Connect with us

iProfile

Sorotan cerita perjalanan musical satu decade “Beatrice Consolata”.

Published

on

iMusic – Indonesia patut berbangga. Industri musik negara ini sepertinya selalu kaya dengan talenta-talenta baru dalam bermusik. Setiap tahun dari bumi Nusantara ini terus melahirkan anak-anak muda hebat dan berprestasi yang mengharumkan nama Indonesia. Salah satu anak muda berprestasi yang sedang mengasah diri dan siap maju adalah Beatrice Consolata.

Seorang anak muda yang umurnya bahkan belum menyentuh 15 tahun ini memiliki segudang prestasi keren di bidang musik. Jika kalian bertanya siapa dia, kalian bisa melihat prestasi Beatrice yang berjejer, antara lain: First-Winner International Romantic Music Competition 2020 (American Protégé) kategori usia 10-14 tahun; Gold Award First-Prize International Online Contest World Art Games (Fiestalonia Milenio Spanyol) kategori usia 10-12 tahun; First Prize & Exceptional Young Talent Special Prize of 2021 Golden Classical Music Awards International Competition kategori usia 9-12 tahun; First-Winner VI Odin International Music Online Competition 2021 kategori usia 10-14 tahun; dan Gold Award, Vokal Klasik, Festival Indonesiana 2021 (Amadeus Enterprise Indonesia) kategori usia 7-11 tahun, di mana ia membawakan seriosa (art song) Indonesia berjudul Setitik Embun (Mochtar Embut).

Nah pertanyaannya, bagaimana gadis belia ini tertarik menggeluti kegiatan bermusik? Jawabannya ada dalam keseruan yang menyemarak dalam dirinya. Beatrice mengaku menemukan gejolak menyenangkan saat mempelajari lagu-lagu baru dan mendengarkan lagu-lagu indah menggetarkan. Didasari oleh kesukaannya terhadap musik, ada lagu-lagu tersendiri yang punya posisi khusus di hatinya. Semuanya bermula dari keinginannya untuk memainkan dan menyanyikan lagu-lagu yang dirasakan indah atau menarik hati.

Perjalanan belajar bermusiknya ia alami sejak dini. Beatrice belajar biola dengan pendekatan metode Suzuki sejak usia balita di Community Music Center (CMC) berafiliasi dengan Suzuki Music Association of Indonesia yang dipimpin oleh Therese Wirakesuma. Beatrice dan orangtua aktif mengikuti kegiatan Suzuki Musik di Indonesia dan internasional (Indonesia sejak 2013, Taiwan 2014, Swiss 2015). Guru pertamanya Yasintha Pattiasina dan kemudian Mellody Arben (2018-2020). Beatrice telah mengikuti sejumlah masterclass biola sejak usia lima tahun dalam program konferensi nasional atau internasional Suzuki Institute. Sejak 2021 ia belajar biola dibimbing oleh biolis konser klasik dan edukator Giovani Biga.

Beatrice belajar mendetingkan piano sejak 2015 yang sampai 2018 dibimbing oleh Mayangsari di CMC, dan kemudian sejak 2019 dibimbing oleh Daniel Alexander Tan (The Resonanz Music Studio). Tarik suara atau instrumen vokal memperoleh posisi khusus di hati Beatrice dalam pembelajaran musik dan kesehariannya. Ia belajar vokal sejak tahun 2017 di bawah bimbingan Valentina Nova Aman (The Resonanz Music Studio). Vokal dan bernyanyi memang menjadi salah satu yang unik, juga mengingat guru biola dan pianonya yang selalu mengingatkan Beatrice untuk dapat membayangkan dan menyanyikan lagu-lagu yang sedang dipelajari dan yang dipentaskannya. Hal ini mewarnai ketertarikannya belajar olah vokal yang menunjang pelajaran instrumen musik lainnya sekaligus mengembangkan sensitivitas musik dan musikalitasnya. Tak heran, ia pun menjajal beragam aktivitas yang sangat menginspirasi dalam menekuni hobi dan passion-nya yang membekali proses belajarnya.

Menurut pengakuannya, salah satu kegiatan internasional yang berkesan special dan unik adalah saat ia berpartisipasi dalam World Orchestra Festival di Wina-Austria bersama delegasi Trust Orchestra Indonesia pada 1-4 Agustus 2019. Bersama Trust Orchestra, ia dan kawan-kawannya berkolaborasi dalam latihan dan tampil di Musikverein dan MutH-Concert Hall of the Vienna Boys’ Choir. Selain itu, dalam rangkaian acara World Orchestra Festival 2019 itu, bersama Trust Orchestra Beatrice mengikuti masterclass orkestra yang diberikan oleh Profesor Stefan Hackl di Studio Karl Ohlberger, University of Music and Performing Arts (MdW) Wina, di mana Trust Orchestra membawakan lagu Rasa Sayange dan Janger. Tentunya, pada usianya 10 tahun, Beatrice, sebagai peserta orkestra termuda saat itu, bersama peserta lainnya melewati proses persiapan yang cukup panjang sekitar lima bulan sejak lolos audisi. Bersama kawan-kawan dalam orkestra yang dipimpin oleh Nathania Karina, mereka mempelajari lagu-lagu daerah sejumlah provinsi di Indonesia. Bersyukur, Trust Orchestra menggondol Penghargaan Emas World Orchestra Festival 2019. Setelah acara penutupan festival, Beatrice ikut dalam flashmob Trust Orchestra di halaman Katedral St. Stephen Wina. Masih kelanjutan dari perjalanan musik di Wina tersebut, bersama Trust Orchestra, ia ikut tampil dalam Konser Talenta Muda Bhinneka yang digelar di Istana Negara pada 24 Agustus 2019.

Tour Austria itu sungguh berkesan. Ia menikmati perjalanan sebagai turis pelajar di negara yang punya sejarah musik yang sangat kental. Tidak hanya di Kota Wina tetapi juga di Salzburg yang dikenal sebagai Kota Mozart dan Beatrice lagi-lagi menikmati Sound of Music Tour, yang filmnya telah ia simak sejak balita. Perjalanan Austria Wina-Salzburg tersebut membuatnya acap kali rindu dengan suasana menyenangkan dan wangi kota yang khas. Tak hanya menyenangkan saat berlatih untuk persiapan tampil, mengunjungi tempat latihan dan pentas setiap hari, tetapi juga menikmati kuliner ragam internasional, berwisata kota dan suasana pegunungan sambil napak tilas perjalanan film The Sound of Music. Di waktu luang dari acara festival orkestra, orangtuanya memperkenalkan Beatrice pada sesi perkenalan Alexander Technique yang saat itu diberikan oleh Alexandra Mazek di Wina. Tak bosan-bosannya pula, di waktu luangnya, ia mengunjungi Haus der Musik Wina.

Sebelum perjalanan mengikuti World Orchestra Festival ke Austria, Beatrice berhasil mengikuti proses audisi dan final showcase Workshop Indonesia Menuju Broadway pada bulan Februari 2019. Workshop ini diselenggarakan oleh Galeri Indonesia Kaya bekerjasama dengan StudentsLive Passport to Broadway New York. Saat ditanya awal mula berminat mengikuti audisi tersebut, ia mengakui “iseng-iseng mencoba” mengingat usianya masih belia yang ketika itu baru sembilan tahun. Katanya, “coba saja” dan persiapkan sebisa mungkin karena ada kesempatan di depan mata.

Audisi tersebut dipersiapkan dengan latihan dan bimbingan guru vokalnya. Audisi yang seru dengan penilaian dari kakak-kakak juri ahli yaitu Garin Nugroho, Andrea Miranda, Ufa Sofura, Ari Tulang, dan Renitasari Adrian. Beatrice lolos seleksi 70 Peserta Workshop Indonesia Menuju Broadway 20-24 Februari 2019 setelah ikut audisi bersama 243 peserta hasil seleksi dari 672 yang mendaftar. Siswi kelas tiga Sekolah HighScope Indonesia saat itu, Beatrice menjalani lima hari workshop intensif di Balai Resital Kertanegara Jakarta, dengan tim pelatih Amy Weinstein, Seth Weinstein, dan Stephen Brotebeck. Beatrice sangat “enjoy”, bersemangat, belajar dalam ruang kreatif, dengan ketekunan, fokus, dan perjuangan yang menggembirakan karena melakukan hal yang ia sukai. Pada saat liburan sekolah bulan Juli 2020, di tengah ruang gerak yang terbatas, Beatrice mengikuti workshop teater musikal yang diselenggarakan oleh Relasi Nada Dunia dan membawakan lagu Crossing A Bridge dari Musikal Anastasia. Dan pada liburan sekolah Juli 2021, Beatrice mengikuti online workshop Lion King Broadway Intensive yang diselenggarakan oleh Bamboo Playhouse Indonesia.

Bicara tentang perjuangan, ia mengalami proses mempersiapkan vokalnya untuk rekaman studio perdananya pada Juli-Oktober 2019 di bawah bimbingan Valentina Nova Aman (The Resonanz Music Studio) dan produser serta direktur musik Elwin Hendrijanto untuk lima lagu: Panis Angelicus (César Franck), Lihatlah Lebih Dekat – Sherina (Elfa Secioria, Mira Lesmana), Heal The World (Michael Jackson), Andaikan Aku Besar Nanti (Elfa Secioria), dan Circle of Life (Tim Rice, Elton John).

Selain vokal dan musik klasik, Beatrice suka lagu-lagu genre classical crossover dan menyimak genre indie bergaya soft, relaxing, dan healing. Rupanya sejak kecil Beatrice juga menikmati lagu dan musik The Beatles, yang kerap diputar orangtuanya di rumah, selain memutar lagu-lagu nasional dan daerah serta lagu-lagu anak dalam sejumlah bahasa dunia. Kala itu, dalam menikmati musik The Beatles, ia terkesan dengan lagu Hey Jude yang ditandai dengan kesukaannya memainkan lagu itu berulang kali dalam dentingan tuts pianonya, “saat itu tahun 2015” kenang orangtuanya. Saat ini ada lebih banyak lagi lagu The Beatles yang menjadi perhatiannya selain lagu-lagu indah yang bermunculan kemudian.

Sejak 2020, Beatrice juga belajar teori musik dengan King Napoli (The Resonanz Music Studio) dan komposisi yunior dengan Renardi Effendi. Dalam perjalanan belajar vokalnya, atas rekomendasi guru vokalnya, saat berusia sepuluh tahun ia mulai berkenalan dengan masterclass vokal, pada tahun 2019 dengan Farman Purnama dan Katherine Ciesinski, pada 2020 dengan Catharina Leimena dan Marlina Deasy, dan sejak 2021 dengan Aning Katamsi.

Seperti disampaikan kepada orangtuanya, Beatrice suka mengulik lagu-lagu baru yang disukainya dan melakukan analisis tertentu serta memberikan interpretasi dan komentar atas lagu-lagu yang dibawakan oleh vokalis/grup musik tertentu yang sedang menonjol di kancah musik internasional. Selain itu sejak 2021, ia juga suka mengeksplorasi musik melalui ukulele tenor atau soprannya. Yang juga seru adalah kesukaan Beatrice mengulik film-film anak yang dibuat berdasarkan cerita buku/novel seperti film musikal The Sound of Music, Petualangan Sherina, Harry Potter, A Serious of Unfortunate Events, The Mysterious Benedict Society, The Chronicles of Narnia, dan Laskar Pelangi. Ia kerap memastikan dirinya untuk membaca buku atau novelnya terlebih dahulu atau sebaliknya.

Dalam perjalalanan musikalnya, kalau 2019 ditandai sebagai tahun Rekaman Studio, tahun 2020 ditandai sebagai tahun Festival Internasional. Proses mengikuti festival berlangsung online dan offline dengan persiapan yang memerlukan ketekunan dan kolaborasi tersendiri. Dalam periode Agustus 2020 hingga Januari 2021, Beatrice memperoleh penghargaan emas (first-prize winner category) untuk empat festival lomba internasional dan satu festival nasional kategori vokal klasik. Sementara tahun 2021 ini ditandai sebagai tahun Evaluasi dan Orientasi Langkah Baru bersiap masuk tahap selanjutnya dalam 3P: pengalaman, pembelajaran, dan pentas di tengah situasi protokol Kesehatan yang ketat, sebelum masuk tahun 2022 di mana sejumlah kejutan musikal akan muncul.

Beatrice bersyukur dengan pembelajaran musiknya, ia bersentuhan dengan cerita dan bahasa dari sejumlah negara, selain Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, adalah Bahasa Latin, Italia, Jerman, Perancis, Basque, Swahili, dan Maori. Hal ini ia alami tidak saja dari belajar vokal solo tetapi juga dari belajar bermusik dan mengikuti paduan suara The Resonanz Children’s Choir (TRCC) sejak 2018 di bawah asuhan Tim Pelatih (Luciana Oendoen, David Chendra, Rainier Revireino). Antara September 2018 hingga Desember 2019, Beatrice telah berpartisipasi dalam 10 konser TRCC. Penampilan pertama Beatrice bersama TRCC adalah dalam Konser Beat It (A Tribute to Michael Jackson) pada Sabtu 1 Desember 2018, di mana TRCC bersama Batavia Madrigal Singers dan Jakarta Concert Orchestra pimpinan Avip Priatna mempersembahkan konser itu di Teater Jakarta Ismail Marzuki Jakarta.

Dari sini kita bisa bayangkan padat dan berwarnanya aktivitas Beatrice Consolata dalam ruang kreatif yang tanpa batas dan jadwal yang padat. Peluang dan tantangan pasti ada. Begitu juga kekuatan dan kelemahan. Bersyukur hal ini dapat dikelola dengan baik berkat 3K: kecintaan (passion), ketekunan (grit), dan kolaborasi dengan banyak pihak yang memfasilitasi dan membimbing. Itu semua merupakan bagian dari momen belajarnya yang saling terhubung secara kolaboratif. Tentu, sangat menarik untuk menanti kelanjutan dari torehan rekam jejak proses belajar dan panggung Beatrice Consolata!

Oh ya, satu lagi! Beatrice akan pentas di Weill Recital, Carnegie Hall New York Amerika Serikat pada akhir 2021 atau awal 2022, sesuai waktu dan kondisi yang ada. Ia akan membawakan tembang puitik berbahasa Jerman berjudul Schwanenlied ciptaan Fanny Mandelssohn-Hensel. Adapun lirik Schwanenlied diambil dari puisi gubahan penyair Jerman Heinrich Heine. Ikuti kabar selanjutnya tentang cerita penampilan Beatrice Consolata di Instagram dan YouTube Beatrice Consolata Channel. (FE)

iMusic

Fritz Faraday jadi brand ambasador Solar Guitars

Published

on

iMusic.id – Gitaris band Djent Jakarta, Bless the Knights, Fritz Faraday (@mrfritzfaraday) resmi didaulat menjadi endorsee/brand ambassador dari merek gitar asal Swedia, Solar Guitars.

Marketing Communication Manager dari PT. SMI, Ivan Victor Lucas dalam keterangan tertulisnya mengatakan, kolaborasi antara Fritz Faraday bersama Solar Guitars diharapkan bakal menjadi sinergi yang membawa dampak baik bagi keduanya.

“Gue melihat potensi dari Fritz dan Bless the Knights-nya, dan gue percaya bahwa dengan Solar Guitars Lamborghini Orange yang warna dan kualitasnya shocking banget ini, baik Fritz maupun gitarnya akan makin bersinar di kancah musik Indonesia,” kata Ivan.

“Patut ditunggu karya-karya terbaru dari Bless the Knights dengan Fritz Faraday yang sudah memakai Solar Guitars sebagai amunisi terbarunya,” tutur dia.

Sementara melalui laman Instagram pribadi yang dikolaborasikan dengan akun Bless the Knights dan Bermusik Gitar (PT. SMI), Fritz Faraday mengunggah momen penandatanganan kontrak dengan Solar Guitars selama 2 tahun ke depan dalam bentuk vlog yang merangkum kegiatannya saat berkunjung ke kantor PT. SMI.

Momen ini, menurut Fritz merupakan suatu lompatan besar dalam karirnya dan juga sekaligus melengkapi era baru kembalinya Bless the Knights ke skena musik metal Indonesia setelah melaunching single mereka yang berjudul “Metamorphosis” pada Mei 2023 lalu.

“Setelah 19 tahun bermain gitar dan 12 tahun berjuang dengan Blitzkrieg & Bless the Knights, I finally got this chance. Puji Tuhan buat semuanya ini,” kata Fritz Faraday, dalam video tersebut.

Fritz Faraday sendiri dikenal sebagai seorang gitaris yang sangat lekat dengan brand Musicman semenjak kemunculannya ke peta musik rock/metal Tanah Air medio 2012 lalu.

Pada tahun 2023 ini, Fritz melakukan suatu lompatan besar dengan menjadi endorsee dari gitar yang merupakan besutan dari gitaris yang juga merupakan YouTuber ternama, Ola Englund ini.

Fritz mengakui bahwa pilihannya ini tidak semata-mata tendensius akan tetapi merupakan diambil berdasarkan kebutuhan bermusiknya dengan Bless the Knights dikarenakan spesifikasi gitar yang diterimanya tersebut sangat cocok untuk membuat Djent tone dalam karya-karyanya nanti semakin gahar.

Selain itu, dia juga berpendapat bahwa neck dari Solar guitars ini masih mendekati brand yang sebelumnya dipakai.

“Gitar ini well-painted ya, matching headstock. Selain bisa ngasih gw open string dan clarity yang bagus banget, necknya ini `F1-built` sangat applicable buat gue kebut-kebutan, terutama di fret-fret 15 ke atasnya,”tutur Fritz.

“Pick-upnya juga luar biasa banget, enggak nyangka banget clarity-nya bisa begini, padahal gue sebelumnya kurang cocok dengan Duncan design, tapi Duncan Solar ini top!” ucapnya.

Informasi lebih lengkap mengenai kolaborasi antara Fritz Faraday dan Solar Guitars dapat diakses melalui media sosial Instagram @mrfritzfaraday @blesstheknights_official dan @bermusikgitar.

Continue Reading

iProfile

Saint Loco “20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME”.

Published

on

By

iMusic – Perjalanan belum usai, Saint Loco terus melakukan gebrakan-gebrakan barunya. Perjuangan unit hip metalcore asal Jakarta di skena musik Indonesia yang berdinamika, terus berlanjut. Kini Saint Loco kembali menggaungkan tajinya di usia kedua puluh mereka melalui konser bertajuk “A Journey Back HOME” yang akan diadakan di Hard Rock Cafe Jakarta, pada Senin, 21 November 2022, mulai pukul 19.00 – 23.00 WIB.

Tentu rintangan yang ditempuh untuk menuju dua dekade berkarya mereka tidak mudah begitu saja. Waktu dan peradaban, dilewati untuk terus konsistensi di industri musik Indonesia. Band yang kini digawangi oleh Dimas (vokal), Beery (rapper), Webster (drums), Gilbert (bass), Iwan (gitar), dan Tius (DJ) semakin dewasa dalam meramu lirik dan musik sebagai pesan kehidupan. 

Salah satunya mereka tuangkan dalam single Nirmala yang telah diperkenalkan pada 20 September 2022 lalu melalui berbagai platform musik digital. Melalui single tersebut, bisa dibilang karya mereka kali ini sebagai saksi dari proses pendewasaan dan perjalanan Saint Loco dalam menghadapi lika-liku kehidupan sebagai unit musik.

Single anyar Nirmala rencananya akan dibawakan secara live dalam Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME bersama dengan deretan nomor wahid dari Saint Loco yang dirilis ulang, mulai dari album Rock Upon A Time (2004), Vision for Transition (2006), hingga Momentum (2012). Mereka pun mengaku telah mempersiapkan diri kurang lebih 6 bulan lamanya untuk menghibur para penggemar dan pecinta musik secara langsung pada konser mendatang. 

“Repertoar lagu-lagu yang akan kami mainkan di konser nanti adalah hasil kami ‘semedi’ selama kurang lebih 6 bulan di studio. Kalau disingkat dalam 3 kata, PMS (Padat-Maksimal-Seru),” ujar Dimas.

Bagi personel Saint Loco, konser yang akan mereka tampilkan nanti menggambarkan sebuah ‘keluarga’ yang ada di ‘rumah’ mereka. Hal tersebut bisa dilihat dari line-up yang akan dilibatkan dalam Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME, seperti Summerlane, KILMS, dan Revenge the Fate. Dengan kehadiran band-band tersebut, tentu saja konser ini akan menjadi pertunjukan intim dengan rasa kekeluargaan yang erat. Konser ini juga diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan antar pendengar musik cadas di Indonesia, khususnya Family of Loco (penggemar setia Saint Loco).

“Konser nanti buat kami adalah sebuah ucapan syukur dalam 20 tahun kami berkarya, di mana teman-teman band yang main pun adalah homies kami. Harapannya, ini adalah konser yang intimate dengan penonton,” ungkap Tius.

Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME sekaligus menjadi penanda ‘kelahiran’ album HOME (Hymn Of Majestic Entity) yang akan dirilis pada 2023 mendatang. Album keempat yang cukup fresh tersebut, diklaim juga sebagai album terbaik yang pernah Saint Loco hadirkan. Apalagi para penikmat musik di Indonesia nantinya bisa menyaksikan langsung suguhan yang penuh ikatan kuat antara konser dengan album HOME. 

“Album ke-4 HOME nanti adalah album terbaik sepanjang kami berkarya selama 20 tahun.  Energi positif dan kebersamaan kami dalam berkarya adalah dasar kami membuat lagu. Di album ke-4 kami merasa sangat puas ketika menunjuk Timotius Firman (DJ Tius) sebagai produser. Kami merasa Tius mampu mengeksplorasi dan membawa musik kami naik kelas. Warna musik yang baru di dalam album HOME ini juga menjadi terdengar lebih fresh karena Dimas bisa memberikan kontribusi nada-nada yang luar biasa,” terang Gilbert.

Gelaran Saint Loco 20th Anniversary Concert: wz  terselenggara berkat dukungan penuh dari Hard Rock Cafe Jakarta, Djarum Supermusic, el Diablo IPA Sessions dan Sampaijauh.com.

Tiket Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME bisa didapatkan melalui Loket.com (https://www.loket.com/event/stloco20). Mengenai harga tiket, akan terdiri dari beberapa tipe, yakni pre-sale (Rp100.000/person) dan regular (Rp150.000/person). Tersedia mulai tanggal 11 November hingga 21 November 2022. 

Tentang Saint Loco

Saint Loco merupakan unit hip metalcore Jakarta yang dibentuk pada 20 September 2002 lalu. Band yang digawangi oleh Dimas (vokal), Beery (rapper), Webster (drums), Gilbert (bass), Iwan (gitar) dan Tius (DJ) ini telah merilis tiga album yakni Rock Upon A Time (2004), Vision for Transition (2006), hingga Momentum (2012).

Band yang identik dengan menyuarakan kedamaian dalam lirik lagunya ini juga sempat merilis beberapa single seperti Santai Saja (2009), Time to Rock N Roll (2011), Rebel (2011), Tentang Kita (2012), Di Balik Pintu Istana (2015), Bebas feat. Iwa K (2016), dan NAKAL-Naluri Kualitas Akal (2019). (FE)

Continue Reading

iProfile

Gelar Tour Resital Piano, “Jonathan Kuo” Tampil Di Tiga Negara ASEAN.

Published

on

By

iMusic – Tahun 2022 ini jadi tahun yang padat bagi pianis muda berprestasi Jonathan Kuo. Bagaimana tidak sejak awal hingga akhir tahun mendatang, penampilan Jonathan Kuo tengah ditunggu penikmat musik klasik. Baik di Tanah Air maupun di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia

Tepatnya 22 Agustus lalu, Jonathan sukses menggelar acara Tour Resital Piano di Steinway Gallery Singapore. Sekaligus mengisi acara HUT Kemerdekaan RI di Explanade sebagai soloist.

“Saya membawakan lagu ‘Sepasang Mata Bola‘ karya Yazeed Zamin bersama dengan Batavia Madigral Singer. Tahun ini jadi tahun terpadat saya tampil di sejumlah acara, termasuk Tour Resital Piano di tiga negara ASEAN. Yaitu Singapura, Indonesia dan Malaysia,” jelas Jonathan Kuo.

Sebagai rangkaian tur keduanya, Jonathan akan tampil di GoetheHaus, Jakarta, Kamis (29/9) pukul 19.30 WIB. Pianis penerima penghargaan Concerto Encouragement Award di Waring Piano Compertition, Amerika Serikat ini akan membawakan tiga karya komponis favoritnya. Yaitu, Sonata in D Major, Op. 10, No.3 (Beethoven), Le tombeau de Couperin (Ravel) dan Sonata in A Minor, D.845 (Schubert).

“Ketiganya adalah karya dari komponis favorit saya. Harapannya semoga teman teman di Singapura, Indonesia dan Malaysia bisa sharing dan menikmati persembahan dari permainan piano saya nanti,” terang Jonathan yang berharap bisa tampil di seluruh negara ASEAN.

Sedangkan untuk tur pamungkas di Malaysia akan diselenggarakan di Kampus UCSI, Kuala Lumpur, 6 Oktober mendatang. “Terhitung sudah delapan konser yang saya lakukan di tahun ini. Saya terus berlatih dan berusaha mempersembahkan yang terbaik untuk semua pecinta musik klasik,” aku Jonathan.

Iswargia R Sudarno, konduktor sekaligus guru di Konservatoriun Musik Jakarta mengatakan bila kegiatan ini merupakan rutinitas seorang seniman musik dan pianis. “Kegiatan ini rutin dilakukan Jonathan sebagai seniman musik dan pianis yang tentunya harus terus produktif menggelar konser. Disamping untuk lebih memperkenalkan diri terhadap pecinta musik klasik di Asia Tenggara,” jelas Iswargia.

Terpilihnya tiga negara, Singapura, Indonesia dan Malaysia menurut Iswargia merupakan negara yang terdekat secara sosio-ekonomi maupun relasi kepemusikannya.

“Konservatorium Musik Jakarta memilih Jonathan untuk tampil dalam konser publik di Jakarta karena saat ini Jonathan merupakan salah satu siswa yang paling banyak prestasi secara internasional. Sebelumnya juga telah banyak siswa yang ditampilkan secara publik, terutama yg telah berprestasi international,” tambahnya lagi.

Selama kurang lebih tiga bulan lamanya, Jonathan berlatih dibawah bimbingan Iswargia dengan tingkat kesulitan yang tinggi. “Semuanya tingkat kesulitan tentu tinggi, karena ini memang sudah lagu lagu standar internasional untuk resital piano,” sebut Iswargia.

Sekilas informasi tentang ketiga komponis, Iswargia menjelaskan satu persatu karya yang dipilih Jonathan.

Sonata in D Major, Op. 10,No.3-Beethoven (dimainkan selama 20 menit) diciptakan di Wina di akhir Abad XVIII. Di masa itu dianggap avant-garde terutama baik dari segi harmoni, struktur komposisi dan harmoni (ilmu akor).

Le tombeau de Couperin -Ravel (dimainkan 20 menit), karya ini ditulis utk kawan-kawan Ravel yg menjadi korban Perang Dunia 1. Setiap bagian untuk orang yg berbeda. Gaya komposisinya mengambil inspirasi musik Barok Perancis (musik Abad XVII di Perancis).

Sonata in A Minor, D.845-Schubert (dimaninkan 35 menit), karya ini ditulis di Wina juga namun lebih dari 1/4 abad kemudian setelah karya Beethoven di atas. Masih dalam bentuk komposisi yang sama, namun karya ini memiliki lirisisme seperti karya-karya tembang puitik Schubert. (FE)

Continue Reading