iMusic – Dudy
Oris dan LalaKarmela bersama-sama membuka lembaran baru
karier musik mereka di tahun 2021 ini dengan merilis Kau dan Aku,
sebuah single yang diproduksi oleh perusahaan rekaman @legendamusikindo.
Tak butuh waktu lama bagi dua solois ini mencapai kata sepakat, untuk kemudian
berduet merekam lagu buah karya Glenn Rotty tersebut.
“Lagu
ini sebenarnya sudah siap masuk dapur rekaman sejak akhir tahun 2020. Dari awal
pun kita pengen merekam lagu ini dengan konsep duet, oleh karenanya butuh waktu
cukup lama untuk mencari partner duet yang pas,” kata Dudy, Minggu (7/2),
di Jakarta.
“Kami
patut bersyukur karena dengan materi lagu yang bagus, dapat temen duet cewek
yang asyik dengan jam terbangnya yang tinggi. Tapi kita berdua berangkat
sebagai solois. Ketika berduet, kita harus punya pengertian satu sama lain.
Enaknya, saya ketemu partner bernyanyi yang berpengalaman, yang tahu kapan
harus ‘ngerem’ atau ‘ngegas’,” tambah pria yang meniti karier sebagai
penyanyi solo usai melanglang buana di industri music Tanah Air bersama Yovie
& Nuno.
Demikian
pula dengan Lala, yang tak membutuhkan waktu lama untuk mengiyakan ajakan rekaman
Kau dan Aku. Biduanita bernama lengkap Karmela MudayatriHerradura
Kartodirdjo ini, sekilas, mengingat lagu-lagu milik Bobby Caldwell
atau James Ingram, setelah mendengarkan demo dari lagu ciptaan Glenn
ini. “Pada dasarnya, aku sudah suka lagunya sejak awal,” kata Lala.
Dudy telah
menemukan teman duet. Lala sudah kesengsem dengan lagu tunggal tersebut. Proses
workshop, masuk dapur rekaman, hingga pengerjaan klip video, langsung
digarap oleh @legendamusikindo, dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) di
setiap sesi. “Kita memang harus jaga prokes.
Nggak
sebebas dulu,” ujar penyanyi yang juga beradu akting di hadapan kamera di
berbagai karya layar lebar.
“Tapi
karena duet saya adalah Dudy, yang senior di bidangnya, teman lama juga, jadi
kita punya pengertian dalam penggarapan lagu. Dan di masa pandemi ini
kita masih berkarya, udah seneng banget,” Lala, menambahkan.
Sementara
bagi Glenn, Kau dan Aku merupakan karya keduanya yang dirilis pada awal tahun
ini, di bawah bendera perusahaan rekaman yang sama. Momen-momen manis pada
pesta pernikahan, menurutnya, menjadi inspirasi hingga terciptanya lagu duet
Dudy-Lala ini. “Lagu ini merupakan lagu pop yang menurut saya cocok
untuk wedding song. Saya memang ingin sekali menulis lagu yang bertema
seputar pernikahan, terutama ketika dua orang bertekad untuk menjalin hubungan
lebih serius. Pasti muncul momen-momen indah,” katanya.
“Saya
beruntung bisa bekerja sama dengan arranger lagu ini, Zack, serta Dudy dan
Lala, yang ternyata kita punya misi yang sama tentang lagu ini. Saya berharap
lagu ini dapat diterima oleh masyarakat, karena lagunya indah dan romantis. Dan
dengan notasi sederhana, mudah diingat dan dinyanyikan,” tambah Glenn.
Bagi
@legendamusikindo, proses pengerjaan Kau dan Aku terbilang lancar, sejak kali
pertama lagu ini disodorkan oleh Glenn pada November 2020. Lagu ini pun siap
diluncurkan pada 14 Februari 2021 atau bertepatan dengan Hari Valentine.
“Kita sangat bersyukur bahwa proses produksi berjalan lancar dan lagu ini
dapat dirilis tepat waktu. Kami berterima kasih atas bantuan Pak Purwa
Tjaraka dan Mas Adit saat pembuatan klip video, sehingga pemutaran perdana klip
video dari lagu ini mencapai target yakni pada 14 Februari 2021,” jelas Presiden
Direktur @legendamusikindo Faisal Nurdin.
Terkait
pemutaran perdana lagu Kau dan Aku pada hari kasih saya sepanjang masa
tersebut, Lala berkomentar, “Lagu ini memang lagu yang memberikan feeling
atau vibe cinta. Jadi memang pas kalau dirilis bulan Februari, terutama di waktu
valentine. Ekspektasi aku, lagu ini diputar dan didengarkan saat lagi bersama
pasangan mereka.”
Kau dan
Aku hadir di berbagai digital store pada 7 Februari 2021. Sementara pemutaran
perdana di radio – radio di Tanah Air dilakukan pada 14 Februari 2021,
yang dibarengi peluncuran klip video dari lagu tunggal ini. Salam Musik
Indonesia! (FE)
iMusic.id – Band ‘Rutinitas Pagi’ resmi meremaster lagu legendaris “Kau”, karya Yerri Meiryan yang dipopulerkan oleh T-Five. Dalam versi terbarunya, ‘Rutinitas Pagi’ menghadirkan warna musik yang lebih chill, dan fresh, tanpa menghilangkan nuansa romantis yang menjadi ciri khas lagu tersebut.
Proses re-master dan re-interpretasi ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian. ‘Rutinitas Pagi’ ingin menjaga kehangatan dan kesederhanaan notasi asli, namun memberikan sentuhan baru melalui produksi yang lebih halus, harmoni minimalis, serta groove santai yang menjadi identitas musik mereka.
“Kami tumbuh bersama lagu-lagu T-Five, dan ‘Kau’ adalah salah satu lagu yang paling membekas. Lewat versi ini, kami ingin memberi penghormatan dan juga memperkenalkan lagu ini kepada generasi baru,” ujar ‘Rutinitas Pagi’ dalam pernyataan resmi.
Aransemen terbaru dari ‘Rutinitas Pagi’ ini memperkuat sisi emosional lagu dengan penggunaan gitar clean bernuansa smooth, synth pad lembut, serta beat yang laid-back. Semua elemen tersebut berpadu menciptakan suasana yang lebih intim, cocok untuk menemani aktifitas para pendengarnya.
Versi remaster “Kau” dari ‘Rutinitas Pagi’ sudah tersedia di seluruh platform musik digital mulai minggu ini.
Tentang Rutinitas Pagi
Rutinitas Pagi adalah band pop modern yang dikenal dengan karakter musik ringan, hangat, dan mudah dinikmati. Mereka menggabungkan unsur pop, R&B, yang menjadi identitas khas dalam setiap rilisan mereka sehingga terdengar easy listening dan relate untuk para pendengarnya.
iMusic.id – Setelah merilis albumstudio kedua yang bertajuk “Edelweiss” pada 17 Oktober 2025 lalu, Tiara Andini perkenalkan video musik single “Cinta Seperti Aku” yang merupakansalah satu single dari delapan lagu yang berada di track list album “Edelweiss” tersebut.
Video musik “Cinta Seperti Aku” menampilkan kedalaman emosi dan kedewasaan Tiara Andini dengan latar keindahan lanskap Singapura yang beragam. Lagu ini juga mendapat apresiasi atas liriknya yang menyentuh dan jujur, dipadukan dengan tempo yang santai serta penyampaian yang ekspresif. Sekali lagi, Tiara berhasil mencuri hati para pendengar lewat suara khasnya.
Dalam video musik terbarunya ini Tiara Andini berkolaborasi dengan Singapore Tourism Board yang memvisualisasikan perjalanan Tiara Andini melalui fase patah hati, refleksi, hingga ‘kelahiran kembali’ lewat lanskap ikonik Singapura sebagai cerminan tahapan emosi dalam cinta dan penyembuhan. Melalui kerja sama ini, diharapkan dapat menginspirasi audiens di Indonesia untuk menemukan momen inspiratif mereka sendiri di berbagai sudut Singapura yang berkesan.
Mohamed Hafez Marican, Area Director Singapore Tourism Board Indonesia, mengatakan: “Kami senang dapat berkolaborasi dengan Tiara Andini untuk menampilkan Singapura melalui video musiknya. Beragam Lokasi mulai dari area tepi perairan hingga atraksi alam menunjukkan tata kota Singapura yang ringkas, di mana beragam pengalaman dapat dijangkau dengan mudah. Lokasi-lokasi ini menggambarkan bagaimana setiap momen di Singapura selalu dekat dan mudah diakses, sehingga pengunjung dapat menciptakan kenangan bermakna dengan effortless.”
Video musik ini mengambil latar di berbagai lokasi di Singapura, termasuk Marina Barrage, Punggol Waterway, Bird Paradise di Mandai Wildlife Reserve, dan Sentosa Sensoryscape. Setiap lokasi menghadirkan karakter yang berbeda mulai dari pemandangan cakrawala terbuka, ruang hijau yang asri, hingga habitat alami yang kaya menciptakan suasana tenang dan imersif yang memperkuat narasi emosional dan reflektif. Dalam potongan behind-the-scenes, Tiara Andini juga membagikan cerita tentang pengalamannya yang singkat namun berkesan selama berada di Singapura, termasuk momen di SkyHelix Sentosa, Asian Civilisations Museum, serta lokasi-lokasi syuting lainnya.
Tiara turut membagikan antusiasmenya saat melakukan syuting di Singapura dan menemukan sisi-sisi baru Singapura yang belum pernah ia lihat sebelumnya,
“Aku senang banget bisa syuting di sini dan aku baru tahu ternyata di Singapura bisa lihat flamingo dari jarak dekat! Beneran dekat. Seru banget,” ujar Tiara.
Sejak perilisan album terbarunya Edelweiss, “Cinta Seperti Aku” menjadi salah satu lagu favorit penggemar berkat nuansanya yang easy listening, melodi yang catchy, serta lirik yang relatable. Lagu ini menggambarkan perasaan seseorang yang terluka dan menyampaikan satu permohonan terakhir agar pasangannya mau berubah.
Untuk semakin mendekatkan diri dengan para penggemar setianya di Indonesia, Tiara Andini juga membagikan hadiah pilihan pribadi dari lokasi-lokasi berkesan di Singapura. Para penggemar dapat ikut serta untuk berkesempatan memenangkan item spesial tersebut, yang masing-masing dipilih langsung oleh Tiara Andini dan ditampilkan dalam video behind-the-scenes miliknya.
iMusic.id – Di tengah industri musik yang kerap terjebak pada romantisme panggung dan glorifikasi popularitas, Gitaris rock papan atas Indonesia Triwitarto Edi Purnomo atau Edi Kemput hadir sebagai figur yang melampaui batas estetika bunyi.
Edi Kemput yang adalah juga gitaris dari Grassrock ini memaknai musik bukan sekadar ekspresi seni, tetapi sebagai wadah kepedulian, ruang refleksi, dan tanggung jawab moral seorang seniman terhadap sesama dan negaranya.
Lahir di Samarinda, 10 April 1966, Edi Kemput tumbuh bersama denyut perubahan musik Indonesia sejak awal 1980-an. Perjalanan musikalnya dimulai sejak SMP kelas 2, ketika musik masih ia dekati secara polos dan jujur.
“Lagu pertama yang saya mainkan itu lagu anak-anak ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’,” kenang Edi Kemput sambil tersenyum saat di wawancarai wartawan (27/12/2025).
Dari situ, jari-jarinya mulai akrab dengan Akor, hingga suatu hari memainkan lagu ciptaan Rinto Harahap yang dipopulerkan Hetty Koes Endang, fase awal yang perlahan menuntunnya ke dunia musik yang lebih kompleks.
Memasuki SMA Negeri 2 Surabaya, Edi mulai bersentuhan dengan musik instrumen yang kala itu menjadi tren di kalangan pelajar musik.
Sosok Bujana dan band Squirrel menjadi referensi kuat. Bersama rekan-rekannya, ia memainkan karya-karya Indra Lesmana, Alfonso Mouzon, hingga Casiopea.
“Kalau dibilang jazz terlalu luas. Kami menyebutnya lagu-lagu instrumen,” ujar Edi Kemput.
Selepas SMA, Edi sempat menempuh pendidikan di Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Surabaya, jurusan Ilmu Komunikasi (Jurnalistik).
Namun dunia kampus tak mampu menahan lajunya di musik. Ia tidak menyelesaikan studi—karena pada saat yang sama, pintu industri musik mulai terbuka.
Titik balik datang pada 1984, saat Edi bergabung dengan Grass Rock, band yang kemudian menjelma menjadi salah satu ikon rock Indonesia.
Nama “Grass Rock” menyimpan filosofi tersendiri: grass dimaknai sebagai sesuatu yang tumbuh di mana saja—harapan agar musik mereka dapat diterima lintas lapisan sosial.
Mereka mencatat prestasi penting di Festival Log Zelebour, Festival KMSS Jakarta, hingga akhirnya meraih Juara 1 Log Zelebour 1986.
Prestasi individual pun mengiringi :
Edi Kemput – The Best Guitarist (1985 dan 1987)
Rere – The Best Drummer (beberapa tahun berturut-turut)
Mandau – The Best Keyboardist
Puncaknya, Grass Rock dipercaya menjadi band pembuka tur God Bless di 10 kota Indonesia, sebuah legitimasi tak tertulis bahwa mereka telah masuk jajaran elite rock nasional.
Grass Rock merilis lima album dan dua single. Album debut mereka “Peterson (Anak Rembulan)” diproduksi oleh Ian Antono di bawah label Atlantic Records.
Lagu-lagu ciptaan Edi Kemput seperti “Peterson (Anak Rembulan)”, Prasangka”, dan “Bersamamu” menjadi penanda identitas musikal band : melodis, progresif, dan sarat emosi.
Lagu “Bersamamu” diciptakan bersama almarhum Dayan Zmach, sementara “Peterson” menjelma menjadi lagu lintas generasi yang berkali-kali dire-master.
Pada masanya, Grass Rock berdiri sejajar dengan nama-nama besar seperti God Bless, SAS, Makara, Elpamas, dan AKA.
Ia dikenal sebagai gitaris yang diperhitungkan dan kerap menjadi additional player lintas genre, terlibat dalam berbagai proyek besar bersama: Erwin Gutawa Orchestra, Aminoto Kosim Orchestra, Adi MS – Twilite Orchestra, Andi Rianto – Magenta Orchestra, Chrisye, Krisdayanti, Titik DJ, Ruth Sahanaya, Ari Lasso, hingga Iwan Fals & Iwang Noorsaid Band.
Kolaborasinya bersama Iwan Fals dalam album “Orang Gila” menunjukkan fleksibilitas musikal Edi dari rock keras hingga pop progresif kontemporer.
“Yang paling mempengaruhi saya itu Erwin Gutawa. Dia membuka cara pandang bermusik yang lebih luas,” tuturnya.
Namun hidup Edi Kemput tidak berhenti pada panggung dan tepuk tangan. Di balik citra rocker yang kerap dilekatkan pada alkohol, narkoba, dan gaya hidup hedonis ia mengalami titik jenuh. Tahun 2003 menjadi momentum perubahan.
“Capek.. Jiwa capek,” katanya singkat.
Latar keluarga religious ibunya yang aktif dalam kegiatan Nahdlatul Ulama menjadi jangkar yang menahannya dari kehancuran total.
Pernikahan dan kehadiran keluarga menjadi cermin. Perlahan, Edi meninggalkan dunia gelap. Ia berhijrah.
Transformasi itu tidak berhenti pada diri sendiri. Edi kini aktif berbagi ke lapas, komunitas punk, dan kelompok masyarakat yang termarjinalkan. Ia tidak menggurui. Ia berbagi pengalaman hidup.
“Bukan tausiah, tapi sharing,” ujarnya merendah.
Ia terlibat dalam berbagai kegiatan sosial-keagamaan, termasuk “Hijrah Fest Palu 2018”, serta kajian musisi hijrah di berbagai masjid.
Baginya, musik dan iman tidak harus saling meniadakan. Musik, Kepedulian, dan Keikhlasan untuk Sesama
Dalam berbagai momentum solidaritas—termasuk kepedulian untuk saudara-saudara di Sumatera yang tertimpa musibah Edi menegaskan bahwa musik seharusnya hadir sebagai jembatan empati, bukan sekadar seremoni.
“Yang paling penting bukan seberapa besar nilainya, tapi seberapa ikhlas kita berbagi. Di mata Allah, keikhlasan jauh lebih berharga daripada angka,” ujarnya.
Baginya, musik yang dipersembahkan dengan niat tulus untuk meringankan beban sesama adalah bentuk ibadah sosial. Ia menolak menjadikan penderitaan orang lain sebagai alat pencitraan atau kepentingan kelompok.
Edi Kemput juga menyampaikan kritik terbuka kepada pemerintah sebagai pengelola negara. Menurutnya, bencana yang berulang tidak selalu murni kehendak alam, tetapi sering kali lahir dari ketidakjujuran, kelalaian, dan pengelolaan yang tidak amanah.
“Pemimpin harus jujur dan amanah. Kalau tidak, yang selalu menjadi korban adalah rakyat,” tegasnya. Jabatan, bagi Edi, adalah titipan yang kelak harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Tuhan.
Kini, di usia hampir 60 tahun, Edi Kemput masih memainkan gitar. Namun distorsi itu kini berpadu dengan kesadaran, empati, dan tanggung jawab sosial.
Di tengah negeri yang terus diuji oleh bencana dan krisis kepercayaan, suara Edi Kemput menjadi pengingat bahwa musik, iman, dan keberpihakan pada kemanusiaan seharusnya berjalan seir ingbukan sebagai topeng, melainkan sebagai komitmen hidup.
“Sebagai musisi atau seniman sebaiknya kita jangan hanya berteriak pada kepentingan golongan atau komunitas saja. Memiliki empati juga harusnya luas karena kita punya hati nurani sebagai manusia untuk berbagi pada segala hal, ” tutup Edi Kemput.