif lainnya.
Queennara, musisi muda dengan suara kuat, visi jujur, dan pesan berani, membawakan karya-karya musik pilihan yang mencerminkan perjalanan emosional dan kepekaan artistiknya. Dari soft rock ballads, cinematic pop, hingga alternative R&B, seluruh komposisi dikemas dalam aransemen live yang teatrikal dan menyentuh. Gedung Kesenian Jakarta, dengan keanggunan klasik dan akustik superiornya, menjadi panggung yang ideal untuk pertunjukan ini.
“The Crown bukan sekadar konser. Ini adalah cermin potensi besar generasi muda Indonesia di industri kreatif dunia,” ungkap Adhirama G. Tusin, CEO USG Education. “Melalui kurikulum berbasis industri dan pengalaman belajar dunia nyata, UIC College membekali siswa dengan lebih dari sekadar ijazah, kami membentuk karakter dan kesiapan untuk bersaing secara global.”
Program-program UIC College memang berfokus pada real-world learning: mulai dari produksi musik, kolaborasi profesional, penciptaan karya orisinal, hingga manajemen diri sebagai artis independen. Semua ini diajarkan langsung oleh para praktisi dan mentor berpengalaman.
“Yang membuat recital ini spesial bukan hanya kualitas musiknya, tapi juga keberanian artistiknya. Queennara membuktikan bahwa musik bisa menjadi tempat membagi rasa, ia menyampaikan cerita, emosi, dan refleksi dengan cara yang menyentuh,” ujar Irman F. Saputra, Koordinator Akademik UIC College Musik.

Dengan ribuan alumni yang kini berkiprah di berbagai belahan dunia, USG Education terus menjalankan misinya: membuka akses pendidikan internasional yang terjangkau, berkualitas, dan relevan untuk masa depan. Melalui program seperti TBI, UJC, Uniprep, UIC College, dan Unistart, USG Education membangun ekosistem pembelajaran menyeluruh, dari tingkat dasar hingga universitas luar negeri.
“Kami di UIC College percaya bahwa pendidikan seni bukan hanya tentang teknik, tapi juga tentang karakter, refleksi diri, dan keberanian mengekspresikan suara personal. Queennara adalah bukti nyata bagaimana siswa kami berkembang menjadi seniman yang otentik dan relevan,” tutup Aimee.
Melalui konser seperti The Crown, UIC College of Music menegaskan komitmennya untuk terus melahirkan generasi seniman Indonesia yang siap menginspirasi dunia melalui karya dan karakter, Karena di sinilah semua mimpi besar bermula.
iLive
Komunitas Salihara Gelar tari “Sloth Canon” bersama T.H.E dan Company 605
Published
5 days agoon
June 29, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Sebuah kolaborasi kelompok tari antara The Human Expression / T.H.E (Singapura) dan Company 605 (Kanada) mempersembahkan karya terbaru mereka dalam pertunjukan “Sloth Canon” pada 28-29 Juni 2025 mendatang.

“Sloth Canon” merupakan hasil gagasan dan koreografi dari Anthea Seah (T.H.E) dan Josh Martin (Company 605), dua figur penting dalam dunia tari kontemporer Asia dan Amerika Utara. Bersama lima penari dari berbagai latar belakang, Brandon Lee Alley, Haruka Leilani Chan, Chang En, Billy Keohavong, dan Rebecca Margolick, pertunjukan ini menafsirkan ulang pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kerja kolektif, tubuh, kecepatan, dan ilusi dalam masyarakat
Koreografi di dalam “Sloth Canon” menceritakan dunia paralel penuh absurditas yang dimasuki oleh para penari, di mana gerak tubuh menjadi representasi dari “ambisi” yang mengalami berbagai turbulensi. Ketika gelembung imajinasi mereka mulai mendekati dunia realitas, karya ini mengajak penonton memasuki dunia yang tidak stabil dengan pikiran magis yang kompulsif.
Sebagai kelompok seni asing, Indonesia menjadi negara pertama dalam tur mereka dan menampilkan karya “Sloth Canon”. Sebelumnya pentas ini perdana dilakukan di negara asal masing-masing kelompok yakni Singapura dan Kanada, Indonesia menjadi negara pertama di luar negara asal mereka–sekaligus wadah baru dalam mempertunjukkan karya seni lintas-benua ini.
“Ini adalah pertama kalinya saya mengenal istilah Komunitas Salihara. Kami sering menggambarkan tim “Sloth Canon” sebagai sebuah peradaban mikro, jadi datang ke komunitas Salihara terasa seperti peradaban yang melayang bertemu dengan peradaban lain yang berakar di ruang ini.

Kami benar-benar antusias bisa membawakan “Sloth Canon” di ruang dan budaya seperti ini, dan yang paling kami tunggu adalah kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan komunitas lain yang ada di sini.” ujar Anthea Seah, Koreografer T.H.E dalam merespons pertunjukkan mereka di Teater Salihara.
Hal serupa pun juga dirasakan oleh Josh Martin, Koreografer Company 605 saat ditanya bagaimana reaksi kelompok saat akan membawakan karya ini di Salihara. Menurutnya, pengalaman pertama di Indonesia ini membuat ia ingin bersinergi baik dari segi budaya, lingkungan, hingga ruang pertunjukan dalam mempersembahkan apa yang sudah mereka persiapkan untuk pertunjukan nanti.
“Sloth Canon” akan menemani akhir pekan pengunjung Salihara secara perdana. Untuk bisa menikmati pertunjukan ini, pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (Umum) dan Rp55.000 (Pelajar).
iLive
Skandal 310 Hadir Untuk Kembali Bangkitkan Kejayaan Musik Ska di Indonesia.
Published
6 days agoon
June 28, 2025By
iMusic
iMusic.id – Skandal 310 sebuah gerakan kolaborasi yang di gagas oleh tiga band Ska yaitu The Authentic , Noin Bullet dan Sindikat Lantai Dansa yang ingin kembali membangkitkan Kejayaan musik Ska di Tanah Air.

Tak hanya itu hadirnya Proyek Skandal 301 ini menjadi perlawanan terhadap stagnasi skena ska, serta upaya serius untuk memperkuat regenerasi di tengah perubahan cepat industri musik tanah air.
Terbentuknya project Skandal 310 menurut personil Sindikat Lantai Dansa saat mereka (Noin Bullet, The Authentic, dan Sindikat Lantai Dansa) waktu itu ketemu di sebuah acara, akhirnya mereka ngobrol -obrol dimana ada pemikiran melakukan pergerakan dalam membangkitkan kembali musik Ska di Indonesia.
“Ya udah kita coba ramukan. Dari nama sih belum kita sebut ya. Tapi yang jelas kita bergerak seperti apa sih. Ceritanya disini kita terdiri dari tiga band dan akhirnya kita putuskan kita punya misi mengerakkan Ska kedepannya tanpa aturan. Dari tiga band ini dengan satu visi dan tanpa aturan namanya apa ya. Ya udah kita namain 310. Nama 310 tapi kurang cocok kalau cuma 310 tanpa nama depan, ok blink aja ada 182, akhirnya depannya kita namain Skandal, Skandal 310,”ujar Iwan Bossman dari Sindikat Lantai Dasar saat jumpa pers di Glamz Antasari, Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Dengan mengusung semangat “satu nada, tiga generasi”, Skandal 310 mempertemukan kekuatan lintas usia dan pengalaman. Tiga band dari latar belakang berbeda bersatu untuk memperkenalkan ulang ska kepada publik—terutama generasi muda melalui pendekatan yang autentik, segar, dan eksploratif. Bukan hanya sekedar irama cepat dan tiupan klakson, tapi juga kebebasan berekspresi yang menjadi ciri khas ska.

Kekhawatiran akan stagnasi penikmat dan pelaku ska menjadi alasan utama tindakan proyek ini.
“Regenerasi skena ska berjalan lambat dan membutuhkan dorongan nyata. Maka dari itu, Skandal 310 juga turut membuka jalan bagi band-band muda seperti Orji , serta unit-unit ska baru dari berbagai daerah. Gerakan ini ingin memastikan bahwa ska terus tumbuh dari akar dan tidak sekadar menjadi nostalgia. ‘Kebetulan kan The Authentics aktif lagi jadi ada barengan nih di 310. Ya udah kenapa ga bareng.”kata Personel The Authentic Dawo.
“Kalo dilihat secara karakter 3 band ini berbeda. Setidaknya bisa kasih tahu ke publik, Ska itu banyak loh gak cuma yang sudah ada. Akhirnya ngobrol-ngobrol di WhatsApp ada Skandal 310.” ungkap Hadi Irhamsyah dari Noin Bullet.
Skandal 310 mendapat dukungan dari sejumlah merek lokal seperti D9, Toku dan Alder . Bersama mereka, proyek ini merancang tur keliling kota bertajuk “Jalan Turi” , yang akan menyambangi Karawang, Pekalongan, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya. Uniknya, di setiap kota, sistem “subnet” dibuka untuk memberi ruang tampil bagi band lokal, memperluas semangat regenerasi dan membangun jaringan ska yang lebih inklusif.

Langkah besar Skandal 310 tidak berhenti di panggung. Mereka juga tengah menyiapkan album kompilasi nasional yang akan memuat karya-karya dari para pendiri gerakan ini dan musisi ska dari berbagai penjuru Indonesia. Kompilasi ini dirancang sebagai dokumentasi hidup dan bukti bahwa ska Indonesia belum mati justru siap menyala lebih terang di masa depan.
Skandal 310 bukan sekadar proyek musik. Ini adalah gerakan lintas generasi, regeneratif, dan kolektif yang membawa harapan baru bagi masa depan musik ska Indonesia.
Gerakan ini Menginspirasi generasi muda untuk bermain, mencintai, dan melestarikan musik ska sebagai bagian dari identitas budaya dan ekspresi kolektif. Langkah ini bukan sekadar acara, bukan sekadar tur ini adalah gerakan. Sebuah bentuk perlawanan terhadap stagnasi. Sebuah ajakan untuk terus bergerak, agar skena ska Indonesia tetap hidup dan relevan. Tiga band, satu suara. Tidak ada yang lebih tinggi. Tidak ada yang lebih rendah. Semua setara. Semua bersuara. Semua bergerak bersama—karena dalam ska, kita equal. (EH)