iMusic
– Wali band merilis single terbarunya yang berjudul “Lamar Aku”. Lagu tersebut
dirilis bertepatan dengan usia 20 tahun Wali yang jatuh pada 31 Oktober 2019
ini. Bagi Wali, single ini menjadi semacam perjalanan balik ke titik awal saat
mereka menghasilkan hits mellow seperti “Dik”, “Baik-baik Sayang”, “Doaku
Untukmu Sayang”, dan lain sebagainya.
Formula
“Lamar Aku” ini tercetus dari banyaknya permintaan para penggemar yang datang
kepada Wali, terutama lewat media sosial. Mereka meminta, bahkan berharap agar
Wali kembali membuat lagu-lagu mellow seperti di album-album awal band
itu.
Memang
dalam beberapa tahun terakhir ini, Wali banyak melakukan lompatan dalam
berkarya. Apoy dan rekan-rekannya di Wali misalnya, lebih suka melakukan
eksplorasi bunyi-bunyian dalam berkarya. Lagu-lagu yang diciptakan pun bertempo
upbeat dengan nada-nada tinggi dan berkonsep jenaka. Sebut saja seperti lagu
“Nenekku Pahlawanku”, “Cari Berkah”, “Doa’in Ya Penonton”, “Bocah Ngapa Yak”,
“Matanyo”, dan “Kuy Hijrah”.
“Intinya
mereka meminta lagu-lagu mellow. Kita tampung aspirasi tersebut dan terjemahkan
di lagu ini. Kita kembali ke lagu-lagu awal Wali yang minimalis, sederhana, to
the point, permainan piano sederhana, Faank juga nyanyi sederhana,” terang
Apoy, gitaris dan pencipta lagu-lagu Wali.
Sama
halnya dengan lagu-lagu Wali yang lain, single “Lamar Aku” pun lahir dari
fenomena yang ada di tengah masyarakat. Apoy menyebut, lagu ini lebih pas
didedikasikan bagi kaum Hawa. Selama ini, perempuan paling sering jadi korban
gombal lelaki. Mereka dipacari, tapi belum tentu dilamar atau dinikahi
“Perempuan
itu jangan diberikan janji terus. Jangan kampanye, tapi tidak ditepati
janjinya. Kalau serius, buruan lamar. Jangan dikasih kata-kata manis terus.
Perempuna ingin bukti, bukan janji,” tambah Apoy.
Lantas,
ada-tidak kendala Wali kembali dengan konsep awal mereka bermusik? Apoy
menjelaskan, untuk gitaris atau pemain keyboard Wali, selama apa usia dan
rentang waktu, akan relatif stabil. Namun, beda dengan vokalis karena pasti
dipengaruhi usia. Tapi alhamdulillah, saat ia mendirect Faank, tidak banyak
kesulitan.
“Hebat
dia. Dia bisa dan nggak pernah berubah. Padahal sudah lama dia nggak nyanyi
begini,” puji Apoy kepada Faank.
Faank
sendiri mengaku bahwa membawakan lagu dengan teknik melow seperti masa awal ia
menyanyikan lagu-lagu Wali, bukan perkara gampang. Selain karena faktor usia,
ia juga sudah terbiasa menyanyikan lagu-lagu Wali dalam tempo cepat. Untuk itu,
ia berusaha secara maksimal menghayati lagu “Lamar Aku” seperti yang diminta
Apoy sebagai pencipta lagu.
“Perbedaannya
terasa banget. Dulu lepas. Sekarang lebih hati-hati. Saya juga bersyukur ada
Apoy yang punya lagu, jadi bisa dibantu untuk menterjemahkan isi lagu,” jelas
Faank.
Wali
adalah salah satu band fenomenal di Indonesia. Lewat karya-karyanya, band yang
terbentuk pada tahun 1999 itu mencuri hati para penggemarnya, termasuk
mencatatkan beragam penghargaan di industri musik Indonesia dan di beberapa
negara tetangga. Dalam berbagai rekor juga, MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia)
telah dianugerahkan kepada Wali.
Di
balik keberadaan mereka sebagai anak band, Wali yang beranggotakan Apoy (gitar
dan pencipta lag-lagu Wali), Faank (vokalis), Ovie (keyboard) dan Tomi (drum)
juga menjadikan lagu-lagu mereka sebagai medium berbagi kebaikan. Selain Wali,
band dengan konsep musik semacam ini di era milenial hampir tidak ada.
Mudah dipahami kenapa lagu-lagu Wali selalu disisipi semangat religiusitas. Personil band ini memang memiliki latar belakang sebagai anak-anak pesantren. Meski lagu-lagu mereka cukup kuat membawa pesan moral, Wali tidak memberi kesan menggurui penikmat musik mereka. Lagu-lagu cinta Wali tetap diterima secara universal. Tahun ini, Wali genap berusia 20 tahun. (FE)