iMusic – Pada 30 September 2019 dini hari lalu, Danilla Riyadi memberi kejutan. Tanpa banyak pemberitahuan sebelumnya, tiba-tiba penyanyi dan pencipta lagu asal Jakarta ini melepas sebuah mini-album berjudul Fingers di berbagai platform digital.
“Lebih enak yang langsung,” kata Danilla sambil tertawa. “Sengaja diluncurkan tanpa woro-wiri karena tujuannya adalah berbagi.”
Memang, lewat Fingers yang juga akan mulai dijual dalam format CD di Synchronize Festival pada 4 Oktober, lalu diedarkan oleh Demajors ke seluruh Indonesia Danilla ingin menuangkan keresahannya terhadap isu sosial dan kemanusiaan.
“Kebetulan saat itu keadaan di sekitar sedang panas, dan keresahan aku terhadap beberapa isu tersebut membuat aku melahirkan Fingers,” katanya.
Mini-album ini diberi judul Fingers karena, menurut Danilla, “aku pribadi suka sekali dengan jari tangan, dan entah apa yang terjadi dengan karya-karyaku kalau jari-jariku bermasalah.” Nama-nama jari juga dijadikan judul dari kelima lagu yang terdapat di Fingers. Danilla menjelaskan, “Semua lagu itu mewakili jari-jari tersebut. Misalnya, ‘Thumb’ dan ‘Pinky’ yang memiliki durasi lebih pendek dari lima lagu ini. ‘Index’ mewakili lambang telunjuk yang konon memiliki konotasi mengatur atau penguasa. ‘Middle’ adalah lambang jari tengah, di mana kita sudah seperti diperkosa oleh kehidupan. Lalu ‘Ring’ tak lain dan tak bukan tentang isu kebersamaan di negara kita.”Semua lirik di Fingers berbahasa Inggris, karena “entah mengapa saat membuat lagunya seolah-olah memang enakan dinyanyikan pakai bahasa Inggris,” kata Danilla.
Fingers juga menandakan pertama kalinya Danilla berperan sebagai pencipta lagu dan produser tunggal untuk sebuah kumpulan karyanya, serta memainkan semua instrumen. Ini disebabkan Lafa Pratomo, mitra andalan dalam perjalanan bermusik Danilla selama ini, tak bisa banyak terlibat seperti biasanya karena sedang sibuk dengan proyek rekaman lain. Maka Lafa menganjurkan Danilla untuk bekerja sendiri kali ini, dengan keterlibatan Lafa sebatas memberi bantuan teknis di studio, mengisi sedikit gitar di akhir lagu “Middle”, serta mengerjakan mixing. Proses rekaman pun berlangsung di Ruang Waktu Music Lab, studio rekaman yang dikelola Lafa. “Ruang Waktu itu seperti rumah saja. Yang utama adalah energi yang ada di sana sudah menyatu dengan badan,” kata Danilla.
Alhasil, Danilla mendapat kesempatan untuk berkreasi dengan lebih leluasa, namun tetap dalam lingkungan yang nyaman dan familier. “Ego terpenuhi semua. Untuk teknis aku percayakan sama Lafa dan Ruang Waktu Music Lab karena digarap di sana, namun dari segi kreatif aku bebas sekali bisa berbuat sesuka hati. Membuat album sendiri itu menyenangkan,” katanya.
Dengan demikian, tak dapat dipungkiri jika Fingers akan terdengar sedikit berbeda dibanding Telisik dan Lintasan Waktu. Tapi bagi yang sudi mencicipi suguhan ini, Danilla berharap, “Semoga yang mendengarkan mendapat siraman musik baru dan segar dari Fingers.” (FE)
iMusic.id – Semakin dewasa, semakin banyak belajar bahwa apa yang dilakukan selama ini tidak selalu berhasil, proses ini pasti dilewati banyak orang. Assia Keva merilis sebuah lagu dari pengalaman pribadi tentang hubungan dengan sang ayah.
Lagu ini bikin kita merefleksikan diri dan memulai membuka lembaran baru bagi siapa pun yang pernah mengalami retaknya hubungan karena miskomunikasi, atau mungkin karena ego tak terkendali.
Lagu berjudul “Can We Be Friends Again ?”, ditulis dan diproduseri oleh Pamungkas, Musisi dan Pelantun To The Bone, Kenangan Manis, Monolog.
Ditulis sebagai surat permintaan maaf yang jujur ditujukan untuk ayah, “Can We Be Friends Again?” berbicara tentang keinginan memperbaiki sebuah hubungan entah itu hubungan cinta, pertemanan, atau keluarga yang sempat hancur karena ketidaksiapan emosional di masa lalu.
“Kadang kita butuh waktu lebih lama untuk mengerti, butuh versi baru dari diri sendiri untuk bisa menghargai apa yang dulu kita abaikan,” ungkap Assia.
Lewat lirik yang reflektif seperti sedang melakukan percakapan, Assia Keva menghadirkan kehangatan yang membalut luka. Lagu ini menjadi semacam pelukan emosional bagi siapa pun yang pernah kehilangan seseorang karena pilihan yang disesali namun diam-diam masih menyimpan harapan untuk memberi ruang kedua.
“Lagu ini bukan tentang kembali ke masa lalu,” lanjutnya, “tapi tentang belajar menjadi versi diri yang lebih baik dan mungkin, membuka kesempatan kedua.”
Dengan “Can We Be Friends Again ?”, Assia Keva sekali lagi menunjukkan kemampuannya merangkum emosi kompleks dalam karya yang sederhana, jujur. (FE)
iMusic.id – Grup musik Elektronik Weird Genius kembali mengguncang industri musik dengan kolaborasi energik bersama rapper naik daun PB GLAS. Sebuah single yang menyuguhkan genre Hard Techno dengan gabungan elemen psytrance. Lagu ini memancarkan nuansa yang gelap, menghipnotis, sangar, dan agresif.
Diproduksi oleh Reza Oktovian, Eka Gustiwana, dan Roy Leonard dan ditulis oleh Natalia Phoebe (PB GLAS), ‘Witch Hunt’ menggambarkan seseorang yang diburu oleh masyarakat, mengekspresikan perkembangan emosi dari kesenangan, kegilaan, amarah, yang semuanya bercampur menjadi satu. Ide ‘Witch Hunt’ menurut PB berasal dari masa ketika perempuan dituduh, dan dituntut sebagai penyihir karena kebencian terhadap marginalisasi sosial & gender.
‘It’s a hunting game’, permainan berburu ini diungkapkan dengan lirik yang padat dan mengalir oleh PB GLAS, mendorong pendengar untuk ikut serta dalam permainan berburu yang disuguhkan dengan alunan musik bertempo tinggi.
Sudah menjadi tradisi bagi Weird Genius dalam mencari talenta baru dan berpotensi tinggi, dan kali ini, trio aneh tapi jenius ini menampilkan ‘PB GLAS’ sebagai kandidat yang memberikan warna baru dalam musik Weird Genius. Dengan memadukan aransemen berintensitas tinggi serta paduan vokal PB GLAS yang intens, menjadikan ‘Witch Hunt’ sebagai pernyataan arah baru mereka. (FE)
iMusic.id – Setelah merilis “Laut Biru” dan “If I Try” di tahun lalu dan awal 2025, Emma Elliott kini kembali mempersembahkan karya terbarunya single kelima bertajuk “BINGKAI”.
Lagu ini menjadi salah satu karya yang paling personal dan istimewa, karena telah dipersiapkan sejak tahun lalu, baik dari sisi penulisan, produksi, hingga penyusunan konsep visual.
“BINGKAI” diciptakan bersama musisi-musisi hebat yang turut memberi warna dalam proses kreatifnya. Yuli Perkasa (GME) berperan sebagai penulis lagu, sementara SO-IN (Cengar dan Faisal) bertindak sebagai music director. Proses vokal pun kembali dibantu oleh Kamga, yang menjadi vocal director sekaligus pengisi backing vocal, menjadikan hasil akhir lagu ini begitu emosional dan menyentuh.
“BINGKAI” adalah refleksi dari rasa kesepian dan kerinduan yang mendalam akibat kehilangan seseorang yang dikasihi baik itu pasangan, sahabat, maupun anggota keluarga. Lirik lagu ini ditulis secara sederhana namun kuat, dengan pengulangan yang mudah diingat dan mampu menggetarkan perasaan siapa pun yang sedang merindukan sosok tercinta.
Untuk melengkapi rilis lagu ini, “BINGKAI” akan hadir dalam bentuk lyric video dan music video yang dikemas dengan visual yang mendalam dan penuh makna. Konsep video disusun secara personal, menyesuaikan dengan isi dan nuansa emosional dari lagu ini.
Emma berharap visualisasi ini dapat memperkuat pengalaman mendengar, sekaligus menjadi ruang bagi pendengar untuk mengenang orang-orang terkasih dalam hidup mereka.
“Semoga lagu ini bisa menjadi ruang untuk kalian yang sedang merasakan kehilangan, dan semoga ‘BINGKAI’ bisa menjadi wadah bagi perasaan yang belum sempat diungkapkan,”
Tentang Emma Elliott
Emma Elliott adalah penyanyi dan penulis lagu asal Indonesia yang dikenal lewat karya-karyanya yang penuh emosi, lirik yang jujur, dan nuansa musik yang intim. Sejak debutnya, Emma telah merilis beberapa single seperti “Laut Biru” dan “If I Try” yang berhasil menyentuh hati banyak pendengar berkat kepekaan lirik dan kekuatan vokalnya.
Musik Emma banyak terinspirasi dari pengalaman personal, kisah cinta, kehilangan, dan refleksi diri. Ia juga dikenal aktif berkolaborasi dengan berbagai musisi dan produser tanah air, menunjukkan kecintaannya terhadap proses kreatif dan eksplorasi musik lintas genre.
Dengan suara khas dan pendekatan storytelling yang kuat, Emma Elliott terus membangun jejaknya sebagai musisi yang autentik dan relevan di industri musik Indonesia. (FE)