20 Oktober 2020 menjadi tanggal penting dunia Grunge Tanah Air, dimana 2 vokalis band Grunge papan atas Indonesia merilis 1 single yang berjudul Jiwa Yang Berani. Uniknya lagu ini di produksi pada tahun 2015 di Bali. Ide membuat kolaborasi justru tercipta dari momen perilisan buku “Rock Memberontak ” yang ditulis Eko Wustuk. “Eko, buku lo kan tentang cara menulis lirik, pasti nanti ada wartawan yang nanya, kok gak sekalian bikin lagu?, dua orang lirikus ini kan penulis lagu?, jadi kenapa nggak sekalian aja bikin lagu kolaborasi?” cetus Che dikutip dari Press Release yang diterima.
Che langsung membuat sketsa komposisi musik dengan memakai gitar. Lalu dia kirimkan videonya melalui aplikasi chat ke Robi vokalis Navicula yang berada di Bali. Mereka melakukan proses workshop lagu secara online. Robi mengirimkan video balasan kepada Che, dengan masukan ide aransemen. Setelah aransemen semakin terang bentuknya. Che bersama tim videografer buku Rock Memberontak bernama Topang, pergi menuju Bali pada 22 November 2015.
Proses workshop dan rekaman dilakukan di studio Jos Music Lab, milik Wayan Jos, vokalis Zat Kimia dan Kaimsasikun. Dan Wayan Jos sekaligus dipilih untuk menjadi music director/producer dari proyek kolaborasi ini. Workshop dan proses rekaman berlangsung dari 23 – 24 November 2015. Bahkan Che dan Robi belum menyiapkan lirik lagu. Mereka bertukar ide, dan saling mengungkapkan pandangan mengenai pesan lagu ketika bertemu di Bali. Akhirnya tercetus pesan yang disepakati, bahwa lagu ‘Jiwa Yang Berani’ adalah tentang keberanian melawan rasa minder dan kemalasan untuk tetap berkarya. Proses workshop lagu di studio, momennya diabadikan oleh Topang, bisa kalian lihat dokumentasinya di link berikut ini:
Para personil Zat Kimia dilibatkan dalam proses rekaman. Wayan Jos mengisi departemen gitar. Noriz Kiki mengisi drum dan Edy Pande mengisi departemen bass. Setelah sesi rekaman selesai, proses mixing dan mastering dieksekusi oleh Deny Surya, drummer dari band Dialog Dini Hari.
Kami memilih tanggal rilis lagu ‘Jiwa Yang Berani’ pada tanggal 20 Oktober 2020. Tepat 5 tahun lalu pada saat buku ‘Rock Memberontak’ dirilis. Buku yang menguak secara detail proses kreatif Che Cupumanik dan Robi Navicula dalam menulis lagu rock/grunge, ditulis Eko Wustuk dan diterbitkan Edraflo Books. Ikut berperan dalam penulisan dan penerbitan buku adalah Gede (penerbit), Rudi (desainer), Davro (ilustrator), Adi (fotografer), Topang (videografer), dan Denny (marketing).
Merayakan 5 tahun kehadiran buku tersebut di dunia musik Indonesia. Che dan Robi, dua vokalis band grunge nusantara ini, akhirnya memutuskan berkolaborasi dan merilis lagu yang mereka tulis khusus sebagai soundtrack buku. Untuk pertama kali, lagu ini rilis dalam bentuk Video Lyric melalui channel youtube Che Cupumanik, Robi Navicula dan Eko Wustuk. Dan dalam waktu dekat, audio lagu ‘Jiwa Yang Berani’ akan tayang di platform streaming music digital. Di masa pandemi, ketika kondisi sulit dan ruang gerak begitu terbatas, semangat berkarya harus tetap menyala, seperti penggalan syair ‘Jiwa Yang Berani’ berikut ini:
“Lipat gandakan senjata, walau diancam bahaya, kita manusia merdeka, dan ini bukan dosa”. Akhir kata, tetap resah dan teruslah berkarya.
iMusic.id – Pengusaha dan penyanyi perempuan Akim Oei baru saja membuka sebuah studio rekaman rumahan yang di berinama Nafiri Home Studio recording. Studio yang dibangun di rumah pribadi ibu Akim Oei ini mempunyai spesifikasi yang sangat mumpuni untuk melakukan berbagai proses kreatif rekaman karya musik.
Kehadiran Nafiri Home Studio Recording merupakan angin segar di industri musik Indonesia, dimana ibu akim Oei bisa dengan bebas memproduksi single – single nya yang terbaru baik di genre pop maupun Rohani. Ibu Akim Oei adalah penyanyi dan pecinta musik Indonesia yang masih aktif merilis karya lagu.
“Awalnya setiap rekaman, saya menyewa studio rekaman diluar, tapi belakangan hasilnya kurang memuaskan. maka saya putuskan untuk membangun studio sendiri dengan peralatan terbaik dan mumpuni. Dan bukan hanya untuk saya, tapi juga untuk siapa saja yang ingin berkarya. Kami Ingin Jadi Rumah Bagi Para Talenta Musik Indonesia,” kata ibu Akim Oei.
“Saya hanya seorang pembisnis bukan orang entertain yang hoby bernyanyi, soal alat rekaman di Nafiri Home Studio Recording dan lainnya saya berdiskusi dengan anak-anak saya yang selalu support saya dan mereka yang mengerjakan semuanya. Yang pasti alat rekaman di studio rekaman kita bukan abal-abal, kita berikan yang terbaik,” tambah Ibu Akim Oei.
Grand Launching Nafiri Home Studio recording di laksanakan di Vila Meutia Kirana, Bekasi, Jumat (18/7) yang juga merupakan tempat tinggal ibu akim Oei dengan menggelar acara ibadah, prosesi gunting pita serta diakhiri dengan press conference bersama teman – teman pers / media serta hiburan nyanyi spontan dari para artis yang datang seperti Inul Daratista, Nia Daniaty, Joy Tobing, Obbie Messakh, Hendry Lamiri dan lain – lain.
Para musisi kenamaan tersebut hadir secara langsung untuk memberikan dan apresiasi atas berdirinya studio tersebut.
“Studio ini bisa menjadi label yang memfasilitasi musisi-musisi baru maupun senior. Fasilitasnya lengkap, orang-orangnya profesional, dan ini perlu kita dukung bersama,” tutur Inul Daratista.
Kualitas hasil rekaman dari Nafiri Home Studio Recording turut menuai pujian dari para musisi. Joy Tobing, salah satu tamu yang hadir, menyatakan kekagumannya.
“Hasil rekamannya jernih dan bright. Saya langsung bilang ke suami, saya mau rekaman di sini,” ungkap Joy.
Sementara itu, pencipta lagu legendaris Obbie Messakh dan artis Nia Daniaty menyebut ibu Akim Oei sebagai sosok inspiratif yang mampu menjembatani dunia bisnis dan seni.
“Beliau ini wanita petarung. Dari dunia usaha, tapi semangatnya di seni sangat luar biasa. Ini bisa jadi contoh buat banyak orang,” ucap Obbie Messakh.
“Ibu Akim Oei ini Wanita besi, saya mengenal beliau dari sebuah acara ulang tahun dimana saya hadir dan bernyanyi diacara itu. Mulai dari situ akhirnya saya bersahabat dengan beliau”, terang Nia daniaty.
Saat ini Ibu Akim Oei punya rencanakan membangunan studio rekaman berskala besar yang dilengkapi fasilitas latihan band, ruang video shooting, hingga pelatihan musik di tahun 2026 mendatang.
“Saya ingin membangun studio empat lantai dan dua sampai tiga ruko agar bisa menjadi rumah bagi para talenta musik Indonesia,” jelas Ibu Akim Oei..
Hingga kini, Akim Oei telah merekam 36 lagu, baik ciptaan sendiri maupun lagu rohani. Seluruh hak cipta lagu tersebut telah dibeli secara putus, menunjukkan komitmennya untuk mengelola karya secara profesional.
Dalam acara launching tersebut, sejumlah lagu terbaru hasil produksi Nafiri Home Studio Recording turut diperkenalkan. Beberapa di antaranya merupakan kolaborasi dengan musisi seperti Tiar, Maya KDI, Ayudia, dan Kang Hobi.
Dengan dukungan nama-nama besar, peralatan profesional, dan visi kuat dari Akim Oei, Nafiri Home Studio Recording digadang-gadang akan menjadi salah satu label baru yang siap menyemarakkan industri musik Indonesia.
iMusic.id – for Revenge bersama Stand Here Alone berkolaborasi dalam dalam single terbaru “Untuk Kau yang Di Sana” (UKYDS). Kolaborasi ini menjadi sangat unik karena perbedaan genre diantara keduanya. for Revenge mengusung rock alternatif, sedangkan Stand Here Alone bergenre pop punk.
Menurut Boniex, vokalis for Revenge, lagu ini adalah tentang kerinduan seseorang terhadap sosok yang sudah lama hilang dari hidupnya. Namun, tidak hanya itu saja, jika ditelaah setiap liriknya, lagu ini lebih jauh bercerita tentang masalah mental seseorang yang merasa sendirian, depresi, dan keberadaannya tidak dianggap oleh sekitarnya.
Ide untuk menyatukan for Revenge dan Stand Here Alone ini lahir lewat pemikiran Boniex sendiri yang memang sudah berniat untuk mencobanya sejak lama.
“Kami sering bertemu di atas panggung dan beberapa kali berkolaborasi di acara off air. Karena itu, aku tertarik untuk mencobanya dalam bentuk single. for Revenge cukup sering berkolaborasi dengan solois, sementara berduet dengan band lain adalah untuk pertama kalinya. Rasanya menjadi tantangan tersendiri dan sebuah pengalaman baru karena tidak hanya sekadar menyanyikannya, tapi single ini juga kami tulis bersama. Terlebih lagi, kolaborasi kali ini akan membawa pendengarnya bernostalgia ke era 2000-an saat band ini berawal,” Boniex menjelaskan.
Taufik Andryyansyah atau yang lebih dikenal dengan nama Mbenk, bassis dan vokalis Stand Here Alone, ikut menceritakan bagaimana mereka bisa bekerja sama dengan band yang juga berasal dari Bandung tersebut.
“Ini berawal dari ajakan Boniex untuk bikin musik bareng. Dia mengirimkan satu demo mentah, yang hanya musik saja, dan mengajak untuk bersama-sama mengerjakan sesuatu yang berbeda. Kami langsung merasa klik dan akhirnya menyusun jadwal workshop buat menulis lirik, menyusun notasi, dan membangun chemistry dari dua dunia musik yang sebenarnya memiliki karakter berbeda, tapi ternyata bisa disatukan. Dari situ, kerja sama ini terasa semakin solid, apa lagi ketika Samuel ikut merampungkan aransemen musiknya. Saat rekaman pun terasa semakin istimewa karena kami pertama kalinya rekaman dengan pengarah vokal dan itu dilakukan langsung oleh Kamga. Benar-benar pengalaman yang sangat baru untuk Stand Here Alone.”Tutur Taufik Andryyansyah.
Senada dengan Mbenk, Boniexmenyebutkan bahwa ada kolaborasi penuh antara kedua band di single ini. “Pengerjaannya berjalan sangat dinamis, mulai dari workshop sampai rekaman. Tapi, yang membuat ini berkesan adalah semuanya terasa mengalir. Untuk tantangannya sendiri, lebih pada menyatukan dua karakter yang berbeda, terutama dari sisi notasi vokal dan penulisan lirik yang dilakukan olehku dan Mbenk. Kami harus bisa menyatukan dua karakter band ini, for Revenge yang emosional dan gloomy dengan Stand Here Alone yang catchy dan enerjik. Untunglah, proses pembuatan single ini berjalan dengan menyenangkan. Serius, tapi tetap santai. Kami memutuskan untuk saling terbuka dan tidak mengedepankan ego sehingga semua berjalan mulus sampai akhirnya UKYDS siap rilis.”
Meski punya dua aliran yang berbeda,Mbenk merasa bahwa beberapa bagian di lagu ini memiliki energi khas Stand Here Alone. “Meskipun dominan dengan nuansa gelap dan lirik yang emosional khas for Revenge, namun spirit pop-punk dari Stand Here Alone tetap ada, seperti segi dinamika, tempo, dan karakter vokal. Di situlah serunya karena kita akan mendengar satu lagu dengan dua rasa. Hasilnya? Jujur, kami semua bangga.”
Bagi Boniex, for Revenge dan Stand Here Alone berhasil menyuntikkan ciri khas mereka masing-masing ke dalam UKYDS. “Stand Here Alone membawa nuansa pop punk yang sangat kental di sini dan ini rasanya pertama kali for Revenge memiliki lagu pop punk. Selain nuansa nostalgia, saat kalian mendengar lagu ini, pasti akan muncul pertanyaan ‘Loh, ini lagu for Revenge?’”
Boniex dan Mbenk pun setuju bahwa proyek ini bisa menunjukkan bahwa kolaborasi lintas band bukanlah hal yang mustahil, bahkan bisa menjadi sesuatu yang segar dan powerful.
“Dua band yang punya ciri khas kuat ternyata bisa menyatu, tanpa saling menutupi identitas masing-masing. Ini bisa menjadi contoh untuk yang lain bahwa kolaborasi bukan tentang siapa yang dominan, tapi bagaimana caranya saling menguatkan. Semoga lagu ini juga bisa menjadi jembatan emosional bagi siapa pun yang sedang kehilangan atau yang pernah mengalami perasaan “tidak bisa menyampaikan sesuatu ke seseorang yang sudah tidak ada”. Tidak hanya itu, kami ingin UKYDS bisa menjadi titik awal bagi karya-karya kolaboratif yang lebih berani ke depannya,” tutup Mbenk.
Single terbaru for Revengedan Stand Here Alone, “Untuk Kau yang Di Sana (UKYDS)”, bisa didengarkan di platform musik digital.
iMusic.id – Trio musisi asal Jakarta dengan entitas “JemSoy” hari ini merilis EP bertajuk “JemSoy” dengan dua track list lagu berjudul “Tuang Rasa” dan “Cinta Telah Berlalu”. Berbeda dengan band atau musisi lain yang sedang marak merilis single – single, JemSoy langsung meluncurkan dua lagu sekaligus ke Digital Store Platform.
Lewat dua lagu mereka tersebut, JemSoy memanfaatkan perkenalan mereka dengan industri musik saat ini mengusung dua lagu bergenre citypop dengan sentuhan jazzy dan sedikit rock pada gitar sambil menonjolkan suasana atau vibe musik era tahun 80 – 90an yang lumayan kental. Selain membangkitkan nostalgia bagi penikmat musik era 80 dan 90an, kedua lagu dari JemSoy ini juga sangat bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat lintas usia karena lagu “Tuang Rasa” dan “Cinta Telah Berlalu” sangat ramah di telinga alias easy listening.
“Tuang Rasa” adalah lagu yang bercerita tentang berharganya sebuah cinta, bahwa cinta itu layak dan harus diperjuangkan dengan segala tantangan dan hambatan yang ada, sementara itu lagu “Cinta Telah Berlalu” berkisah tentang tetang seorang yang harus mengalami sakitnya patah hati yang seolah menjadi sebuah luka yang abadi. Rasa sakit yang menjadi trauma ini akhirnya bermanifestasi dalam penolakan akan cinta yang baru”, tutur Josef Yu, Produser sekaligus gitaris yang menciptakan kedua lagu tersebut
“Saya menulis kedua lagu tersebut, tapi untuk lagu “Tuang Rasa” itu Ekky yang menulis liriknya”, tambah Josef Yu lagi.
JemSoy lahir dari persahabatan ketiga personilnya yaitu Josef Yu (gitar), Franky Hediakto alias Ekky (gitar) dan Michael Pattiradjawane (vokal) yang di tahun 1995 sering menghabiskan waktu bermain futsal hingga nongkrong bareng sambil gitaran. Sejalan dengan perjalanan waktu, mereka berpencar mengikuti ‘panggilan hati’ dalam bermusik, Ekky dan Michael memutuskan untuk bekerja secara profesional di dunia musik dengan membentuk group Band Ungu.
Bergabung di dunia professional bagi mereka berarti mendapatkan kesempatan untuk belajar berbagai hal, memperkaya pengalaman yang akhirnya memiliki kontribusi secara signifikan terhadap perkembangan karir musik mereka. Berbeda dengan Ekky dan Michael, Josef Yu memilih bermusik yang lebih fleksibel sambil menjalani usaha di luar musik.
Sempat 30 tahun berpisah dan saling sibuk dengan aktifitas masing – masing, akhirnya ketiga sahabat ini berhasil kumpul lagi dan membuahkan kolaborasi [Josef Yu sebagai komposer, Ekky sebagai music arranger dan Michael sebagai penyanyi) yang menghasilkan karya berupa dua lagu “Tuang Rasa” dan “Cinta Telah Berlalu”.
Berkumpul kembali sambil memuntahkan kerinduan dan kreatifitas mereka bertiga di studio membuat chemistry puluhan tahun mereka berpisah menjadi muncul kembali dan akhirnya Josef, Ekky dan Michael memutuskan untuk membentuk JemSoy yang nama tersebuit diambil dari beberapa kali mereka bertiga melakukan jamming di studio. Nama JemSoy diambil dari kata Jaming Asoy atau Kolaborasi “Asik” Josef, Ekky dan Michael setelah berkumpul kembali.
Karya terbaru dari JemSoy “Tuang Rasa” dan “Cinta Telah Berlalu” yang di produksi oleh label kami sendiri “JemSoy Music” sudah bisa dinikmati di seluruh Digital Store Platform mulai 16 Juli 2025, sedangkan video musiknya rencana akan segera di buat oleh Josef, Ekky dan Michael secepatnya.
“Kedepannya kita tetap akan melahirkan karya – karya baru untuk menjaga eksistensi kembalinya kita di industri musik Indonesia, dan pastinya kita akan mulai manggung – manggung lagi merayakan kembali berkumpulnya kita dalam sebuah rumah musik bernama JemSoy”, tutup Josef Yu.