iMusic – Setelah beberapa pekan ramai menjadi perbincangan baik di media konvensional maupun di jejaring sosial, tentang ST12 yang bersatu kembali dengan formasi awal ST12 di gawangi oleh Charly Van Houten sebagai vokalis, Pepeng sebagai gitaris, Pepep sebagai drummer dan pengganti mendiang Iman Rush sebagai gitaris??
Kemudian,
berkembang lagi desas desus yang menerpa ST12 pindah label dan akan bersiap
mengeluarkan sebuah album baru dengan tampilan formasi teranyarnya. Bahkan para
selebritis papan atas pun tak ketinggalan ramai berkomentar tentang siapakah
vokalis baru ST12??
Yes,
kini semua teka-teki tersebut terjawab! memasuki bulan Oktober 2019, super grup
musik Pop Melayu ST12 hadir dengan mendeklarasikan formasi teranyar, sekaligus
merilis sebuah single Repackage “Kepingan Hati” dari induk karya besarnya album
#ST12NafasBaru, dan tentunya memilih label Big Indie NAGASWARA tempatnya
berlabuh untuk meraih kembali semua kesuksesannya.
Kini,
formasi terbaru ST12 terdiri dari Pepep sebagai drummer, Indra sebagai Basis,
dan Firman Siagian sebagai vokalis mempersembahkan single repackage di
radio-radio secara serentak di 3 negara
yaitu Indonesia, Singapore dan Malaysia. Selain itu, di launchingkan juga ke
seluruh media cetak, online, infotainmen, dan jejaring sosial lainnya, serta ke
seluruh pencinta musik dan penggemar ST Setia yang selalu kompak menantikan
kehadiran karya-karya terbaru ST12.
Adapun
kenapa memilih Firman Siagian sebagai vokalis di formasi baru ST12? berikut komentar Pepep;
“Firman
Siagian adalah penyanyi yang secara kebetulan mempunyai latar belakang Melayu,
yang mana ia lahir di Sumatera Utara, Tapanuli Utara,, tepatnya di kampung
Melayu Balige. Oleh sebab itu, kita sama-sama punya basic Melayu, sehingga saya
tidak perlu kerja keras untuk menyatukan visi dan misi dalam membentuk colour
dan karakter ST12 yang telah menjadi ciri khas ST12 selama ini, yaitu bergenre
Pop Melayu.”Ucap Pepep.
Selanjutnya
apa komentar Firman Siagian ketika ditawari untuk bergabung dengan ST12?
“Bukan
hal yang mudah untuk ngemix dengan ST12, karena mereka memiliki karakter yang
kuat, ”jawab Firman Siagian, singkat dan padat.
Mempersembahkan
sebuah single Repackage yang masuk di album “#ST12NafasBaru” berjudul “Kepingan
Hati” ciptaan Pepep ST12 dan diaransemen musiknya oleh ST12. Bahwa single
“Kepingan Hati”, menurut Pepep terinspirasi pembuatan lagunya berasal dari
kisah nyata. Kisah nyata
dari
seorang lelaki yang menderita sakit Leukemia. Bahkan Dokter sudah memvonis
umurnya tidak lama lagi. Sehingga ini berdampak kepada hubungan cinta dengan
kekasihnya. Selama ini kehidupan pacarnya dibiayai oleh sang pria, dari mulai
kuliah sampai menjadi seorang Sarjana. Akan tetapi setelah tahu ia sakit, si
pria menjadi bimbang apakah ia akan pergi demi kebaikan sang pacar yang sangat
mencintainya, atau memutuskan tetap menjalin hubungan namun dengan kondisi
tubuhnya yang semakin lemah tak berdaya. Tapi, ternyata si pria ini tak dapat
pergi begitu saja, karena ia pun sangat mencintai pacarnya ini..
“Ya
kejadian ini adalah kisah nyata dari sahabat Pepep sendiri, keduanya sahabat
Pepep, baik yang laki maupun yang perempuan. Sahabat Pepep yang sakit Leukemia
ini 8 tahun lalu sudah pergi beristirahat panjang. Kejadian ini membuat si
perempuan sampai saat ini belum mau menikah atau mencari pria pengganti
pacarnya, karena ia sangat mencintai prianya tersebut.” Ujar Pepep bercerita
sambil menahan rasa sedih yang mendalam.
Untuk
konsep musiknya sendiri menurut Pepep tidak jauh berbeda dengan album
sebelumnya, namun di album sekarang “#ST12NafasBaru” lebih harmonis progresif,
jadi lebih moderen baik dari kualitas sound dan aransemennya.
Video
klip yang digarap oleh Sutradara handal Eman Pradipta dengan mengambil latar di
kawasan Cibubur berkonsep” “True Story” yang diambil dari isi cerita dari lagu
“Kepingan Hati” dengan menggabungkan film dan musik. Di tengah ada cerita ada
dialog yang sangat menyentuh hati.
“Pokoknya
lagu “Kepingan Hati” ST12 yang divisualisasikan lewat video klipnya
akan sangat menyentuh jiwa, soulnya
dapat jika kita menontonya. Lagu ini juga dedikasikan buat sahabat Pepep
tersebut dan orang orang yang saling mencintai dan merasa kehilangan akan
pasangan hidupnya. Bahwa cinta itu sangat luar biasa dan kita semua layak untuk
saling dicintai dan mencintai.”Tambah Pepep.
Menurut
Pepep, persiapan dari ST12 dan tim sudah siap dengan energi baru untuk album
#ST12NafasBaru. Bahkan support dari tim NAGASWARA sangat luar biasa, termasuk
all artits yang bernaung di bawah bendera NAGASWARA.
“Selain
dukungan yang gaspol dari NAGASWARA, saya dari ST12 juga bisa berekspresi dalam
gimmick dari kreativitas ide dan konsep pemikiran saya selama ini”, papar
Pepep.
Indra
juga menambahkan, “Semoga semua konsep dan ide yang inovasi dari ST12 dan
NAGASWARA bisa berkolaborasi dan nantinya berjalan sukses dan lancar, apalagi
all artis NAGASWARA juga ikut beri dukungan seperti Delon, Zaskia, Sibad, WALI,
dan lain-lain”.
Sejarah
singkat ST12 terbentuk pada tahun 2004 silam, berawal dari studio di jalan Stasiun
no 12 Bandung, lahirlah sebuah band yang kemudian menjadi pioner munculnya
band-band bergenre Melayu. Di studio milik keluarga Pepep itulah mereka Charly, Pepeng dan Pepep
menemukan jalan hidup mereka di jalur musik.
Namun, segala perjuangan itu menjadi sebuah kenangan setelah Charly dan Pepeng memutuskan keluar dari ST12. Pepep, sebagai proklamator ST12 tetap konsisten dan fokus untuk mempertahankan dan membesarkan ST12. Semoga harapannya bersama formasi baru dengan karya-karya terbarunya, kembali mengulang kesuksesan yang telah diraih sebelumnya.(FE)
iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).
Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.
“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.
Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an. “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.
Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.
“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.
“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.
Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?
iMusic.id – BASEJAM hadir dengan single terbaru yang merupakan penghormatan terhadap salah satu legenda musik Indonesia, The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Single ini merupakan daur ulang dari salah satu hits terbesar Didi Kempot yaitu, “Pamer Bojo”.
Para pecinta musik Indonesia tetntu masih ingat lagu-lagu legendaris dari legenda musik Indonesia, Didi Kempot, termasuk lagu berjudul “Pamer Bojo”? BASEJAM merilis ulang lagu ini di bulan Desember 2025 ini. Single yang dirilis tepat di bulan kelahiran Didi Kempot merupakan bentuk penghormatan dan sekaligus pelepas rindu akan karya-karya hebat Didi Kempot.
Pemilihan sosok Didi Kempot bukanlah tanpa alasan. Menghormati dan melestarikan karya seorang tokoh musik Pop Jawa terbesar, sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap musisi Indonesia. BASEJAM berharap interpretasi yang dihadirkan dapat diterima dan dilihat sebagai hasil usaha terbaik. Jasa Didi Kempot sangatlah besar dalam mempopulerkan musik Pop Jawa sehingga menjadi musik yang sangat dekat dengan masyarakat, tidak hanya orang Jawa, tapi hingga ke Suriname. Dan ini juga bentuk partisipasi BASEJAM dalam melestarikan salah satu kekayaan bangsa, yaitu Bahasa daerah Jawa.
“Sudah beberapa tahun BASEJAM terpikir mengeluarkan single yang merupakan aransemen ulang lagu dari seorang tokoh legendaris. Kalau di panggung sih sudah beberapa kali, tapi kalau merekam dan merilis, ini baru pertama kali. Oleh karena itu, kami mengupayakan aransemen terbaik yang masih terdengar BASEJAM tapi tidak menghilangkan ciri dan pesan lagunya”, ujar Sita.
Menjelang usia BASEJAM ke-32 tahun, sebuah hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya berhasil diwujudkan, yaitu mengaransemen ulang satu lagu milik legendaris maestro Pop Jawa Didi Kempot yang berjudul “Pamer Bojo”.
“Dari awal memilih lagu apa yang mau kami aransemen ulang, lagu Pamer Bojo memang menjadi salah satu pilihan teratas. Kami merasa inti cerita lagu ini sangat menggambarkan esensi Pakde Didi Kempot yang dikenal dengan Godfather of Broken Heart. Jadilah akhirnya pilihannya jatuh ke lagu “Pamer Bojo”, ujar Alvin.
“Saya sebagai orang Jawa dan sebagai personil BASEJAM, merasa interpretasi BASEJAM akan “Pamer Bojo”bisa dibanggakan lah. Mungkin terdengar tidak obyektif, tapi kalau orang lain mendengarnya akan punya pendapat yang miriplah, bahwa aransemen ini cukup baru, tapi tetap BASEJAM, tapi juga tetap lagu “Pamer Bojo””, ujar Oni.
“Salah satu pengalaman berharga dalam proses produksi kali ini adalah proses kolaborasi yang bertema Nusantara alias Indonesia. Lagu Jawa, kini dinyanyikan oleh penyanyi yang salah satunya adalah orang Sunda, dibantu teman kami si pengarah vokal Bakhes Igirisa yang adalah orang Sulawesi, aransemen dibantu oleh teman kami Figgy Papilaya dari Ambon serta penata suara Bennytho Siahaan yang merupakan orang Batak. Jadi, ini merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya. Seakan-akan menjadi bukti bahwa walau Pakde Didi sudah tidak ada, beliau tetap jadi pemersatu banyak orang sambil menikmati karya beliau”, ujar Alsa.
“Tantangan banget buat aku yang nggak ngerti bahasa Jawa, jadi belajar arti liriknya agar dapat menghayati isi lagunya dan juga belajar artikulasi kata Jawa yang benar. Ini rekaman yang paling medok yang pernah aku lakukan! Tapi, bersyukur banget bisa punya kesempatan merekam ulang lagu ini, salah satu mimpi kami, BASEJAM, yang berhasil kami wujudkan”, ujar Sigit
Lagu “Pamer Bojo”memiliki pesan yang lebih dalam dari sekedar arti judul lagunya. Lagu ini menceritakan bagaimana seseorang merasa tersakiti karena ketika dia belum bisa move on dari mantannya, ternyata si mantan sudah menjalin hubungan baru, sudah bahagia dengan yang lain dan sudah “memamerkan” pasangan barunya. Rasa sakit dan sedih dialami seseorang yang ditinggalkan dan terlupakan.
Pesan ini coba diterjemahkan dalam aransemen musik ciri khas BASEJAM yang bergenre Pop, dengan warna vokal Sigit dan Alvin. Hasil yang dikeluarkan adalah warna “Pamer Bojo”yang terdengar lebih segar, kekinian, tapi tetap terdapat ciri khas medok Pop Jawa.
Pendengar akan dikejutkan dengan beberapa hal yang tidak pernah BASEJAM hadirkan di karya-karya sebelumnya, baik dari segi aransemen musik maupun vokal.
Penasaran? Langsung dengarkan lagu “Pamer Bojo”versi BASEJAM di semua digital streaming platform. Single baru BASEJAM, “Pamer Bojo”sudah dapat dinikmati di semua Digital Music Platform.
iMusic.id – “Long live ‘70s Indonesian rock, this is Baby Rock by SAS”, begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York pada akhir, minggu lalu. Cotter, pemilik label rekaman, Psychic Reader, memutar 9 lagu koleksi dari SAS dan AKA sebagai penanda atas peluncuran album koleksi Piringan Hitam SAS di New York.
Nama SAS, band legendaris asal Surabaya bukan nama asing bagi fandom psychedelic rock
Amerika. Band yang terbentuk pada tahun 1975, dengan personel Soenatha Tanjung (gitar,vokal), Arthur Kaunang (bass, keyboard) dan (alm) Syech Abidin (drum, vokal), sebelumnya bergabung dalam AKA (Anak Kali Asin) bersama Ucok Harahap, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.
Trio SAS dipengaruhi oleh aliran rock era itu, seperti Emerson Lake & Palmer, Deep Purple, Pink Floyd dan Grand Funk.
“Tahun 1975, SAS merilis debut album dengan hit “Baby Rock”, sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia.
Bukan hanya “Baby Rock”, sejumlah lagu SAS seperti “Space Ride, Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu fans millennial dan gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album SAS di berbagai toko reseller.
Video lirik “Baby Rock” ditonton ratusan ribu di halaman YouTube, menunjukkan bahwa musik SAS mampu menembus semua zaman. Sejak album terakhir pada tahun 1991, untuk pertama kalinya koleksi album SAS Group, Bad Shock kembali di release dalam bentuk piringan hitam, oleh label rekaman Psychic Reader, New York.
“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus”, ujar Cotter Phinney, produser Psychic Reader.
“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York, dan saya harap ini akan membuka pintu bagi audiens global”, tambah Cotter yang juga dikenal sebagai gitaris dan vokalis dari post punk band asal Brooklyn, Medium.
“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik Rock ‘70an. Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini direlease di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke 50 tahun. Ini Mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga”, ucap Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi dari awal.
Sementara, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan. pre-order piringan hitam datang dari distributor musik di Jepang.
“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia”, ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi co-produser album ini.
Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika.