Connect with us

iMovies

25 tahun berkarir, kisah Rossa diangkat ke layar lebar

Published

on

iMusic,id — Selama 25 tahun, Rossa telah memukau publik dengan suara merdunya yang khas dan pesonanya yang memikat. Namun, di balik gemerlap panggung hiburan, tersimpan kisah-kisah inspiratif dan perjuangan penyanyi bernama asli “Sri Rosa Roslaina Handiyani “yang tak terduga. Lika-liku kehidupan, perjuangan penuh tangis, kesedihan yang ia pendam sendiri, perjalanan emosional sang diva dan momen keemasan yang tak pernah terungkap sebelumnya akan terungkap dalam film dokumenter “All Access to Rossa 25 Shining Years“.

”Film dokumenter “All Access to Rossa 25 Shining Years” diproduksi oleh Inspire Pictures bersama Sinemaku Pictures dan Time International Films, disutradarai Ani Ema Susanti. Dalam film ini, Rossa juga menjadi produser eksekutif bersama Irwan D. Mussry, Prilly Latuconsina dan P. Intan Sari. Sementara Umay Shahab, Inarah Syarafina, Yahni Damayanti, Boy Rianto Latu bertindak sebagai produser.

Di balik pencapaiannya sebagai diva Indonesia, film “All Access to Rossa 25 Shining Years” akan menunjukkan Rossa yang juga sejatinya adalah manusia. Sebuah kesempatan untuk mengenal Rossa lebih dekat. Melihat sisi lain diva yang jarang diketahui, momen-momen penuh tangis dan perjuangan yang membuatnya menjadi pribadi yang kuat dan inspiratif.

Dalam film dokumenter yang menceritakan momentum 25 tahunnya berkarier di industri musik, “All Access to Rossa 25 Shining Years Years” secara khusus juga akan menghadirkan kisah-kisah di balik perjalanan konser tersebut termasuk orang-orang yang terlibat di balik layar dan para kolaborator, mulai dari Andi Rianto, Melly Goeslaw, Ariel, Afgan, Boy William, Lyodra, hingga Eka Gustiwana, dimana mereka memberikan sudut pandang mereka tentang sosok Rossa, baik sebagai diva di atas panggung, maupun sebagai ibu dan seorang wanita dalam kehidupan personalnya.

Dengan karier yang membentang panjang dan masih eksis hingga saat ini, tentu Rossa berhasil membangun puluhan jutaan fans yang sangat loyal dari berbagai kalangan usia, bahkan lintas negara. Lagu-lagunya selalu menemani momen jatuh cinta hingga patah hati. Temukan kisah menarik di balik lagu-lagu hits Rossa yang menemani perjalanan hidup banyak orang.

Bagaimana lagu-lagu tersebut diciptakan, apa makna di baliknya, dan bagaimana lagu-lagu itu merepresentasikan perjalanan hidup Rossa. Cerita juga akan dihadirkan melalui perspektif dari orang-orang terdekatnya, termasuk sang anak, keluarga, dan para sahabatnya di dunia musik.

“Setelah momentum konser 25 tahun yang sangat berarti, melalui film ini saya juga ingin membagikan kisah-kisah yang selama ini belum pernah saya bagikan ke banyak orang. Selama ini, saya mungkin dikenal sebagai sosok yang tidak pernah membagikan kesedihan atau menunjukkan apa yang sedang saya alami namun melalui film ini semoga penonton Indonesia bisa lebih mengenal perjalanan saya,” kata Rossa tentang film dokumenter “All Access to Rossa 25 Shining Years.

”Prilly Latuconsina, salah satu produser eksekutif film dokumenter “All Access to Rossa 25 Shining Years” dari Sinemaku Pictures menambahkan, ia merasa terhormat dipercaya untuk menjadi bagian dalam menyajikan karya dari sosok penting di industri musik Indonesia. Bagi Prilly, Rossa adalah inspirasi yang sesungguhnya bukan saja bagi perempuan tapi untuk semua kalangan.

“Rossa adalah sosok yang sangat menginspirasi saya dalam berkarya dan berkarier. Selalu memberikan yang terbaik dan bisa meninggalkan legacy. Sinemaku Pictures merasa bangga dan terhormat bisa dipercaya untuk terlibat dalam film dokumenter ini yang akan segera tayang di bioskop tahun ini. Semoga, kisah dari Rossa bisa menginspirasi kita semua,” kata Prilly Latuconsina.

Film “All Access to Rossa 25 Shining Years” juga mendapat dukungan dan apresiasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (Kemenparekraf). Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan dukungannya terhadap film “All Access to Rossa 25 Shining Years” yang menghadirkan sisi inspiratif dari sosok diva Indonesia, Rossa, dan bisa dijadikan pelajaran bagi para penonton dan para musisi pemula dalam bermimpi meniti karier panjang di industri kreatif khususnya di subsektor musik.

Melalui film ini, penonton juga bisa melihat bagaimana di balik kerja keras seorang musisi yang selalu menghibur di atas panggung. Menparekraf Sandiaga berharap film “All Access to Rossa 25 Shining Years” bisa meraih sukses dan diterima oleh penonton luas Indonesia dan juga di mancanegara. Nantikan informasi terbaru mengenai film dokumenter “All Access to Rossa 25 Shining Years” melalui akun Instagram @rossaconcert, @inspire_idn, dan @sinemaku.pictures.

iMovies

Film “Esok Tanpa Ibu” sajikan kolaborasi internasional

Published

on

iMusic.id – Setelah sukses menggelar penayangan perdana di Indonesia di JAFF20, film produksi BASE Entertainment, Beacon Film, Refinery Media, dan didukung oleh Singapore Film Commission (SFC) dan Infocomm Media Development Authority (IMDA), Film “Esok Tanpa Ibu” (Mothernet) merilis official trailer & poster yang mengharukan dan hangat.

Menggambarkan dinamika hubungan keluarga kecil Cimot atau Rama bersama kedua orangtuanya, official trailer “Esok Tanpa Ibu” menampilkan kedekatan anak remaja bernama Cimot (Ali Fikry) dengan Ibunya (Dian Sastrowardoyo). Semua kegelisahan dan keceriaan, selalu Cimot bagikan ke sang Ibu. Sementara, Cimot lebih memilih rapat-rapat menyimpan rahasia hidupnya dengan sang Bapak (Ringgo Agus Rahman). 

Namun, kejadian tragis membuat hari-hari bahagia Cimot berubah. Ibunya mengalami koma. Ia pun kehilangan kasih sayang yang selalu merangkulnya. Sementara hubungannya yang canggung dengan sang Bapak, justru semakin merenggang dan menimbulkan konflik relasi anak-orangtua. 

Lagu “Jernih” dari Kunto Aji dan “Raih Tanahmu” dari hara & Nosstres yang ada di official trailer “Esok Tanpa Ibu” juga mampu memberikan dimensi emosi yang semakin menyentuh. Momen dramatis terjadi saat Ibu yang tengah koma, kini kembali bisa berinteraksi dengan Cimot dan Bapak, namun dalam wujud kecerdasan buatan (AI). Mampukah wujud baru itu menggantikan kasih Ibu selamanya?

Di official poster, dengan indah ditampilkan Dian Sastrowardoyo, Ali Fikry, dan Ringgo Agus Rahman berbaring dalam sebuah taman bunga putih, dengan bingkai serupa layar gawai yang menjadi representasi film ini, antara kasih sayang yang tumbuh secara manusiawi dan imitasi yang mencoba mensubstitusi.

Disutradarai oleh sutradara Malaysia Ho Wi-ding dari naskah yang ditulis oleh Gina S. Noer, Diva Apresya, dan Melarissa Sjarief, film “Esok Tanpa Ibu” Ibu diproduseri oleh Shanty Harmayn dan Dian Sastrowardoyo. Film ini juga menjadi kolaborasi internasional. 

Selain Ali Fikry, Dian Sastrowardoyo, dan Ringgo Agus Rahman, film ini juga dibintangi oleh Aisha Nurra Datau dan Bima Sena.

Produser Shanty Harmayn mengungkapkan film “Esok Tanpa Ibu” melewati perjalanan yang cukup panjang. Dimulai dari ide yang dibawa oleh Gina dan Diva, film ini akhirnya siap tayang di bioskop Indonesia mulai 22 Januari 2026.

Ikuti perkembangan terbaru film “Esok Tanpa Ibu” melalui akun Instagram @base.id & @filmesoktanpaibu. Tonton film Esok Tanpa Ibu (Mothernet) mulai 22 Januari 2025 di bioskop Indonesia.

Continue Reading

iMovies

Tayang di 2026, film “Dalam Sujudku” hadirkan konflik tragis

Published

on

iMusic.id – Film drama keluarga terbaru yang dinanti-nantikan, Dalam Sujudku, secara resmi diperkenalkan melalui penayangan khusus yang diadakan oleh Project 69 di Queens Head Kemang, Jakarta, pada Jumat (12/12/2025).

Meskipun baru akan tayang serentak di bioskop seluruh Indonesia pada tahun 2026, antusiasme sudah terasa, terutama karena film “Dalam Sujudku” ini menjanjikan narasi yang sangat kuat dan dekat dengan realitas kehidupan sehari-hari, berpusat pada badai yang menguji fondasi sebuah rumah tangga.

Kisah “Dalam Sujudku” ini dengan lugas menyoroti bagaimana goncangan terbesar dalam hubungan suami istri dapat merusak kebahagiaan yang telah dibangun, memaksa pasangan tersebut untuk bergumul dengan keputusan sulit demi mempertahankan ikatan keluarga.

Inti dari cerita “Dalam Sujudku” ini berfokus pada dinamika kehidupan rumah tangga Farid, yang diperankan oleh Marcell Darwin, dan Aisyah, yang dibintangi oleh Vinessa Inez, sepasangan suami istri yang awalnya hidup harmonis bersama dua buah hati mereka. Titik balik dramatis terjadi ketika karir Farid menanjak pesat dan mengharuskannya pindah ke Jakarta, sebuah momentum yang seharusnya menjadi pencapaian namun justru menjadi pemicu keretakan. Di kantor barunya, Farid bertemu dengan rekan kerja, Rina (Naura Hakim), yang lambat laun memikat hatinya setelah sering terlibat dalam proyek kerja bersama, menciptakan sebuah chemistry terlarang yang mulai mengikis kesetiaan dalam pernikahannya.

Walaupun tak selalu mendampingi suaminya di Jakarta, Aisyah di rumah merasakan firasat kuat bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Farid, mengisyaratkan bahwa ikatan batin mereka masih terhubung meski jarak memisahkan. Sayangnya, kecurigaan Aisyah berujung pada kenyataan pahit, ketika Farid memilih untuk menikahi Rina, meninggalkan Aisyah dalam keadaan luka batin yang mendalam.

Vinessa Inez, yang memerankan Aisyah, menggambarkan peran ini sebagai tantangan emosional yang besar. Mengenai karakternya, ia menyampaikan, “Aisyah berusaha tegar meskipun hatinya diguncang situasi yang rumit. Aku ingin penonton bisa merasakan pergolakan itu, terutama saat ia harus berdamai dengan dirinya sendiri.”

Rico Michael selaku sutradara tertarik menjadikan alur yang rumit ini sebagai film drama yang kuat karena juga ingin menampilkan karakter Rina, orang ketiga, dengan latar belakang trauma psikologis yang mendalam, sehingga “penonton nggak sekedar ‘terima jadi’ karakternya sebagai perebut suami orang,” namun dapat memahami dimensi kemanusiaannya.

Rico Michael menegaskan bahwa film ini lahir dari keinginan untuk mengangkat cerita yang aktual dan relate dengan kehidupan masyarakat, sebuah komitmen yang akan ia lanjutkan pada proyek film berikutnya yang akan mengangkat isu teror video asusila di media sosial. Hal ini menunjukkan ambisi Project 69 untuk menyajikan karya yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memicu refleksi sosial.

Keunikan lain dari “Dalam Sujudku” adalah lokasinya yang beragam, meliputi Cimahi, Jakarta, dan Garut, yang turut memperkaya visualisasi dan nuansa cerita, menjauhkan kesan studio semata.

Meskipun judul dan posternya mungkin menyiratkan cerita drama religi, Rico Michael secara spesifik menjelaskan bahwa film ini tidak bermaksud menonjolkan aspek religius, melainkan lebih menekankan pada “usaha mempertahankan keluarga” dalam kondisi yang sangat sulit. Penekanan ini mengarahkan fokus cerita pada nilai-nilai universal tentang komitmen, pengorbanan, dan proses pemulihan. Salah satu adegan yang berhasil membalikkan emosi penonton adalah saat Farid merasakan frustrasi mendalam atas kehancuran keluarganya, momen yang sukses mengubah rasa gemas dan sebal penonton terhadap karakter tersebut menjadi rasa iba.

Sementara itu, Mamu Black Sweet sebagai pengarah musik memberi sentuhan emosional mendalam di film ini. Kontribusi Mamu Black Sweet dalam menggarap musik menjadi elemen krusial yang menyempurnakan atmosfer dramatis film ini.

Film “Dalam Sujudku” diperkuat juga oleh jajaran aktor ternama seperti Riyuka Bunga, Dominique Sandra, Chika Waode, Momo Mariska, hingga Dennis Adhiswara.

Continue Reading

iMovies

Film “Musuh Dalam Selimut” kisah cinta segitiga yang berbeda

Published

on

iMusic.id – Disutradarai Hadrah Daeng Ratu, film “Musuh Dalam Selimut” menghadirkan cerita tentang pengkhianatan yang muncul dari lingkar paling dekat, mengangkat fenomena yang kerap terjadi di kalangan anak muda dan pasangan pengantin baru masa kini, ketika sosok “teman” justru menjadi ancaman dalam rumah tangga.

Trailer “Musuh Dalam Selimut” memperlihatkan Gadis (Yasmin Napper) dan Andika (Arbani Yasiz) yang sedang membangun rumah tangga dengan rasa percaya yang tampak kokoh di awal. Namun kedekatan pertemanan yang masuk ke wilayah personal perlahan menggeser batas, terutama ketika Suzy (Megan Domani) semakin sering berada di pusat kehidupan mereka.

Hadrah Daeng Ratu menegaskan bahwa “Musuh Dalam Selimut” tidak berdiri sebagai kisah cinta segitiga konvensional. Menurutnya, penguatan latar karakter dan storytelling tiap tokoh menjadi kunci agar penonton memahami alasan di balik keputusan yang diambil setiap karakter.

“Background karakter yang kuat di “Musuh Dalam Selimut” menjadi penting agar penonton tahu alasan yang dilakukan oleh mereka. Kisah perselingkuhan bukan hanya sekadar cinta segitiga biasa, tapi menceritakan trauma-trauma yang dihadapi karakter dalam menjalani hidupnya setelah melewati banyak luka,” ujar Hadrah.

Ia menjelaskan, konflik inti film ini dibangun secara bertahap melalui kedekatan pertemanan yang terasa wajar terlebih dahulu. Dari sana, hubungan itu perlahan masuk ke dalam circle kehidupan tokoh utama, menanamkan berbagai informasi yang memantik kecurigaan hingga mendorong pencarian bukti tentang pengkhianatan yang terjadi.

“Dimulai dari membangun hubungan yang akrab dulu dari sebuah pertemanan, pelan-pelan sahabat itu masuk ke dalam circle kehidupan tokoh utama, membangun banyak planting informasi kecurigaan yang mengarah pada pencarian bukti kebenaran,” katanya.

Hadrah menambahkan, pada akhirnya penonton akan dibawa pada kejelasan posisi konflik, termasuk siapa yang protagonis dan siapa yang antagonis di penghujung cerita.

Poster resmi yang dirilis bersamaan dengan trailer mempertegas nuansa intim sekaligus mencekam, mengisyaratkan bahwa ancaman terbesar tidak selalu datang dari luar, melainkan bisa bersembunyi di balik kehangatan relasi yang selama ini dipercaya.

Dengan tensi psikologis dan emosi yang dibangun perlahan, Musuh Dalam Selimut menawarkan pengalaman menonton yang lebih berlapis tentang cinta, loyalitas, luka, dan batas pertemanan yang bisa berubah menjadi bencana.

Film “Musuh Dalam Selimut” ini akan tayang di bioskop mulai 8 Januari 2026.

Continue Reading