iMusic
– Shaggydog, membuka episode terakhir dari tayangan series dokumenter
Collabonation Road to Unity – Bersatu untuk Bangkit. Episode bertema ‘Bergerak
Bersama Tanpa Henti Bersama Shaggydog’ menceritakan perjalanan Iga
Massardi, Kunto Aji dan Sal Priadi yang mengunjungi Shaggydog
di Yogyakarta.
Kunjungan
Iga, Aji dan Sal dimulai dengan mendatangi Doggy House yang memajang berbagai
karya perjalanan Shaggydog yang telah berkarya selama 24 tahun. Berbagai
penghargaan telah diraih oleh Shaggydog, namun bagi mereka menjadi sebuah band
tidak melulu mengenai panggung pertunjukkan.
Di
masa pandemi ini, Shaggydog bahkan merasa menjadi momentum yang tepat untuk
kembali melihat apa yang selama ini mereka kerjakan dan lakukan, learn to
pause. Shaggydog selalu berusaha untuk bermusyawarah dalam menghadapi setiap
permasalahan yang dihadapi, termasuk bagaimana mereka bersama-sama berusaha
membantu orang-orang terdekatnya.
Migunani
tumraping liyan – hidup itu harus berguna untuk yang lain, sebuah pesan yang
disampaikan oleh Heru Wahyono sebagai vokalis Shaggydog. Untuk
membantu para crew, Shaggydog memberikan kesempatan pada mereka untuk melakukan
konser virtual dengan membawakan lagu Shaggydog. Hasil dari penjualan
tiket dari konser virtual tersebut kemudian dibagikan kepada seluruh crew
Shaggydog dan crew band lain di Yogyakarta.
Shaggydog
turut membagikan cerita kepada Iga, Aji dan Sal mengenai latar belakang dari
lagu legendarisnya yang bertajuk ‘Di Sayidan’ yang diciptakan di
Sayidan, sebuah tempat personil Shaggydog sering berkumpul bersama. Baru-baru
ini, Shaggydog merekam ulang versi keroncong dari lagu ‘Di Sayidan’. Versi ini
dibuat dengan berkolaborasi bersama Puspa Jelita, grup seniman orkes
keroncong di Yogyakarta yang juga menjadi karya produktif Lilik
Sugiyarto, keyboardist Shaggydog. Heru Wahyono bercerita “Di Yogjakarta,
para seniman tradisional merupakan kelompok yang sangat terdampak pandemi.
Oleh
karena itu, kami berharap dengan
dibuatnya versi keroncong dari lagu ‘Di Sayidan’, kami dapat bersinergi
untuk menciptakan sebuah karya dan juga energi baru sekaligus membantu para
seniman tradisional yang ada di Jogja, khususnya seniman keroncong”.
Melalui
perjalanan ini, Iga Massardi, Kunto Aji dan Sal Priadi berkesempatan untuk
menyaksikan kolaborasi Shaggydog dengan Puspa Jelita. Shaggydog percaya bahwa
mereka perlu dapat berkarya karena lagu yang diciptakan bisa menjadi banyak
hal, tidak hanya mampu memberikan manfaat nyata
bagi masyarakat setempat namun juga terus memberikan energi positif
untuk dapat bersama-sama bangkit dari situasi ini.
Dalam
kesempatan yang sama, Iga Massardi turut berbagi perspektifnya terhadap cerita
yang ia dapatkan, “Shaggydog bukan hanya sebuah unit musikal, namun juga
memiliki dampak sosial terhadap orang-orang di sekitarnya. Melalui pembuatan
label, merchandise, hingga menciptakan kolaborasi penampilan. Ini tentunya
sangat memiliki dampak positif ke roda perekonomian orang-orang di sekitar yang
tentunya sangat bermanfaat, khususnya di masa-masa seperti saat ini”
Tidak
hanya menyampaikan cerita inspiratif dari rangkaian kegiatan Shaggydog dalam
membantu sesama selama masa pandemi ini, episode ini juga menampilkan
kolaborasi penampilan dari Iga Massardi, Kunto Aji dan Sal Priadi bersama
dengan Shaggydog. Lagu berjudul ‘Kembali Berdansa’ menjadi kolaborasi
penampilan yang kisah perjalanan ke Yogyakarta, sementara ‘Di Sayidan’ versi
keroncong menjadi kolaborasi penampilan yang mengakhiri perjalanan di
Yogyakarta.
Melalui
rangkaian episode dari tayangan series dokumenter Collabonation Road to Unity,
Iga Massardi, Kunto Aji dan juga Sal Priadi belajar bahwa karya yang istimewa
tidak lahir dari hitungan hari, namun dibutuhkan perjalanan panjang untuk
bangun, bangkit dan tetap bertahan dalam satu kesatuan. Perjalanan ini begitu
banyak mengajarkan bahwa sesuatu yang lahir dari hati, tidak hanya melahirkan
karya-karya terbaik, namun juga formulasi untuk banyak melewati masa sulit.
Dengan tetap berjalan bersama dan membuka diri untuk berkolaborasi, kita tidak
hanya mampu bangkit dan bertahan sendiri, namun juga bermanfaat bagi banyak
orang.
Untuk menyaksikan episode terakhir dari tayangan series dokumenter Collabonation Road to Unity – Bersatu untuk Bangkit episode Yogyakarta, dapat mengunjungi kanal YouTube IM3 Ooredoo. (FE)
iMusic.id – MD Pictures merilis Ost dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” Jumat (4/7/2025), perilisan OST yang dibarengi dengan peluncuran official poster film tersebut di gelar di MD Place, Jaksel yang juga merupakan headquarter dari MD Pictures. Acara ini di hadiri oleh Manoj Punjabi selaku Eksekutif Produser dan para cast film tersebut dari Marshanda, Ariel Tatum, Patricia Gouw, Reza Nangin, Elmandsipasi, hingga Asri Welas plus Andi Riyanto sebagai composer dan song writer.
Ost dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” ini adalah sebuah lagu sedih berjudul “Segalanya” yang diciptakan Andi Rianto bersama Ria Leimena dan dinyanyikan oleh Marshanda. Musik dan lirik yang Andi dan Ria hasilkan berhasil menangkap esensi emosional dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” itu sendiri.
“Walaupun Marshanda ini tidak aktif bernyanyi seperti sebelumnya, namun saya tahu bahwa Marshanda pasti akan all out di lagu ini dan saya yakin hasilnya pasti bagus”, terang Andi Riyanto ketika teman – teman media bertanya tentang proses rekaman suara Marshanda di lagu ini.
Sementara Marshanda sendiri mengaku bahagia bisa menjadi pengisi suara di lagu “Segalanya” ini, walaupun dia sudah lama tidak pernah melakukan lagi proses rekaman namun semangatnya tetap terjaga.
“Lagu ini catchy tapi sedih banget. It captured the whole feeling-nya Alina dan cerita filmnya. Aku ngerasa blessed banget bisa nyanyi lagu ini, apalagi setelah lama nggak rekaman,” ungkap Marshanda.
Lagu “Segalanya” ini menggambarkan perasaan mendalam sang tokoh utama, Alina (Marshanda), tentang cinta, pengkhianatan, dan kehancuran. Dengan melodi yang catchy tetapi penuh emosi, lagu ini menjadi cerminan perjalanan batin Alina dalam menghadapi pengorbanan dan kekecewaan.
“Lirik favorit aku adalah, “Hancurnya mimpi hidup, cinta, dan segalanya.” Bait tersebut merangkum kepedihan yang dialami tokoh utama dalam lagu ini”, tambah Marshanda.
Andi Riyanto sendiri mengaku terinspirasi dari saat dia menyaksikan adegan – adegan krusial di film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka” tersebut,
“Lagu ini adalah segalanya, cinta, pengorbanan, dusta, ketidaktulusan, kesetiaan, dan pengingkaran, Semuanya ada di lagu ini,” ujar Andi Riyanto.
Lagu “Segalanya” memang berisikan curahan hati seorang istri yang menghadapi pengkhianatan oleh kekasih hatinya.
“Saya tuh paling susah untuk appreciate lagu, Lagu yang laku di platform dan enak didengar, belum tentu sesuai dengan layar lebar. Itu ada formulanya, dan pertama kali kerja sama untuk proyek besar ini, saya terima kasih Mas Andi Rianto sudah dapat formulany,” ungkap produser Manoj Punjabi.
“Lagu ini bukan hanya komunikatif, tapi juga bisa jadi soundtrack. Lagunya simple, menyentuh, dan dapat dramanya.” Tambah Manoj Punjabi lagi.
Sementara itu, Final poster “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka” menunjukkan kesinambungan dengan poster yang dirilis pada Februari silam. Pada poster pertama sebelumnya, hanya tampak pemandangan di bawah meja yang menampilkan adegan seorang wanita menggoda seorang pria dengan sebelah kakinya. Dalam poster final ini, adegan yang masih kabur dengan sosok-sosok yang masih misterius tadi diperlihatkan secara gamblang.
Sedangkan di final posternya diperlihatkan adegan penuh di meja makan dari poster pertama. Di tengah meja, duduk Alina (Marshanda) yang berjilbab dan mengenakan pakaian serba biru. Sedangkan putrinya, Rere (Rachel Mikhayla), tampak bergelayut di pundaknya. Mata kedua perempuan itu mengarah ke sosok pria yang duduk di sebelah kiri meja, Reza (Deva Mahenra). Namun, alih-alih membalas tatapan penuh harap dan raut wajah bahagia anak-istrinya, Reza justru menatap lekat wanita berjilbab lain yang duduk di seberangnya yaitu Asih (Ariel Tatum).
Wanita itu pun berbalas pandang dengan Reza diiringi senyuman licik sambil mengangkat segelas jus berwarna merah di tangan kanannya, dan menggendong bayi di tangan kirinya. Sementara itu, di bawah meja, sebelah kaki Asih terlihat mengelus kaki Reza yang agak maju ke depan menyambut kaki Asih.
“La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” diadaptasi dari kisah viral oleh Elizasifaa. Ini merupakan cerita kedua Eliza yang difilmkan oleh MD Pictures setelah” Ipar adalah Maut”. Seperti pendahulunya, “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” yang disutradarai Hanung Bramantyo ini menyoroti kehadiran orang ketiga dalam sebuah keluarga harmonis yang relijius. “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” akan mulai tayang di seluruh bioskop tanggal 14 Agustus 2025, sementara itu Lagu “Segalanya” akan tersedia di seluruh platform digital (DSP) serta YouTube mulai 8 Juli 2025.
iMusic.id – Band modern rock alternative bernuansa emo asal Kota Batik, Tears Don’t Lie, kembali menghadirkan karya emosional yang menyentuh hati. Kali ini, mereka merilis single ketiga bersama dengan musik video berjudul “Hancur” yang secara resmi dirilis pada 30 Juni 2025.
Dalam lagu ini, Tears Don’t Lie menggandeng Savira Razak, mantan vokalis Killing Me Inside, untuk ikut duet mengisi bagian vokal. Kehadiran Savira memberikan warna baru yang kuat, emosional, dan penuh luka, sangat cocok dengan nuansa gelap lagu ini.
“Hancur” bercerita tentang seseorang yang kehilangan cinta sejatinya, bukan karena perpisahan biasa, melainkan karena sang kekasih telah pergi untuk selamanya. Lagu ini membingkai kesedihan mendalam saat seseorang mencoba menerima kenyataan pahit bahwa orang yang dicintai tak akan pernah kembali. Dengan aransemen yang dramatis dan lirik yang menggugah, Tears Don’t Lieberhasil menyampaikan rasa duka dengan cara yang indah namun tetap emosional.
Formasi band Tears Don’t Lie saat ini terdiri dari: Oji (Vocals), Didi (Gitar), Ekky (Gitar + Vokal), Tegar (Bass), Tommy (Gitar), dan Yunan (Drum).
Tak hanya menghadirkan kolaborasi vokal, dalam produksi lagu ini Tears Don’t Lie juga bekerja sama dengan Ian Natha dari PolarityAudio sebagai Co-Producer, yang berhasil menambahkan elemen modern dan kedalaman emosional ke dalam komposisi lagu, menjadikannya salah satu karya paling matang dalam diskografi band ini sejauh ini.
Dengan paduan rock alternatif, sentuhan emo, serta produksi modern, “Hancur” diharapkan bisa menjadi soundtrack bagi mereka yang pernah kehilangan dan masih mencoba untuk bangkit.
“Hancur” is here, a new anthem born from pain, wrapped in distortion and honesty. Only from Tears Don’t Lie. Single dan Music Video “Hancur” sudah tersedia di berbagai platform streaming musik digital, seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube Music, mulai tanggal 30 Juni 2025.
iMusic.id – Semakin dewasa, semakin banyak belajar bahwa apa yang dilakukan selama ini tidak selalu berhasil, proses ini pasti dilewati banyak orang. Assia Keva merilis sebuah lagu dari pengalaman pribadi tentang hubungan dengan sang ayah.
Lagu ini bikin kita merefleksikan diri dan memulai membuka lembaran baru bagi siapa pun yang pernah mengalami retaknya hubungan karena miskomunikasi, atau mungkin karena ego tak terkendali.
Lagu berjudul “Can We Be Friends Again ?”, ditulis dan diproduseri oleh Pamungkas, Musisi dan Pelantun To The Bone, Kenangan Manis, Monolog.
Ditulis sebagai surat permintaan maaf yang jujur ditujukan untuk ayah, “Can We Be Friends Again?” berbicara tentang keinginan memperbaiki sebuah hubungan entah itu hubungan cinta, pertemanan, atau keluarga yang sempat hancur karena ketidaksiapan emosional di masa lalu.
“Kadang kita butuh waktu lebih lama untuk mengerti, butuh versi baru dari diri sendiri untuk bisa menghargai apa yang dulu kita abaikan,” ungkap Assia.
Lewat lirik yang reflektif seperti sedang melakukan percakapan, Assia Keva menghadirkan kehangatan yang membalut luka. Lagu ini menjadi semacam pelukan emosional bagi siapa pun yang pernah kehilangan seseorang karena pilihan yang disesali namun diam-diam masih menyimpan harapan untuk memberi ruang kedua.
“Lagu ini bukan tentang kembali ke masa lalu,” lanjutnya, “tapi tentang belajar menjadi versi diri yang lebih baik dan mungkin, membuka kesempatan kedua.”
Dengan “Can We Be Friends Again ?”, Assia Keva sekali lagi menunjukkan kemampuannya merangkum emosi kompleks dalam karya yang sederhana, jujur. (FE)