iMusic –
Setelah melepas single ‘Berteduh, Berlabuh’, Sekaranggi kembali
lagi dengan single terbarunya ‘Dulu’ yang resmi dirilis bersamaan
dengan peluncuran album kedua, DELAPAN tepat pada 8 september
2021.
“Delapan
berbeda dengan angka lainnya; dua lingkaran yang bertautan tanpa celah. Delapan
adalah tentang segala sesuatu yang tumbuh, jatuh; tentang semuanya yang telah
berlalu. Dan sekarang kita abadi dalam melodi; kau dan aku, kita, bersama, delapan,
selamanya.” – ujar Sekaranggi.
Album ini
bercerita tentang betapa pentingnya angka delapan bagi Sekaranggi. Sebagai nomor,
delapan menemaninya di sepanjang hidupnya, begitu pula albumnya berbicara tentang
peristiwa-peristiwa penting dalam kisah hidupnya. Akustik yang kaya dan nyata instrumen
memberikan rasa kehidupan nyata dan membantu kita membayangkan adegan di kepala
saat cerita beralih dari nuansa yang cerah dan bahagia, menjadi suram dan gelap
pekat. Sama seperti hidup yang memiliki masa kejayaan dan kesulitannya
tersendiri.
“Saya
banyak mengambil hikmah dari balik setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup
saya. Banyak hal-hal yang tidak pernah saya bayangkan akan terjadi, yang
terjadi dan seringkali membuat saya kehilangan arah. Namun seperti angka
delapan, ketika saya kehilangan arah, saya selalu mencoba mencari hikmah dari
kejadian itu, dan kembali dalam roda kehidupan yang tidak bisa saya tebak.” jelas
Sekaranggi mengenai album keduanya.
Di album
kedua ini, Sekaranggi menggandeng dua musisi hebat lainnya yaitu Bilal
Indrajaya pada lagu “Janji Melati” dan Meda Kawu di lagu “Kembali
Juni”, kolaborasi ciamik yang membuat album DELAPAN tampak spesial
dan menarik untuk dinikmati. Selain itu, juga ada Ade Firza Paloh
(Vocalist band Sore) yang turut membantu mengisi suara trompet dalam
lagu “Janji Melati” dan keseluruhan lagu pada album ini tentu terdengar begitu
megah nan syahdu dengan sentuhan indah strings oleh Arc Quartet.
DELAPAN,
hadirkan 8 nomor dengan kisah-kisah yang saling berkaitan. Dimulai “Bicara Padaku”
dengan dinamika instrumen yang megah dan nyata seakan kita masuk ke dalam dimensi
dari lagu tersebut. Sangat wajar bila track ini disebut yang paling lama untuk digarap,
sedangkan yang paling cepat digarap adalah “Dulu”, sebab secara lirik, ada kedekatan
personal bagi Sekaranggi dengan cerita dibalik lagu tersebut dan menjadi salah satu
lagu andalannya.
“Kala
detik kilat melaju, maka Dulu adalah konsekuensi yang tidak dapat lumat oleh
waktu. Detik-detik kian gugur — Dulu menjadi wujud retak tiada lalu.” –
Sekaranggi.
‘Dulu’ menceritakan
ketidakmungkinan melupakan hal-hal yang kamu sayangi. Berbagai kenangan,
peristiwa, dan yang paling penting; orangnya. Ini bukan sesuatu yang hanya bisa
terhapus bersih dalam satu hari. Semua hal yang dulu disayang tidak akan pudar,
tetap ada di dalam dirimu, sebagai bagian dari siapa dirimu, untuk
selama-lamanya.
Sebuah
luka lama yang tak kian hilang. Meski sudah memaafkan dan mengikhlaskan, namun
tetap saja selalu ada perasaan tidak enak setiap kita kembali mengingatnya.
Meski begitu, Sekaranggi menekankan dalam liriknya bahwa dia masih orang yang
sama seperti dia saat itu. Gitar akustik mellow dan vokal yang menghantui jiwa
kamu saat mencari tempat, waktu, dan orang yang familiar yang sangat Anda
sayang saat itu, dan masih sampai sekarang.
Selain
lepasnya album ini, Sekaranggi juga mempersembahkan musik video ‘Dulu’
yang disutradarai oleh Luthfi Pradipta dan diperankan oleh Safira
Ashari, akan dirilis pada Jumat, 10 September 2021 pukul 16.00 WIB di kanal
Youtube Sekaranggi.
Sekaranggi berharap para pendengar dapat dengan ikhlas memaafkan kesalahan di masa lalu, belajar bersabar karena roda akan selalu berputar, sehingga kita tidak perlu terlena dan terlarut dalam satu perasaan yang sama. (FE)
iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).
Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.
“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.
Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an. “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.
Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.
“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.
“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.
Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?
iMusic.id – BASEJAM hadir dengan single terbaru yang merupakan penghormatan terhadap salah satu legenda musik Indonesia, The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Single ini merupakan daur ulang dari salah satu hits terbesar Didi Kempot yaitu, “Pamer Bojo”.
Para pecinta musik Indonesia tetntu masih ingat lagu-lagu legendaris dari legenda musik Indonesia, Didi Kempot, termasuk lagu berjudul “Pamer Bojo”? BASEJAM merilis ulang lagu ini di bulan Desember 2025 ini. Single yang dirilis tepat di bulan kelahiran Didi Kempot merupakan bentuk penghormatan dan sekaligus pelepas rindu akan karya-karya hebat Didi Kempot.
Pemilihan sosok Didi Kempot bukanlah tanpa alasan. Menghormati dan melestarikan karya seorang tokoh musik Pop Jawa terbesar, sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap musisi Indonesia. BASEJAM berharap interpretasi yang dihadirkan dapat diterima dan dilihat sebagai hasil usaha terbaik. Jasa Didi Kempot sangatlah besar dalam mempopulerkan musik Pop Jawa sehingga menjadi musik yang sangat dekat dengan masyarakat, tidak hanya orang Jawa, tapi hingga ke Suriname. Dan ini juga bentuk partisipasi BASEJAM dalam melestarikan salah satu kekayaan bangsa, yaitu Bahasa daerah Jawa.
“Sudah beberapa tahun BASEJAM terpikir mengeluarkan single yang merupakan aransemen ulang lagu dari seorang tokoh legendaris. Kalau di panggung sih sudah beberapa kali, tapi kalau merekam dan merilis, ini baru pertama kali. Oleh karena itu, kami mengupayakan aransemen terbaik yang masih terdengar BASEJAM tapi tidak menghilangkan ciri dan pesan lagunya”, ujar Sita.
Menjelang usia BASEJAM ke-32 tahun, sebuah hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya berhasil diwujudkan, yaitu mengaransemen ulang satu lagu milik legendaris maestro Pop Jawa Didi Kempot yang berjudul “Pamer Bojo”.
“Dari awal memilih lagu apa yang mau kami aransemen ulang, lagu Pamer Bojo memang menjadi salah satu pilihan teratas. Kami merasa inti cerita lagu ini sangat menggambarkan esensi Pakde Didi Kempot yang dikenal dengan Godfather of Broken Heart. Jadilah akhirnya pilihannya jatuh ke lagu “Pamer Bojo”, ujar Alvin.
“Saya sebagai orang Jawa dan sebagai personil BASEJAM, merasa interpretasi BASEJAM akan “Pamer Bojo”bisa dibanggakan lah. Mungkin terdengar tidak obyektif, tapi kalau orang lain mendengarnya akan punya pendapat yang miriplah, bahwa aransemen ini cukup baru, tapi tetap BASEJAM, tapi juga tetap lagu “Pamer Bojo””, ujar Oni.
“Salah satu pengalaman berharga dalam proses produksi kali ini adalah proses kolaborasi yang bertema Nusantara alias Indonesia. Lagu Jawa, kini dinyanyikan oleh penyanyi yang salah satunya adalah orang Sunda, dibantu teman kami si pengarah vokal Bakhes Igirisa yang adalah orang Sulawesi, aransemen dibantu oleh teman kami Figgy Papilaya dari Ambon serta penata suara Bennytho Siahaan yang merupakan orang Batak. Jadi, ini merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya. Seakan-akan menjadi bukti bahwa walau Pakde Didi sudah tidak ada, beliau tetap jadi pemersatu banyak orang sambil menikmati karya beliau”, ujar Alsa.
“Tantangan banget buat aku yang nggak ngerti bahasa Jawa, jadi belajar arti liriknya agar dapat menghayati isi lagunya dan juga belajar artikulasi kata Jawa yang benar. Ini rekaman yang paling medok yang pernah aku lakukan! Tapi, bersyukur banget bisa punya kesempatan merekam ulang lagu ini, salah satu mimpi kami, BASEJAM, yang berhasil kami wujudkan”, ujar Sigit
Lagu “Pamer Bojo”memiliki pesan yang lebih dalam dari sekedar arti judul lagunya. Lagu ini menceritakan bagaimana seseorang merasa tersakiti karena ketika dia belum bisa move on dari mantannya, ternyata si mantan sudah menjalin hubungan baru, sudah bahagia dengan yang lain dan sudah “memamerkan” pasangan barunya. Rasa sakit dan sedih dialami seseorang yang ditinggalkan dan terlupakan.
Pesan ini coba diterjemahkan dalam aransemen musik ciri khas BASEJAM yang bergenre Pop, dengan warna vokal Sigit dan Alvin. Hasil yang dikeluarkan adalah warna “Pamer Bojo”yang terdengar lebih segar, kekinian, tapi tetap terdapat ciri khas medok Pop Jawa.
Pendengar akan dikejutkan dengan beberapa hal yang tidak pernah BASEJAM hadirkan di karya-karya sebelumnya, baik dari segi aransemen musik maupun vokal.
Penasaran? Langsung dengarkan lagu “Pamer Bojo”versi BASEJAM di semua digital streaming platform. Single baru BASEJAM, “Pamer Bojo”sudah dapat dinikmati di semua Digital Music Platform.
iMusic.id – “Long live ‘70s Indonesian rock, this is Baby Rock by SAS”, begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York pada akhir, minggu lalu. Cotter, pemilik label rekaman, Psychic Reader, memutar 9 lagu koleksi dari SAS dan AKA sebagai penanda atas peluncuran album koleksi Piringan Hitam SAS di New York.
Nama SAS, band legendaris asal Surabaya bukan nama asing bagi fandom psychedelic rock
Amerika. Band yang terbentuk pada tahun 1975, dengan personel Soenatha Tanjung (gitar,vokal), Arthur Kaunang (bass, keyboard) dan (alm) Syech Abidin (drum, vokal), sebelumnya bergabung dalam AKA (Anak Kali Asin) bersama Ucok Harahap, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Trio SAS dipengaruhi oleh aliran rock era itu, seperti Emerson Lake & Palmer, Deep Purple, Pink Floyd dan Grand Funk.
“Tahun 1975, SAS merilis debut album dengan hit “Baby Rock”, sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia.
Bukan hanya “Baby Rock”, sejumlah lagu SAS seperti “Space Ride, Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu fans millennial dan gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album SAS di berbagai toko reseller.
Video lirik “Baby Rock” ditonton ratusan ribu di halaman YouTube, menunjukkan bahwa musik SAS mampu menembus semua zaman. Sejak album terakhir pada tahun 1991, untuk pertama kalinya koleksi album SAS Group, Bad Shock kembali di release dalam bentuk piringan hitam, oleh label rekaman Psychic Reader, New York.
“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus”, ujar Cotter Phinney, produser Psychic Reader.
“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York, dan saya harap ini akan membuka pintu bagi audiens global”, tambah Cotter yang juga dikenal sebagai gitaris dan vokalis dari post punk band asal Brooklyn, Medium.
“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik Rock ‘70an. Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini direlease di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke 50 tahun. Ini Mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga”, ucap Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi dari awal.
Sementara, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan. pre-order piringan hitam datang dari distributor musik di Jepang.
“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia”, ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi co-produser album ini.
Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika.