Connect with us

iMusic

Lewat single ketiga “You Should Know.” “Mezzaluna D’azzuri“ mencoba genre yang berbeda.

Published

on

iMusic – Pendidikan tidak menghalangi Mezzaluna D’azzuri untuk terus berkarya. Setelah merilis “In Situ” pada 2021 dan “I Beg” pada awal 2022 kemarin, mahasiswi jurusan bidang antropologi dan politik di salah satu universitas di Inggris ini kembali merilis single ketiga berjudul “You Should Know.”

Terinspirasi dari pengalaman pribadi, single ini adalah salah satu cara Mezzaluna dalam memberi tahu perasaan yang selama ini ia pendam. “Pada dasarnya, aku sering mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaan sendiri, maka lahirlah lagu ini. Dari judulnya, aku ingin menegaskan pada seseorang bahwa ‘kamu harus tahu, inilah perasaan aku yang sebenarnya.’ Kira-kira seperti itu. Aku juga ingin menyampaikan bahwa mengekspresikan diri bisa dari medium mana pun. Kalau aku, ya dari bikin lagu ini.”

Dibanding dua single terdahulu, penggemar grup BTS ini memberi sentuhan yang berbeda pada single terbarunya. “You Should Know” mengusung tempo yang sedikit cepat dengan sentuhan RnB. Jelas, ini genre yang mungkin terasa baru di telinga para penggemar setelah sebelumnya mendengar “In Situ” dan “I Beg” yang bertempo lambat. Sebagai seorang

penyanyi dan penulis lagu, apalagi di usia yang masih tergolong muda, Mezzaluna tentunya masih ingin mengeksplorasi berbagai jenis musik. “Menurut aku, menulis lagu itu hal yang sifatnya sangat personal. Pastinya, aku tidak akan terus-terusan merasakan hal yang sama saat sedang menulis lagu. Kebetulan, RnB sesuai untuk “You Should Know.” Jadi, perubahan genre ini bisa dibilang tergantung dari yang sedang aku rasakan di hati. Mungkin, di single berikutnya, aku akan mencoba genre yang berbeda lagi karena mood-ku sedang cocok dengan genre tersebut.”

Direkam sebelum Mezzaluna berangkat untuk melanjutkan pendidikan di Inggris, “You Should Know” kembali menjadi kali ketiganya berkolaborasi dengan Gio Wibowo sebagai produser. Tidak hanya itu, penyanyi kelahiran Februari 2001 ini juga dibantu musisi lain yang ia sebut ‘dream team.’ Mereka adalah William Djie, Dimas Mufli, dan Billy Wardhana yang membantu proses pengerjaan single ini dari awal rekaman hingga selesai. Pemilihan lagu ini pun merupakan keputusan bersama. “Setelah berdiskusi dengan pihak label OFFMUTE- Sony Music Entertainment Indonesia, akhirnya diputuskan “You Should Know” yang dimajukan untuk single ketiga. Musiknya middle tempo sehingga memberi nuansa yang baru dan segar setelah lagu pertama dan kedua.”

Dengan mengusung genre dan musik yang sedikit up beat, treatment untuk video musik lagu ini pun berbeda dari dua single sebelumnya. Masih bekerja sama dengan Deby Sucha, Mezzaluna kali ini menghadirkan nuansa ’90-an sebagai tema untuk video klip “You Should Know.” Kita bisa melihat barang-barang khas ’90-an di video musiknya, seperti discman, CD, dan ponsel flip yang penuh hiasan stiker di casing-nya. Meski bukan anak yang lahir pada periode tersebut, apa yang membuat Mezzaluna tertarik mengambil visualisasi tahun 1990-an? “Menurutku, periode 1990-an ini adalah dekade yang ikonik, mulai dari musik, lagu, penyanyi, dan trennya. Karena itu, aku mencoba menuangkannya ke dalam video musik single ketiga ini yang kembali bekerja sama dengan Deby. Aku mempercayakan semua pada Deby karena, menurutku, dia sudah sangat mengenal palet warna yang sesuai untukku dan hal-hal apa saja yang aku sukai.” 

Dengan memunculkan hal baru di single ketiga ini, apakah ke depannya akan ada genre lain yang juga akan dicoba Mezzaluna sebagai kejutan untuk para pendengarnya? “Ditunggu saja. Yang pasti, aku akan selalu berusaha menghadirkan karya yang terbaik untuk para pencinta musik Tanah Air.”

Single terbaru Mezzaluna sudah bisa didengar di platform musik digital mulai 5 Agustus 2022 bersamaan dengan perilisan video liriknya, sementara video musik “You Should Know” akan bisa dinikmati pada akhir Agustus.

Mezzaluna, atau Jaya Mezzaluna Bungari, adalah penyanyi-penulis lagu berusia 20 tahun yang debut di awal tahun 2021 sebagai artis Indonesia pertama yang bergabung dalam label regional yang didirikan Sony Music Entertainment, OFFMUTE. Vokal Mezzaluna yang dalam, serak, dan penuh penjiwaan serta gaya berceritanya yang personal menghadirkan kedewasaan dan kebijakan dalam musiknya. Membuat ia menjadi pendatang baru bergenre pop alternatif yang menjanjikan di belantika musik lokal.

Mezzaluna tumbuh di keluarga pencinta musik sebagai putri bintang rock Indonesia, BimBim – drummer band rock legendaris Indonesia, Slank. Belajar piano dan gitar sejak kecil, menuntunnya menciptakan musik sendiri di usia 15 tahun. Di luar nama besar sang ayah, Mezzaluna selalu rendah hati dan mandiri dalam mengembangkan selera dan gaya bermusiknya hingga menjadi musisi seperti sekarang ini.

Mengambil jurusan Antropologi dan Ilmu Politik di salah satu universitas di Inggris, Mezzaluna menaruh minat pada masalah-masalah sosial dan lingkungan yang terjadi saat ini, menjadikannya “suara” bagi generasinya dan memberinya identitas sebagai seorang seniman. Rendah hati dan kejujurannya terpancar lewat musik, membuatnya berhasil menghadirkan lagu-lagu yang inspiratif dan berlirik kuat untuk menjangkau para pendengarnya di mana pun.

Pada September 2021, Mezzaluna merilis lagu debutnya, “In Situ,” yang ditulis pada usia 15 tahun. Dia berkolaborasi dengan produser Gio Wibowo dan penata kreatif serta pencerita visual, Deby Sucha, untuk mewujudkannya dalam bentuk video musik.

Di awal tahun ini, Mezzaluna kembali dengan single kedua, “I Beg.” Terinspirasi oleh lagu tema James Bond, seperti “Skyfall” oleh Adele dan “Writings on the Wall” yang dibawakan Sam Smith, lagu ini semakin memperlihatkan bakat Mezzaluna dalam menulis lagu dan kemampuan vokalnya yang memukau. (FE)

iMusic

The Rain sambut ulang tahun ke 24 lewat single baru “Cerita Yang Tersimpan”

Published

on

iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).

Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.

“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.

Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an.  “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.

Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.

“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.

“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.

Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?

“Masih dikerjakan. Semoga segera,” tutup Indra.

Continue Reading

iMusic

Hormati alm Didi Kempot, Basejam remake lagu “Pamer Bojo”

Published

on

iMusic.id – BASEJAM hadir dengan single terbaru yang merupakan penghormatan terhadap salah satu legenda musik Indonesia, The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Single ini merupakan daur ulang dari salah satu hits terbesar Didi Kempot yaitu, “Pamer Bojo”.

Para pecinta musik Indonesia tetntu masih ingat lagu-lagu legendaris dari legenda musik Indonesia, Didi Kempot, termasuk lagu berjudul “Pamer Bojo”?  BASEJAM merilis ulang lagu ini di bulan Desember 2025 ini. Single yang dirilis tepat di bulan kelahiran Didi Kempot merupakan bentuk penghormatan dan sekaligus pelepas rindu akan karya-karya hebat Didi Kempot. 

Pemilihan sosok Didi Kempot bukanlah tanpa alasan. Menghormati dan melestarikan karya seorang tokoh musik Pop Jawa terbesar, sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap musisi Indonesia. BASEJAM berharap interpretasi yang dihadirkan dapat diterima dan dilihat sebagai hasil usaha terbaik. Jasa Didi Kempot sangatlah besar dalam mempopulerkan musik Pop Jawa sehingga menjadi musik yang sangat dekat dengan masyarakat, tidak hanya orang Jawa, tapi hingga ke Suriname. Dan ini juga bentuk partisipasi BASEJAM dalam melestarikan salah satu kekayaan bangsa, yaitu Bahasa daerah Jawa. 

“Sudah beberapa tahun BASEJAM terpikir mengeluarkan single yang merupakan aransemen ulang lagu dari seorang tokoh legendaris. Kalau di panggung sih sudah beberapa kali, tapi kalau merekam dan merilis, ini baru pertama kali. Oleh karena itu, kami mengupayakan aransemen terbaik yang masih terdengar BASEJAM tapi tidak menghilangkan ciri dan pesan lagunya”, ujar Sita.

Menjelang usia BASEJAM ke-32 tahun, sebuah hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya berhasil diwujudkan, yaitu mengaransemen ulang satu lagu milik legendaris maestro Pop Jawa Didi Kempot yang berjudul “Pamer Bojo”.

“Dari awal memilih lagu apa yang mau kami aransemen ulang, lagu Pamer Bojo memang menjadi salah satu pilihan teratas. Kami merasa inti cerita lagu ini sangat menggambarkan esensi Pakde Didi Kempot yang dikenal dengan Godfather of Broken Heart. Jadilah akhirnya pilihannya jatuh ke lagu “Pamer Bojo”, ujar Alvin.

“Saya sebagai orang Jawa dan sebagai personil BASEJAM, merasa interpretasi BASEJAM akan “Pamer Bojo”bisa dibanggakan lah. Mungkin terdengar tidak obyektif, tapi kalau orang lain mendengarnya akan punya pendapat yang miriplah, bahwa aransemen ini cukup baru, tapi tetap BASEJAM, tapi juga tetap lagu “Pamer Bojo””, ujar Oni.

“Salah satu pengalaman berharga dalam proses produksi kali ini adalah proses kolaborasi yang bertema Nusantara alias Indonesia. Lagu Jawa, kini dinyanyikan oleh penyanyi yang salah satunya adalah orang Sunda, dibantu teman kami si pengarah vokal Bakhes Igirisa yang adalah orang Sulawesi, aransemen dibantu oleh teman kami Figgy Papilaya dari Ambon serta penata suara Bennytho Siahaan yang merupakan orang Batak. Jadi, ini merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya. Seakan-akan menjadi bukti bahwa walau Pakde Didi sudah tidak ada, beliau tetap jadi pemersatu banyak orang sambil menikmati karya beliau”, ujar Alsa.

“Tantangan banget buat aku yang nggak ngerti bahasa Jawa, jadi belajar arti liriknya agar dapat menghayati isi lagunya dan juga belajar artikulasi kata Jawa yang benar. Ini rekaman yang paling medok yang pernah aku lakukan! Tapi, bersyukur banget bisa punya kesempatan merekam ulang lagu ini, salah satu mimpi kami, BASEJAM, yang berhasil kami wujudkan”, ujar Sigit

Lagu “Pamer Bojo”memiliki pesan yang lebih dalam dari sekedar arti judul lagunya. Lagu ini menceritakan bagaimana seseorang merasa tersakiti karena ketika dia belum bisa move on dari mantannya, ternyata si mantan sudah menjalin hubungan baru, sudah bahagia dengan yang lain dan sudah “memamerkan” pasangan barunya. Rasa sakit dan sedih dialami seseorang yang ditinggalkan dan terlupakan. 

Pesan ini coba diterjemahkan dalam aransemen musik ciri khas BASEJAM yang bergenre Pop, dengan warna vokal Sigit dan Alvin. Hasil yang dikeluarkan adalah warna “Pamer Bojo”yang terdengar lebih segar, kekinian, tapi tetap terdapat ciri khas medok Pop Jawa. 

Pendengar akan dikejutkan dengan beberapa hal yang tidak pernah BASEJAM hadirkan di karya-karya sebelumnya, baik dari segi aransemen musik maupun vokal. 

Penasaran? Langsung dengarkan lagu “Pamer Bojo”versi BASEJAM di semua digital streaming platform. Single baru BASEJAM, “Pamer Bojo”sudah dapat dinikmati di semua Digital Music Platform.

Continue Reading

iMusic

Label US, Psychic Reader, rilis album koleksi SAS band dalam format Piringan Hitam

Published

on

iMusic.id – “Long live ‘70s Indonesian rock, this is Baby Rock by SAS”, begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York pada akhir, minggu lalu. Cotter, pemilik label rekaman, Psychic Reader, memutar 9 lagu koleksi dari SAS dan AKA sebagai penanda atas peluncuran album koleksi Piringan Hitam SAS di New York. 

Nama SAS, band legendaris asal Surabaya bukan nama asing bagi fandom psychedelic rock

Amerika. Band yang terbentuk pada tahun 1975, dengan personel Soenatha Tanjung (gitar,vokal), Arthur Kaunang (bass, keyboard) dan (alm) Syech Abidin (drum, vokal), sebelumnya bergabung dalam AKA (Anak Kali Asin) bersama Ucok Harahap, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Trio SAS dipengaruhi oleh aliran rock era itu, seperti Emerson Lake & Palmer, Deep Purple, Pink Floyd dan Grand Funk.

“Tahun 1975, SAS merilis debut album dengan hit “Baby Rock”, sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia. 

Bukan hanya “Baby Rock”, sejumlah lagu SAS seperti “Space Ride, Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu fans millennial dan gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album SAS di berbagai toko reseller.

Video lirik “Baby Rock” ditonton ratusan ribu di halaman YouTube, menunjukkan bahwa musik SAS mampu menembus semua zaman. Sejak album terakhir pada tahun 1991, untuk pertama kalinya koleksi album SAS Group, Bad Shock kembali di release dalam bentuk piringan hitam, oleh label rekaman Psychic Reader, New York.

“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus”, ujar Cotter Phinney, produser Psychic Reader.

“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York, dan saya harap ini akan membuka pintu bagi audiens global”, tambah Cotter yang juga dikenal sebagai gitaris dan vokalis dari post punk band asal Brooklyn, Medium.

“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik Rock ‘70an. Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini direlease di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke 50 tahun. Ini Mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga”, ucap Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi dari awal.

Sementara, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan. pre-order piringan hitam datang dari distributor musik di Jepang.

“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia”, ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi co-produser album ini.

Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika. 

Continue Reading