Connect with us

iTalk

FESMI dan PAPPRI Ajukan Amicus Curiae ke MA dalam Kasus Hak Cipta Agnes Monica Demi Menjaga Ekosistem Musik dari Putusan Kontroversial.

Published

on

iMusic.id – Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) resmi mengajukan Amicus Curiae setebal 35 halaman ke Mahkamah Agung (MA) hari ini (19/3) terkait kasus sengketa hak cipta antara Agnes Monica dan Ari Bias. Kasus dengan nomor perkara 92/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2024/PN Niaga Jkt. Pst yang sebelumnya telah diputuskan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kini memasuki tahap kasasi di MA.

“Agar Majelis Kasasi dalam perkara a quo mengadili sendiri perkara tersebut dan menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Penggugat/Termohon Kasasi melawan Tergugat/Pemohon Gugatan dan Turut Tergugat,” tulis salah satu rekomendasi yang terdapat dalam Amicus Curiae tersebut.

Dalam pengajuan Amicus Curiae ini, FESMI diwakili oleh Ikang Fawzi selaku Wakil Ketua Umum, sementara PAPPRI diwakili oleh Tony Wenas sebagai Ketua Umum. Kedua organisasi menilai bahwa putusan Pengadilan Niaga perlu dikoreksi karena berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum yang merugikan ekosistem musik Indonesia.

Dampak Putusan dan Kepentingan Industri Musik

FESMI dan PAPPRI menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar membela Agnes Monica sebagai individu, tetapi lebih kepada menjaga keseimbangan hukum dalam industri musik.

“Ini bukan soal satu artis, tetapi soal ekosistem musik secara keseluruhan. Jika putusan Pengadilan Niaga ini menjadi preseden, maka sistem hukum hak cipta kita bisa menjadi kacau. Harus ada koreksi agar tetap dalam jalur yang sehat dan berorientasi pada kepentingan bersama,” ujar Panji Prasetyo, Direktur Hukum FESMI.

Sementara itu, Marcell Siahaan, Ketua Bidang Hukum DPP PAPPRI, menekankan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum refleksi bagi seluruh pelaku industri musik.

“Kasus Agnes ini membuka mata kita tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam ekosistem kita, seolah menjadi momentum untuk kita kembali menentukan prioritas kita, yaitu berekonsiliasi untuk kemudian bahu-membahu menjaga keseimbangan ekosistem ini agar tetap kondusif, produktif, dan tentunya: waras dan bermartabat,” tegas Marcell.

Menurut FESMI dan PAPPRI, jika putusan ini tidak dikaji ulang dan dibiarkan menjadi yurisprudensi, hal ini dapat mengganggu sistem royalti yang selama ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para musisi, pencipta lagu, produser, dan seluruh elemen dalam industri musik yang bergantung pada sistem distribusi royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula dari gugatan Ari Bias terhadap Agnes Monica, di mana Ari Bias mengklaim bahwa lagunya digunakan dalam konser tanpa izin dan menuntut ganti rugi sebesar Rp1,5 miliar. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian memutuskan bahwa Agnes Monica telah melakukan pelanggaran hak cipta.

Putusan ini menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan pelaku industri musik karena dapat mengubah sistem royalti yang telah berjalan. Oleh karena itu, FESMI dan PAPPRI berharap agar Mahkamah Agung mempertimbangkan aspek yang lebih luas dalam putusan kasasi ini untuk memastikan keadilan bagi seluruh ekosistem musik Indonesia.

Beberapa Poin dalam Amicus Curae

Keberadaan pengaturan mengenai tata kelola penghimpunan dan pendistribusian Royalti musik secara kolektif dengan menggunakan sistem blanket licenses melalui Lembaga Manajemen Kolektif merupakan salah satu terobosan yang dihadirkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai perwujudan dari upaya sungguh-sungguh negara dalam menjamin kepastian hukum dalam melindungi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemegang Hak Terkait, di mana telah diatur lebih lanjut pula dalam peraturan-peraturan pelaksanaan hingga ke tingkat Keputusan Menteri.

Pasal 23 Ayat (5) yang meniadakan kewajiban meminta izin kepada Pencipta untuk melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan dengan kewajiban untuk membayar Royalti untuk Pencipta melalui LMK merupakan pengecualian atas Pasal 9 Ayat (3) yang melarang siapapun melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan tanpa seizin Pencipta. Dengan ditiadakannya kewajiban untuk meminta izin kepada Pencipta tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa izin untuk melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, di mana pemberian Kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait kepada LMK untuk melakukan penghimpunan dan pendistribusian Royalti merupakan bentuk penerimaan Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait terhadap diberikannya izin oleh Undang-Undang tersebut.

Penyanyi yang membawakan atau menampilkan sebuah lagu dalam suatu pertunjukan yang bersifat komersial dan menerima bayaran atau fee atas penampilannya tersebut adalah merupakan Pelaku Pertunjukan dan bukan penyelenggara pertunjukan, sehingga tidak dapat dianggap sebagai pengguna dalam konteks Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan dan oleh karenanya tidak berkewajiban dan bertanggung jawab untuk membayarkan Royalti untuk Pencipta. Prinsip ini konsisten dengan pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta berikut peraturan-peraturan pelaksanaannya, di mana pengguna secara komersial Ciptaan dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dibagi lebih lanjut ke dalam 14 (empat belas) sektor usaha, di mana tarif royalti untuk masing-masing sektor, khususnya konser, diperhitungkan berdasarkan informasi bisnis yang hanya dapat diakses oleh penyelenggara pertunjukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyelenggara pertunjukan-lah yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk membayar Royalti kepada Pencipta, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya oleh penyelenggara pertunjukan dengan Pelaku Pertunjukan.

Hak cipta dan hak ekonomi berikut sengketa yang terkait dengan kepemilikan serta pelanggaran atas hak-hak tersebut berada di ranah keperdataan/hukum privat, sedangkan sanksi pidana denda yang terdapat pada ketentuan pidana berada di ranah hukum publik, di mana denda tersebut berfungsi untuk mengembalikan posisi dan kepentingan publik yang dilanggar. Gugatan ganti rugi atas terjadinya pelanggaran Hak Cipta harus dihitung secara finansial berdasarkan kerugian yang nyata, di mana pihak yang menuntut ganti rugi harus dapat membuktikan kerugian yang dideritanya dan adanya sebab-akibat antara kerugian yang timbul dengan perbuatan yang dilakukan oleh tergugat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penetapan jumlah ganti kerugian dengan mengacu pada sanksi pidana denda adalah merupakan suatu kekeliruan. (FE)

iTalk

Sukses Gelar Program ‘ASIK, HARI MUSIK!’, FESMI Tutup Rangkaian Acara di Anjungan Sarinah, Jakarta.

Published

on

iMusic.idFederasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) menutup rangkaian acara “Asik, Hari Musik” Aktivitas Musik Edisi Spesial Hari Musik Nasional 2025 di Anjungan Sarinah, Jakarta. Sebanyak delapan singer & songwriter independen yang dikurasi dari 30-an submission untuk membuka panggung malam tadi.

Mereka adalah Adrian Setiawan, Bagus Bhaskara, Caecillia, Egi Virgiawan, Kabar Burung, Kidunghara, Rimaldi, dan Tarasinta. Tampil dengan membawakan lagu-lagu milik mereka.

Selain itu para pengurus dan anggota yang hadir di acara ini ikut menampilkan karya mereka seperti Marcell Siahaan, Melly Goeslaw, Once Mekel, Kadri Mohammad, Candra Darusman, Febrian ‘HIVI!’, Arsy Widianto, dan Dbatlayar.

Sejumlah pejabat negara seperti Irene Umar (Wakil Menteri Ekonomi Kreatif), Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia), dan Yovie Widianto (Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi Kreatif) turut hadir hingga acara usai.

Seminggu sebelumnya, tanggal 7 Maret 2024 telah diselenggarakan Music Clinic sebagai bagian dari program edukasi, dengan menghadirkan sejumlah pakar industri musik dalam dua tema yang berbeda.

Pertama, Song Production yang dimentori oleh Ronald Steven, Rayendra Sunito, dan Yovie Widianto. Lalu sesi tentang Live Performance Production bersama Ray Prasetya, dan Spacebar Electronic feat. Ivan Alidiyan.

Lebih dari 200 peserta mengikuti sesi ini, menunjukkan tingginya antusiasme musisi dalam meningkatkan kapasitas mereka di bidang produksi dan pertunjukan musik.

“Program Music Clinic dan Asik Hari Musik bertujuan untuk melibatkan banyak musisi muda dalam kegiatan edukasi dan tampil di panggung bersama merayakan Hari Musik Nasional. Semoga Fesmi bisa menjadi rumah bagi musisi, penyanyi, dan pencipta lagu indonesia,” ungkap direktur Pelatihan dan Pemberdayaan FESMI, Endah Widiastuti.

Di sela-sela musik klinik, Yovie Widianto didampingi Endah dan Febrian Nindyo (Sekjen FESMI) memberikan apresiasi kepada komposer Chacken M melalui kedua anaknya, Ajeng dam Sally.

Di tengah dinamika ekosistem musik Indonesia, termasuk polemik terkait sistem tata kelola royalti dan perlindungan hak cipta, FESMI berharap program ini menjadi wadah kolaborasi bagi musisi dan pelaku industri. Dengan edukasi yang tepat, musisi dapat lebih memahami pentingnya organisasi serikat serta strategi profesional dalam menghadapi tantangan industri musik. (FE)

Continue Reading

iTalk

“Bising Kota” Perjalanan Baru Lewat Diskusi Berbagai Tema di Jabodetabek.

Published

on

iMusic.idPophariini sukses melaksanakan diskusi Bising Kota di Tangerang Selatan, Bogor, Jakarta, Depok, dan Bekasi dengan menghadirkan berbagai tema serta 2 narasumber di setiap kotanya.

Tema-tema yang disuguhkan antara lain Tips Membuat Siaran Pers yang Dilirik Media, Manajer Paten Bikin Musisi Beken?, Merchandise Jadi Penyelamat Ekonomi Musisi, Bahas A-Z Tembus Panggung Festival Musik, dan Seberapa Penting Pendokumentasian Musik?.

Narasumber yang ikut mendukung diskusi ini seperti Aldilla Karina (Pendiri Creathink Publicist), Shindu Alpito (Jurnalis Medcom.id), Pramedya Nataprawira (Manajer Crayola Eyes dan Swellow), Noor Kamil (Co-Founder Maspam Company Ltd dan Digital Manager of Pamungkas & Prince Husein), Ekrig (Co-Founder Pure Evil Merch), Arie (Head of Musica Merch), Gerhana Banyubiru (Founder The Sounds Project), Nikita Dompas (Program Team Java Jazz Festival), Eka Annash (Vokalis The Brandals), dan Ananda Suryo (Produser Sounds From The Corner).

Denny Darmawan selaku Program Director Bising Kota sekaligus moderator mengatakan, tak hanya Pophariini namun setiap narasumber yang berpartisipasi pun tidak menyangka para peserta yang hadir di setiap kota antusias dalam menyambut diskusi ini.

“Setiap kotanya selalu banyak yang haus ilmu dan tidak malu untuk bertanya kepada narasumber langsung,” ungkap Denny.

Meskipun diskusi Bising Kota Jabodetabek sudah berakhir, Denny memastikan kota selanjutnya yang terpilih adalah Bali dan Bandung. Selain itu, Bising Kota juga siap melakukan kolaborasi bersama label rekaman independen berbasis di Jakarta, Aksara Records.

“Kami menargetkan sekitar 10 kota luar Jabodetabek tahun ini. Apakah diskusi lagi atau ada penampilan band segera dikonfirmasi. Kerja sama dengan Aksara bentuknya menjadi Bising Kota Live. Nantikan saja ya informasinya,” pungkas Denny.

Rekaman video diskusi Bising Kota Jabodetabek bisa disimak melalui kanal YouTube Pophariini.

Tentang Bising Kota:

Bising Kota merupakan laporan tentang keseruan dan keresahan yang berlangsung di kota selain Jakarta yang ditulis langsung oleh penulis dari kota yang bersangkutan.

Artikel perdana Bising Kota dibuat oleh penulis asal Surabaya, Abraham Herdyanto dalam judul Surabaya, Kota Besar dengan Skena Musik Paling Underground (Agustus 2021).

Saat ini tercatat lebih dari 50 artikel Bising Kota yang terbit di website Pophariini berkolaborasi dengan penulis asal Surabaya, Lombok, Malang, Makassar, Padang, Medan, Jambi, Bangka, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Bali, Solo, Bandung, Tangerang, dan Bengawan Solo.

Agustus 2023 – Bising Kota memutuskan tak hanya berfokus kepada keseruan dan keresahan kota selain Jakarta. Namun, berinsiatif untuk memulai kegiatan di wilayah asal Tangerang Selatan dengan menyelenggarakan acara kasual “Adu Bakat“ yang diikuti band atau musisi.

November 2023 – Pophariini bertemu langsung dengan penulis Bising Kota dalam Bincang Bising Kota di Kios Ojo Keos, Jakarta Selatan. Acara dihadiri Abraham Herdyanto (penulis Bising Kota), Farras Fauzi (jurnalis, musisi), dan Eureka (Paska Records, musisi).

Januari 2024 – Pophariini melakukan transformasi menjadi konten video dan tetap membuat artikel band atau musisi yang berasal dari kota-kota di Indonesia dalam semangat Bising Kota yang baru.

Pophariini kembali memperkenalkan Bising Kota di Jabodetabek dengan mengadakan sesi diskusi tentang siaran pers, manajerial musisi, merchandise, festival musik, dan pendokumentasian. (FE)

Continue Reading

iTalk

“Kaset Awards” Oleh Jaringan Jurnalis Musik Penghargaan Untuk Pelaku Industri Musik Tanah Air.

Published

on

By

iMusic – Setelah melewati masa pandemi, industri musik mulai marak lagi. Bahkan banyak nama-nama baru potensial bermunculan di panggung musik nasional.

Melihat hal ini, beberapa jurnalis yang menulis / konsen pada berita seputar musik melihat hal positif di industri musik yang layak di apresiasi. Sebagai jurnalis yang lama meliput dan menulis tentang musik, kami ingin memberi sumbangsih dan perhatian kepada hal tersebut.

Maka beberapa jurnalis (45 nama dan masih akan di update) membentuk Jaringan Jurnalis Musik, yang nantinya bertujuan akan memberi penghargaan bagi pelaku industri musik di tanah air.

Penghargaan berbentuk award, diperlukan sebagai tanda eksistensi dan menghargai musisi atau pelaku industri musik atas karya atau apa yang pernah mereka buat di perjalan industri musik.

Hal ini sesuai dengan moto yang diusung Jaringan Jurnalis Musik “Memacu Ekosistem Industri Musik Tanah Air”. Maka kami Jaringan Jurnalis Musik mengadakan  ‘Kaset Award’ untuk mensupport kemajuan dan maraknya industri musik tanah air.

Awarding tahunan yang akan diselenggarakan secara kontinyu. Persembahan Jurnalis Musik Untuk Musik Indonesia. Sejauh ini, di Indonesia hanya ada satu award untuk musik yang menjadi acuan. Padahal di banyak negara, sudah ada lebih dari 1 award untuk industri musik.

Kenapa bernama ‘Kaset Award’? ada beberapa pertimbangan, selain mudah diingat, kaset menjadi icon bagi pelaku industri musik dan juga pernah digunakan para awak media untuk melakukan aktivitas dalam bekerja (wawancara). Dan kaset pernah memasuki masa kejayaan di industri musik dunia.

Jaringan Jurnalis musik yang beranggotakan media dari Jakarta dan beberapa kota lainnya, bekerja secara independent, dan dinaungi oleh Deteksi Production. Kurasi untuk Award sudah dimulai sejak bulan April 2022 lalu, dengan memilih 10 kategori yang beberapa diantaranya tidak ada di banyak award lainnya.  

Kategori yang akan dipilih pada award ini:

1.     Pendatang Baru Terbaik

2.     Solois Pria Terbaik

3.     Solois Wanita Terbaik

4.     Band Terbaik

5.     Kolaborasi Musik Terbaik

6.     Soundtrack Lagu terbaik

7.     Artwork Terbaik

8.     Videoclip Terbaik

9.     Konser Terbaik

10.  Music Festival Terbaik

Pilihan tersebut berdasarkan lagu / album yang resmi dirilis atau konser / event yang baru diadakan pada masa penjurian. pada pemilihan di atas tidak dibagi berdasarkan genre, tapi dilihat dari kualitas. performa, dan hasil penjualan lagu / album hanya menjadi pertimbangan terakhir.

Sistem kurasi dilakukan setiap bulan. Dimana seluruh member Jaringan Jurnalis Musik bisa mengajukan kandindat yang dipilihnya secara pribadi, dan di akhir bulan akan dilakukan vote bersama-sama untuk dipilinya pemenang di setiap bulan. Pemenang perbulan di masing-masing kategori ini nantinya akan divote di akhir tahun (Maret 2023) untuk dipilih pemenang yang berhak mendapatkan ‘Kaset Award’. Akan tetapi ada penghargaan tiap bulannya, buat artis / band yang memang memiliki potensi luar biasa. Diharapkan kegiatan ini, bisa memacu kreatifitas para pelaku industri musik di tanah air.  (FE)

Continue Reading