iMusic – Pandemi covid 19 seolah memaksa dunia untuk
beristirahat sejenak dari hiruk pikuknya. Semua sektor terkena imbasnya, Kondisi
ini direspon oleh band metal dari Solo, Down for life
dengan merilis single baru berjudul “Apokaliptika”. Kali ini dikemas dalam
video lirik yang akan ditayangkan secara resmi di Minggu tanggal 31 Mei 2020
di channel youtube Blackandje Records, label yang menaungi mereka.
Ini adalah single kedua setelah sebelumnya di akhir tahun
2019, down for life merilis video klip single pertama “Mantra Bentala”.
Kedua single ini menjadi bagian dari album keempat yang rencananya akan dirilis
di tahun ini juga.
Proses rekamannya terhambat karena mengikuti anjuran dari
pemerintah untuk mengurangi aktifitas di luar rumah dan bepergian antar kota.
Tapi hal ini tidak membuat band yang terbentuk di akhir 1999 ini berhenti
berkarya.
Proses rekaman single “Apokaliptika” sudah dilakukan bulan Oktober
tahun 2019 di Darktone Studio milik Blackandje Records di daerah Cijantung
Jakarta Timur. Lagu ini awalnya berjudul “Dead Shall Rise” yang
kemudian merespon kondisi yang ada, Stephanus Adjie mengusulkan untuk
merubah judul dan lirik dalam bahasa Indonesia agar lebih relevan.
Rekaman vokal baru dilakukan bulan Maret 2020 di studio yang
sama. Musik diaransemen oleh Rio Baskara dibantu oleh Isa
Mahendrajati, Muhammad ‘Abdul’ Latief dan Ahmad ‘Jojo’ Ashar.
Tapi karena kesibukannya Jojo digantikan Mattheus Amadeus Aditirtono
saat rekaman.
Sementara mixing digarap oleh Adria Sarvianto,
merangkap produser bersama Stephanus Adjie dan mastering dikerjakan Benitho
Siahaan. Secara sound “Apokaliptika” tidak jauh berbeda dengan single
sebelumnya dengan tetap melanjutkan eksplorasi sound.
Memadukan sentuhan sound metal modern dengan karakter
musik down for life itu sendiri. Aransemen musik lebih heavy dengan
balutan blasting drum yang rapat ,riff gitar menyayat, variasi vocal perpaduan
growl dan scream dan durasi lagu yang lebih panjang. Sementara video
lirik dikerjakan oleh Kereta Badja, sebuah tim kerja visual yang
berdomisili di Purwokerto. Mereka juga sering menggarap video lirik
untuk records label Amerika, Unique Leader Records.
Visualisasinya berdasarkan artwork karya Jahlo Gomes.
Video lirik diambil sebagai opsi terbaik saat ini karena kendala teknis untuk
melakukan syuting. Juga untuk lebih mengenalkan lirik dari “Apokaliptika” itu
sendiri. Meski maknanya dikembalikan kepada persepsi masing – masing.
Tanggal 31 Mei 2020 dirasa adalah saat tepat untuk merilis
single ini karena akhir bulan sesuai dengan “Apokaliptika”. Berbarengan dengan
dirilisnya video lirik single dikanal youtube blackandje records, ini juga
dirilis merchandise berupa t-shirt, hoodie, topi dan lain
lain oleh Blackandje.
Sementara artworknya sama cengan visual di video
lirik, dikerjakan oleh Jahlo Gomes, artworker dari Solo. Single kedua
ini menjadi semacam pembuka dari kotak pandora album keempat down for life.
Bersiaplah menyambut perubahan peradaban Bersama “Apokaliptika”. (FE)
iMusic.id – Mitty Zasia, penyanyi dan penulis lagu asal Indonesia yang pernah merilis lagu berjudul “Yang lainBoleh Hilang Asal Kau Jangan” sudah cukup lama menjadi perantau di Jogjakarta merilis sebuah single yang melibatkan Fanny Soegi sebagai kolaboratornya.
Single baru yang berjudul “Untuk Perempuanku Di Cermin” adalah lagu yang ia daulat sebagai single kedua dari album keduanya berjudul “Nanti Malam Ku Pikir Lagi” yang sudah dirilis pada Oktober 2024 lalu oleh Mitty Zasia.
Lagu “Untuk Perempuanku Di cermin” ditulis oleh Mitty Zasia sebagai bentuk dari usaha untuk mendokumentasikan banyak hal yang ia rasakan selama di perantauan. Apa yang Mitty rasakan selama perantauan coba dirangkumnya dalam sebuah karya.
Menurut Mitty Zasia, beberapa pemicu sederhana kerap memancing rindu bagi seseorang yang sedang ada di perantauan. Di antaranya seperti aroma masakan ibu, kehangatan obrolan di ruang keluarga, puasa pertama bersama orang tua dan masih banyak lagi. Hal – hal al tersebut kerap menjadi alasan bagi mereka yang sedang berada di perantauan ingin segera kembali pulang. Namun sayangnya, tak semua orang yang berada di perantauan bisa dengan leluasa untuk bisa pulang.
Banyak faktor yang membuat para perantau sukar untuk kembali ke kampung halaman walau hanya sebentar. Mulai dari jarak yang begitu jauh, alasan ekonomi, waktu yang dimiliki tidak begitu luang dan lainnya. Dan hal itu tentunya bukanlah sesuatu yang mudah untuk bisa diterima oleh mereka yang kini sedang berada jauh dari kampung halaman. Mitty Zasia sendiri sudah sejak tahun 2014 sudah meninggalkan tempat kelahirannya di Kotamobagu, Sulawesi Utara
“Apalagi ketika bulan puasa seperti ini, ada momen yang sangat aku rindukan bersama keluarga di sana. Seperti sahur dan puasa pertama bersama mereka (keluarga). Mungkin itu sederhana, tapi aku sudah bertahun-tahun tidak bisa merasakan momen sederhana itu bersama keluarga di sana. Mungkin hal ini juga dirasakan oleh para perantau sepertiku,” ungkap musisi yang kini bermukim di Yogyakarta itu.
Berkaitan denga pemilihan Fanny Soegi sebagai kolaborator dalam lagu “Untuk Perempuan Di Cermin”, Mitty menjelaskan bahwa ini didasari ketika ia mendengar hal – hal yang Fanny kisahkan dalam sebuah podcast bersama Soleh Solihun. Dari berbagai macam perasaan yang ia rasakan bersama lagunya tersebut, Mitty merasa bahwa lagu “Untuk Perempuan Di Cermin” harus ia bawakan bersama Fanny Soegi.
“Ketika aku menonton podcast tersebut, aku benar-benar merasa perasaan yang ada di dalam lagu ini harus dibawakan sama aku dan juga Fanny. Belum lagi, Fanny juga ternyata sama-sama merantau seperti aku,” pungkasnya.
Untuk lebih mengenalkan single ini sendiri, Mitty Zasia bersama Fanny Soegi merilis video lirik dan juga tayangan live session lagu “Untuk Perempuanku Di Cermin” di kanal Youtube Mitty Zasia, dan resmi dirilis pada hari ini, Jumat (7/3/205) lalu.
“Untuk Perempuanku Di Cermin versi live session sendiri direkam secara langsung di Studio Kuaetnika, studio yang ada di dalam komplek Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, salah satu pusat budaya bersejarah di Yogyakarta. Dalam live session untuk lagu ini, selain melibatkan Fanny Soegi, aku pun melibatkan beberapa nama musisi lain, salah satunya adalah Ronie Udara dan dari sisi visual, aku pun berkolaborasi dengan Mas Bagus Kresnawan bersama teman-temannya di GAS!,” jelas Mitty.
Fanny Soegi yang diajak kolaborasi oleh Mitty mengaku senang bisa terlibat dan mendapatkan banyak manfaat,
“saya mendapatkan sudut pandang lain ketika ia menjadi seorang perantau. Di mana ia bisa menemukan orang-orang baik yang bisa saling menguatkan. “Merantau itu seru. Kita bisa bertemu teman yang sama-sama merantau dan saling menguatkan. Buatku, ternyata arti kata merantau tidak seburuk itu,” ucap Fanny.
Selain itu, lagu “Untuk Perempuanku Di Cermin” yang ditulis oleh Mitty, bagi Fanny memiliki pesan yang sangat bagus. Karena lagu ini bisa memberi kekuatan dan juga menjadi obat rindu bagi para perempuan yang memilih keluar dari zona nyamannya.
“Melalui lagu ini aku ingin menyampaikan, bahwa seseorang yang datang dari jauh pun bukan cuma sekadar untuk bermain-main dengan waktu, berharap pulang nanti akan membawa sesuatu. Walaupun rasa rindu atau kesendirian di tempat jauh sangat menyiksa, ada cinta dari diri sendiri dan cinta yang terkasih menguatkan. Peluk erat,” tutup Fanny.
iMusic.id – Setelah sukses dengan single “Pura PuraTerluka” bersama Mr Botak, Stand Here Alone kembali merilis single baru dalam rangkaian album Nusantara yang semakin memperkaya eksplorasi musikal mereka.
Kali ini, Stand Here Alone, band pop punk asal Bandung tersebut berkolaborasi dengan seorang musikus yang selama ini lebih dikenal di ranah folk. Namun, ia sendiri meyakini bahwa karyanya melampaui batasan genre tersebut, Ia adalah Iksan Skuter, sosok yang dalam repertoarnya kerap mengangkat berbagai isu, mulai dari politik, sosial, hingga romansa.
Lagu berjudul “Kita Semua Saudara” lahir dari kegelisahan bersama, hasil diskusi panjang yang kemudian terwujud dalam melodi dan lirik yang penuh makna. Stand Here Alone merasa tidak ada figur lain yang lebih tepat untuk diajak berkolaborasi selain Iksan, yang dikenal dengan kemampuannya mengejawantahkan perbedaan secara jelas dan gamblang, dalam gaya khasnya yang reflektif namun tetap membumi.
“Kami ingin lagu ini lebih dari sekadar karya musik. Kami ingin ada pesan yang tersampaikan, dan Iksan memiliki pendekatan unik dalam mengartikulasikan keresahan menjadi sesuatu yang dapat diterima oleh banyak orang,” ujar Mbenk, vokalis Stand Here Alone.
Dengan karakter musikal Stand Here Alone yang penuh energi berpadu dengan warna khas Iksan Skuter yang mendalam dan kontemplatif, “Kita Semua Saudara” menghadirkan dinamika yang segar.
Lagu ini bukan sekadar narasi, tetapi juga refleksi tentang bagaimana keberagaman sudut pandang dapat berpadu dalam harmoni. Lebih dari itu, lagu ini diharapkan mampu menginspirasi pendengarnya untuk hidup berdampingan dalam keberagaman, menghargai perbedaan suku, ras, dan agama sebagai kekuatan, bukan pemisah.
Single Kita Semua Saudara sudah dapat dinikmati di berbagai platform streaming mulai Maret 2025 ini.
iMusic.id – ‘Hunian’, sebuah group musik asal Jogjakarta baru saja hadir perkenalkan single ketiga berjudul “Potret Kecil”. Lagu ini memuat tema tentang peran seorang Ayah dalam tumbuh kembang seorang anak laki-laki.
Trio Ghozi, Elang dan Ancal yang tergabung dalam ‘Hunian’ ini memang acapkali membuat lagu dengan lirik – lirik yang bercerita tentang kehidupan yang merekam tentang romantisme – romantisme keakraban di lingkungan terdekatnya.
Mewakili ‘Hunian’, Elang menganggap single ketiga yang dirilis ini sebagai implementasi diri yang relate dengan tema dan lirik lagu “Potret Kecil” itu sendiri. Elang juga mengatakan bahwa cepat atau lambat seorang anak laki-laki yang berani akan segera menemukan jalannya sendiri.
“Aku menggambarkan diriku sendiri sebagai anak laki-laki pasti akan lepas dari orang tuaku untuk memilih jalan ku sendiri, Sedangkan ketika aku sudah punya anak, seolah aku melihat diriku yang tumbuh, berkembang, dan melangkahkan kaki untuk bergerak menjadi dewasa.” Terang Elang dari ‘Hunian’.
“Ketika seorang anak sudah bisa menentukan langkahnya sendiri, sebagai orang tua pastilah memberikan dukungan, doa, dan nasihat yang baik. Orang tua tak akan mengharap kembali, kasihnya tak terhingga sepanjang masa, Biarlah “Potret Kecil” menjadi doa setiap langkah dan napasnya. Barangkali hidup adalah doa yang panjang’, Tutur Elang.
Pada produksinya, di single “Potret Kecil”, posisi drummer dibantu sepenuhnya oleh Rizky Alan. Seperti single – single sebelumnya, penyelaras akhir dan finalisasi “Potret Kecil” dikerjakan oleh Ardha Buzzbanditz di Neverland Studio.
Tak hanya merilis single saja, Hunian juga merilis video klip di kanal You Tube resmi mereka. “Potret Kecil” ini juga mengakhiri trilogi single sebelumnya yaitu “Kota Besar”, “Bermuara” dan kemudian akan menjadi jembatan menuju album yang akan dirilis beberapa bulan lagi.
‘Hunian’ menjadikan “Potret Kecil” sebagai debut video klip di kanal YouTube resmi mereka. Video klip yang rencananya akan dirilis pada tangga 21 Maret 2025 ini memvisualisasikan lirik – lirik dari single ketiga mereka tentang hubungan orang tua khususnya ayah dengan anak laki-laki.
Video klip yang dibintangi oleh Arif Putranto sebagai seorang ayah dan Panji Firdaus sebagai seorang anak laki-lakinya ini jelas sekali memperlihatkan kota di mana band ini tumbuh dan berkembang. Di Yogyakarta juga diceritakan sebagai titik loncat pertama sang anak untuk mencapai cita-citanya di kota yang ingin ia tuju.
Processed with VSCO with a10 preset
“Ini menjadi video klip pertama yang kita buat. Secara produksi juga kami mandiri dan dibantu oleh teman-teman kami yang juga masih sering nge-band bareng,” kata Ghozi sang vokalis.
“Sejatinya sebuah grup band, karya yang pasti dimiliki selain audio adalah visual,” Ancal menambahkan.
Di setiap detik – detik di video klip ini juga diperlihatkan kilas balik saat sang anak laki-laki tumbuh dan berkembang. Momen hangat dan hampa bisa dirasakan bagi siapapun yang menontonnya, entah seorang ayah, anak laki-laki, atau mereka-mereka yang berperan sebagai orang tua dan anak.