

iMusic
“Masia One” & “Jahwise Productions” Featuring “General Ling”.
Published
5 years agoon
By
iMusiciMusic – Penyanyi sekaligus penulis lagu yang berbasis di Singapore, Masia One dan produser Jahwise, siap untuk memulai tahun baru dengan merilis lagu “Not All That Glitters is Gold” menampilkan General Ling, yang akan dirilis pada 4 Februari melalui label rekaman Nusantara Records.
Berasal dari reggae namun memanfaatkan banyak pengaruh dari hiphop, pop dan soul, “Not All That Glitters is Gold” menawarkan pesan yang menyentuh, berbicara menentang kekerasan yang berbasis gender dan berbagi pengalaman dikehidupan yang sebenarnya yang melampaui lagu itu sendiri. Lirik – liriknya membahas tema – tema yang sulit seperti penampilan, pelecehan dan kekerasan seksual, dan juga mengajak orang – orang untuk berbicara mengenai perlawanan terhadap pelanggaran yang disebutkan.
Masia One mengatakan: “Lagu ini dibuka dengan lirik yang menggambarkan ‘serigala berbulu domba’, cerita dari lagu ini berdasarkan pengalaman kehidupan nyata selama tur saya di Australia pada tahun 2019. Nuansa pop dari sebuah bait yang ada di refrain Not All That Glitters is Gold, tidak semua yang bersinar adalah cahaya, mengingatkan kita bahwa segala sesuatunya tidak selalu seperti yang terlihat.
Sensasi reggae yang dihasilkan dari suara bass produksi Jahwise memberikan dentuman yang keras untuk merefleksikan kata – kata yang kuat yang dicuapkan. Bait ke 2 menggambarkan saat – saat penyerangan, lalu diakhiri oleh seorang artis tamu dan juga yang selamat dari penyerangan tersebut, General Ling, menambahkan suaranya ke bagian refrain sebagai pernyataan bahwa seseorang yang selamat dari pelecehan seksual akan didengar suaranya.
Pola suara drum berubah untuk ketiga kalinya di bait terakhir untuk mencerminkan perjalanan yang berubah, karena liriknya berharap keadilan akan dilayani. Refrain terakhir diakhiri dengan nada melankolis namun penuh harapan untuk mendorong kita semua untuk berbicara menentang pelanggaran dengan bernyany, “Saya tidak akan melakukan apa yang diperintahkan, jika apa yang diperintahkan tidak benar”. Suara – suara dilagu ini dipenuhi oleh emosi dan rasa sakit hati yang direkam tak lama setelah kekerasan seksual dilaporkan selama tur. Untuk proses akhir, Jahwise mengirim lagu ini ke Sao Paulo untuk di beri sentuhan akhir oleh Douglas Earl Studios.
Perilisan ‘Not All That Glitters Is Gold’ menampilkan Masia One berkolaborasi dengan para pendidik dan organisasi seni yang sejalan dengan pesan di lagu ini. Harapannya adalah untuk melibatkan para influencer yang dapat memimpikan konten yang kreatif dan merek – merek yang dapat mendukung lebih banyak lagi pembahasan mengenai topik – topik yang tabu. Tujuan kami adalah berbagi lebih banyak cerita, mematahkan stereotype dan membahas keselamatan dan kesejahteraan.
“Not All That Glitters is Gold” dirilis 4 Februari disemua platform digital.
Masia One adalah satu dari sejuta. Lahir di Singapura dan dibesarkan di Kanada, dia mendapatkan gelar di Amerika dan terinspirasi oleh pengalamannya di Jamaica. Sekarang, artis ini terhubung kembali dengan akarnya di Asia dan muncul kembali sebagai #FarEastEmpress.
Masia One adalah seniman, pengusaha dan duta budaya. Musiknya menembus dengung kehidupan, menginspirasi banyak orang untuk menguasai kehidupan mereka sendiri. Untuk memenuhi itu semua, Masia One memulai jalan yang tidak biasa untuk menjadi seorang rapper sejati setelah lulus dari sekolah arsitektur di University of Toronto.
Perjalanan antitesisnya membuka jalan bagi karyanya dengan artis papan atas dan produser terkemuka seperti Pharrell, John Frusciante, RZA (Wu-Tang Clan) dan Che Pope (Kanye West, Jay-Z, Lauryn Hill). Musiknya telah ditampilkan di serial Netflix Tiny Pretty Things, Snowpiercer, Wu Assassins, Altered Carbon dan lagu – lagu remix sebagai lagu trailer untuk film Fast & Furious 8. Masia One baru – baru ini telah ditunjuk sebagai direktur Generation Hiphop Singapura, sebuah inisiatif Hiphop global yang didirikan oleh Ndaba Mandela, cucu dari mendiang Nelson Mandela dan terus menggunakan musiknya sebagai kendaraan untuk menghasilkan perubahan yang positif.
Sementara Jahwise membuat nama di Melbourne, Australia sebagai sebagai pemain bass klasik untuk pertunjukkan utama reggae dan hihop dalam tur yang bertajuk ‘Down Under’ dan berbagi panggung bersama artis berbakat lainnya seperti Steel Pulse dan Anthony B, dan bertahan dengan bandnya yaitu Crown Heights (Marvin Priest) dan Natural Order. Produksinya berakar pada music reggae dan didorong pada instrument live yang sudah merilis Belly’s “Star” dan single yang akan segra hadir “Roots As I Am” yang juga menampilkan artis – artis internasional.
Ketika ditanya mengenai karyanya “Not All That Glitters is Gold”, Jahwise berkomentar “Saya ingin menyadarkan para pria di komunitas kami tentang pelecehan dan kekerasan seksual Ketika berbicara dengan teman – temannya. Saya berharap lagu ini dapat membuat pernyataan yang jelas bahwa perilaku demikian tidaklah dapat dietrima, dan sebagai seniman, kami adalah suara dari yang tidak dapat berbicara.”
Sedangkan General Ling pernah mewakili Singapura dalam kejuaraan dunia Beatboxing di Berlin, artis dengan nama lahir Elaine Lim, mengasah kemampuannya selangkah lebih maju untuk mengembangkan bakat musiknya dalam menulis lagu. Kata – katanya menggambarkan perjuangan, penindasan, dan ketekunan untuk menjadi sukses, maka lahirlah General Ling.
Dalam “Not All that Glitters is Gold”, pesannya melampaui sebuah lagu saat dia menceritakan kebenaran yang sulit, “Saya tidak pernah memikirkan kekerasan dan pelecehan berbasis gender sampai hal tersebut berubah bagi saya saat tur Melbourne, Australia.” Sebagai orang yang beruntung dan selamat, General Ling berharap untuk berbicara menentang tindak kekerasan seksual, dan mendorong lebih banyak orang yang selamat untuk berbagi cerita.
Usaha kami mencerminkan tujuan kampanye UN UNITE, dan bertujuan untuk memperkuat seruan untuk tindakan global untuk menjembatani kesenjangan pendanaan, memastikan layanan penting bagi para penyintas kekerasan selama krisis COVID-19, fokus pada pencegahan dan pengumpulan data yang dapat meningkatkan pelayanan keselamatan jiwa. Kami bercita-cita untuk bermitra dengan komunitas dan organisasi kami di lapangan secara regional untuk berbagi kampanye kesadaran ini sehubungan dengan dirilisnya Not All That Glitters is Gold.
Warna emas sering dikaitkan dengan kemewahan, status dan kesempurnaan, namun bagi banyak penyintas kekerasan seksual, sulit untuk berbicara karena takut akan dampak dari seseorang dengan status atau karena malu merusak reputasi yang ada. Reaksi seperti “Apakah anda yakin itu terjadi?” atau “Apa yang dia kenakan?” adalah tanggapan umum yang kami dengar dari banyak penyintas. Kami menggunakan warna emas dalam keterlibatan ini untuk mendidik bahwa apa pun profesi, status keuangan, atau reputasi yang sempurna, kami percaya para penyintas dan menegaskan bahwa kekerasan seksual bukanlah kesalahan korban.
Posting foto atau video dalam warna EMAS, untuk menyuarakan tentang kekerasan berbasis gender. Bisa berupa gambar untuk membantu menceritakan kisah anda, video berwarna emas yang mengungkapkan kebenaran anda, atau bahkan meme berwarna emas dengan ajakan bertindak bagi teman yang diberi tag untuk berdiri bersama anda dalam membela para penyintas. Bicaralah menentang kekerasan berbasis gender dengan kreativitas anda! (FE)

You may like
iMusic
Farell Kasela rilis single berbeda genre dari Ayahnya Ian Kasela
Published
4 hours agoon
September 13, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Industri musik Indonesia kedatangan wajah baru dari generasi muda, yaitu Farell Noviandhika putra kedua vokalis legendaris Radja, Ian Kasela. Farell yang biasa dipanggil dengan Farell Kasela resmi merilis single debut berjudul “Tetaplah Kau Jadi Milikku” pada tanggal 25 July 2025 lalu. Lagu ini diciptakan oleh Moldy dan diproduseri langsung oleh Ian Kasela dibawah bendera label Kasela Musik.

“Lagu ini bercerita tentang perasaan cinta yang tulus, tentang keinginan sederhana untuk tetap bisa bersama seseorang yang spesial. Dari awal dengar notasi lagunya, saya langsung merasa dekat dengan makna yang terkandung. Saya pikir, ini bukan cuma soal cinta romantis, tapi juga tentang bagaimana kita menghargai orang-orang yang berarti dalam hidup”, Jelas Farell Kasela.
“Musiknya sendiri saya coba hadirkan dengan nuansa yang lebih fresh, ringan, dan relevan buat anak-anak Gen Z yang mencari lagu pop bermakna, tapi tetap easy listening,” tambah Farell Kasela panjang lebar tentang musiknya dan alasan memilih “Tetaplah Kau Jadi Milikku” sebagai karya perdana.
Lebih lanjut, Farell Kasela menegaskan bahwa single ini memang menjadi tonggak awal kariernya. “Ini single pertama saya, dan sengaja saya pilih untuk rilis tepat di ulang tahun saya yang ke-17, karena saya ingin menjadikannya momen spesial. Rasanya kayak hadiah untuk diri sendiri, tapi juga bentuk persembahan untuk pendengar”.
“Sekarang lagunya sudah tersedia di semua platform digital Spotify, TikTok, Apple Music, YouTube Music, Deezer jadi siapa pun bisa menikmati. Saya excited banget menunggu reaksi dari teman-teman dan penikmat musik Indonesia,” katanya antusias.
Tak hanya sibuk didunia musik, Farell juga baru saja mengawali langkah akademisnya di Universitas Indonesia (UI).
“Saya bersyukur banget bisa masuk UI lewat jalur undangan. Bagi saya pendidikan tetap penting, meski passion saya di musik. Jadi sekarang saya sedang berusaha menyeimbangkan dunia akademis dan musik. Memang nggak mudah, tapi saya percaya keduanya bisa berjalan beriringan kalau kita punya komitmen,” ujarnya.
Menariknya, Farell mengaku sudah jatuh cinta pada musik sejak kecil, meski baru kini berani melangkah ke industri profesional.

“Saya sejak kecil sudah sering melihat bagaimana ayah saya berkarya, rekaman, manggung, berinteraksi dengan penggemar. Itu secara tidak langsung menular. Musik bagi saya bukan cuma hiburan, tapi cara untuk mengekspresikan diri. Setiap nada, setiap lirik, punya jiwa yang ingin saya sampaikan. Jadi meski baru debut sekarang, perjalanan ini sebenarnya sudah panjang sejak saya belajar gitar, vokal, sampai akhirnya rekaman,” tutur remaja yang kini berusia 18 tahun itu.
Farell juga menjelaskan alasan mengapa dirinya memilih genre pop RnB dalam karya perdananya, berbeda dengan jejak ayahnya yang identik dengan rock.
“Kalau dulu mungkin orang lebih kenal Farell Kasela dengan warna musik rock, tapi saat ini saya ingin hadir dengan sesuatu yang lebih ringan, lebih dekat dengan telinga generasi saya. “Tetaplah Kau Jadi Milikku” adalah pop yang lembut tapi tetap punya spirit. Saya ingin musik saya bisa jadi soundtrack untuk banyak anak muda yang lagi jatuh cinta atau bahkan berjuang mempertahankan cinta,” jelasnya penuh percaya diri.
Meski lahir dari keluarga musisi, Farell menegaskan bahwa ia ingin dikenal karena karyanya sendiri, bukan semata-mata karena nama besar ayahnya.
“Saya sadar banget orang mungkin akan bilang, ‘Oh, ini anaknya Ian Kasela’. Tapi saya ingin membuktikan bahwa saya bisa berdiri dengan karya saya. Saya berusaha totalitas dari sisi vokal, interpretasi, sampai promosi. Ayah saya sebagai produser lebih banyak jadi mentor, bukan pengarah yang mendikte. Justru beliau membebaskan saya untuk menemukan suara saya sendiri,” ucap Farell.
Dengan semangat baru, Farell berharap single debutnya bisa menjadi pintu pembuka untuk karier panjang di industri musik Indonesia.
“Harapan saya sederhana, semoga lagu ini bisa menemani banyak orang di momen-momen penting hidup mereka. Kalau orang bisa merasa terhubung dengan liriknya, itu sudah jadi pencapaian besar buat saya. Ini baru awal, dan saya berjanji akan terus belajar, terus berkarya, dan semoga suatu saat bisa memberi warna baru di musik Indonesia,” pungkasnya. Dan untuk MV dari lagu “Tetaplah Kau Jadi Milikku” ini akan segera tayang di channel youtube Farell Kasela.
Tambahan informasi buat teman-teman bahwa Farell juga sudah beberapa kali hadir diatas panggung besar dijakarta seperti acara musik synchronize fest hingga ke negara tetangga Malaysia sebagai featuring bersama band Radja.
iMusic
Maton Guitar Resmi di Indonesia, Gandeng Tohpati hingga The Overtunes Jadi Brand Ambassador
Published
3 weeks agoon
August 22, 2025By
iMusic
iMusic.id – Maton Guitar produsen gitar asal Australia yang melegenda dengan craftsmanship dan karakter tone khasnya, resmi melebarkan sayapnya di Indonesia pada tahun 2025 ini. Perusahaan ini konsisten memproduksi gitar akustik dan gitar elektrik dengan standar kualitas tinggi, memadukan kayu pilihan Australia dengan pengerjaan presisi. Suara hangat dan kuat yang dihasilkan Maton Guitar membuatnya digemari banyak musisi internasional, termasuk gitaris virtuoso Tommy Emmanuel.

Sebagai distributor resmi Maton guitar di Indonesia berada di bawah naungan Navanti Musika sebuah perusahaan yang lahir dari passion tiga penggiat musik & bisnis: Ivan Tandyo, Pongky Prasetyo, dan Harry Senlitonga. Untuk memudahkan akses para musisi, Navanti menunjuk Melodia Musik sebagai authorized dealer pertama.
“Industri musik Indonesia sedang berkembang pesat. Banyak musisi muda kita butuh instrumen berkualitas untuk mendukung kreativitas mereka. Maton hadir untuk menjawab kebutuhan itu. Kenapa akhirnya Maton Guitar, awalonya saya bilang, Abram, kalau mau beli Ampli Gitar dimana ? dia bilang harus ke Melodia, fun, gitu, udah paling top. Terus, akhirnya saya ke sini, nih, main ke atas. Saya beli Ampli namanya Godin. Keren banget, tuh, Ampli. Ampli di Alkosik, Gitar, bagus. Sampai saya tenteng ke Australia satu, saya beli lagi balik. Nah, saya balik lagi ke sini, tuh, saya bawa Meton, saya. Meton gitar yang saya beli di Australia. Saya main di atas, cuma tujuannya buat ngetes Ampli. Dan temen-temen dari Melodia, kru Melodia pada kelilingin saya, Mas, gitar apaan nih? Kok enak banget? Mas, gitar apa? Gitar apa? Sambil bingung. Masa lu gak tau Meton? Dari situ akhirnya otak bisnis muncul,” ungkap Ivan Tandyo, Co-Founder Navanti Musika saat Grand Launching Maton Guitar di Melodia, Jakarta, (Rabu (20/8/2025).

“Saya kontak David dan direspon. Waktu saya masuk pabriknya saya kaget. Saya melihat bagaimana gitar ini dibuat out of passion. It’s not commercial. This is passion for almost 80 years. Nah saya ini suka beli gitar. Dari dulu saya beli macam-macam. Tapi saya suka banget gitar. Saya udah pakai Taylor. Saya pakai Martin. Ini masih ada di rumah. Saya pakai Gibson, Trier, Hummingbird. Saya udah pakai semua. Waktu saya datang ke satu toko di sana, Australia. Namanya Acoustic Center. Terus ada orang ini memang pakar. Dia punya podcast tentang music segala macam. Saya tanya, eh… gue pengen ditambah koleksi buat so what do you think the best guitar dia nih acoustic center tuh lengkap sekali mungkin kayak melodianya gitu gede banget.” tambahnya.
Menurut David Steedman (Head of Maton Australia) Maton adalah bisnis keluarga, sekarang sudah memasuki generasi ketiga, didirikan oleh Bill, Vera, dan Reg May. Pada tahun 1946, Maton telah melewati generasi kedua, Linger dan Neville Kitchen, dan sekarang juga memasuki generasi ketiga, di mana saya berada di pihak yang sama. Saya bagian dari generasi ketiga karena ini adalah gitar buatan tangan keluarga di Australia, jadi gitar keluarga, buatan tangan di Australia.

“Dan sungguh luar biasa menyambut Indonesia ke dalam keluarga Maton. Terutama Navanti dan Melodian Music, serta semua orang di sini, memainkan peran kunci dalam meluncurkan produk kami di pasar Indonesia. Ivan dan seluruh tim Navanti berada di posisi yang unik untuk meraih kesuksesan dalam kemitraan ini. Mereka sebagian besar non-Indonesia. Lokasi mereka sebagian besar di Australia, dan hal itu memberi mereka wawasan yang luar biasa tentang apa yang kami lakukan dan bagaimana kami melakukannya.”ujar David
“Mereka terus-menerus mengunjungi pabrik kami untuk mempelajari apa yang kami lakukan dan bagaimana kami melakukannya. Mereka benar-benar mendalami segala hal yang terlibat dalam menciptakan gitar-gitar indah kami yang Anda lihat di sini. Mereka melihat kecintaan, teknik, dan masukan yang diberikan pada setiap gitar kami. Hal itu membantu mereka mewariskannya. Itulah yang kami lakukan.”katanya
Dalam debut Maton Guitar di indonesia mengandeng tiga Musisi Indonesia sebagai brand ambassador yaitu Tohpati, The Overtunes dan Sid Mohede. Kehadiran para musisi lintas generasi ini memperkuat pesan bahwa Maton Guitar tidak hanya untuk kalangan tertentu, tetapi untuk semua pecinta musik yang mendambakan instrumen otentik.

“Ada Beberap hal, pertama kebetulan kita kenal baik, dan juga kita nyakin kita mau mereka suka memakai produk kita. Kalau mereka gak suka kita gak mau paksain, . pertama mereka suka dan kedua mereka cocok dengan audiens kita ya akustik gitar,” ujar Harry Senlitonga Founder Navanti Musika.
Tahun ini Maton resmi tersedia di jaringan toko Melodia Musik dan saat ini baru 6 tipe dari 10 tipe yang akan masuk ke Indonesia. 6 tipe gitar Maton tersebut adalah Mini Maton, SRS Maton, 808 Maton, Performance Maton, Trobador Maton, dan EM 6 Maton, dengan rage harga 22 juta rupiah – 70 juta rupiah. (EH).
iMusic
Take Over X John Paul Ivan tampil lebih pop punk di album terbaru
Published
4 weeks agoon
August 19, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Take Over kembali merilis karya baru dalam format EP yang di beri judul “IV”. Masih mengusung brand Take Over X John Paul Ivan, judul “IV” ini merupakan penanda dari jumlah EP yang telah mereka rilis dan album ini adalah album ke empat dari Take Over X John Paul Ivan sepanjang karir mereka melepas karya.

“Ini adalah album ke 4 dari kita yang berformat EP / mini album setelah EP “Take Over” di 2019, yang berlanjut berlanjut ke EP kedua “V.2” di 2021 dan EP ketiga bertajuk “Treble” pada tahun 2023”, terang John Paul Ivan mewakili Take Over.
“Nama Take Over X John Paul Ivan sendiri kita pertahankan sebagai gimmick dan trademark kita di industri musik Indonesia”, tambah John Paul Ivan yang dikenal juga dengan nama JPI.
Memuat 5 track list lagu baru di album “IV” ini, John Paul Ivan (gitar), Joe (drum), Windy Saraswati (vokal), Cynthia Divka (bass) dan Bagus Wyet (gitar) mencoba konsep musik berbeda untuk bisa di terima oleh kalangan gen z,
“Di album ini Take Over X John Paul Ivan memainkan musik rock yang mengarah ke genre pop punk, hal ini kita lakukan bukan tanpa berbagai pertimbangan, kita sudah melakukan survey dan ternyata musik pop punk itu lah yang disukai gen z saat ini”, ujar JPI.

“Dari empat EP Take Over X John Paul Ivan semuanya memiliki perbedaan konsep musik. Walaupun kita tetap memainkan musik rock, tapi ada beberapa perbedaan dari mulai album pertama sampai keempat. Intinya kita memainkan alternative rock lah”, tambah JPI lagi.
Pada EP terbaru ini Take Over X John Paul Ivan memperkenalkan 5 lagu yaitu : “Aku Muak, Lestari Indonesia, Si Paling Benar, Stop” dan “Terbang Tinggi Garuda Ku” dengan lagu “Lestari Indonesia” di plot sebagai fokus single nya yang video musiknya sudah bisa disimak melalui channel Youtube Wave Music Records yang juga merupakan label mereka bernaung saat ini.
“Lagu “Lestari Indonesia” adalah lagu yang bertemakan nasionalisme dan kecintaan akan negara kita, kita harus tetap bisa memberikan vibe yang positif bagi semuanya, walau kita tau sikon Indonesia sebenarnya tidak dalam kondisi yang baik-baik saja”, tutur JPI.
“Perbedaan yang sangat kelihatan di EP ke empat ini adalah di album ini kita tidak menyisipkan lagu yang berirama slow / ballad, kita memberikan full lagu energik berdistorsi. Kita membalut musik yang sudah bernuansa pop punk tapi dengan isian musik yang dimainkan secara natural, bukan dengan isi-isian looping dan squencer”, terang JPI yang juga bertindak sebagai Produser, arranger dan quality control di proses mixing dan masteringnya.

Take Over bukanlah band baru, mereka adalah band alumni dari Rock Festival se lndonesia ke X (terakhir) tahun 2004 yang menyabet juara 2 dan juga meraih penghargaan vokalis terbaik atas nama vokalis saat itu, Damar Teguh. Berevolusi di tahun 2017 dengan mengganti konsep musik dan personelnya dengan masuknya Windy Saraswati sebagai vokalis dan lalu merilis single berjudul “Jangan Modus”. JPI lalu bergabung dan memproduseri tiga EP Take Over.
Di EP terbarunya ini Take Over X John Paul Ivan juga memperkenalkan energi baru di posisi bassis dengan merekrut Cynthia Difka (Geger) sebagai personil tetap.
“Cynthia sudah bergabung sejak akhir 2023, awalnya karena bassis yang lama mengundurkan diri, lalu saya mencari penggantinya dan saya pikir Take Over ini butuh tambahan personil yang wangi – wangi menemani Windy yang juga merupakan vokalis Geger, akhirnya pilihan jatuh ke Cynthia”, canda JPI.