Connect with us

iMusic

Rilis Album Terbaru “Every Mover”, “Hilang Child” Pilih Single “Pesawat Aeroplane”.

Published

on

iMusic – Setelah membagikan video klip untuk lagu ‘Good To Be Young‘ dan ‘Seen The Boreal‘, hari ini Hilang Child mengumumkan album terbarunya, Every Mover, rilis 8 Januari via Bella Union.

Hilang Child kini juga membagikan video untuk single terbarunya “Anthropic (Cold Times)”. Tentang lagu ini, ia berkomentar: “Anthropic (Cold Times) adalah rangkuman pesan dari album ini: sebuah janji untuk lepas dari belenggu ketidakpercayaan diri dan tekanan sosial, dan belajar untuk mencintai dan menghargai keindahan di sekitar kita, dan yang terpenting, di dalam diri kita sendiri.

Kekacauan selama 2020 telah memberikan arti yang baru dari lagu ini untukku, yang tidak pernah aku duga sebelumnya; Aku melihatnya sebagai pernyataan tentang harapan di masa depan dimana kita sudah meninggalkan saat-saat sulit ini dan bersatu kembali. Video DIY ini menampilkan kakakku Harley Riman dan sahabatku Jack Dunn bermain skateboard pada hari yang hangat di musim panas. Video ini diedit sendiri olehku dan Jack”.

“Hal paling luar biasa sebagai musisi adalah menjalaninya bersama orang lain,” ungkap Ed Riman, penyanyi, penulis lagu, dan penikmat suara Eurasia asal Brighton yang memiliki nama panggung Hilang Child. “Entah itu bermain bersama yang lain, membuat lagu bersama, berbagi pandangan, apapun, aku merasa semua aspek kehidupan menjadi lebih berwarna ketika melakukannya bersama-sama.”

Hal ini dibuktikan lewat album kedua Hilang Child yang sarat akan kekuatan dan perasaan, Every Mover. Pada tahun 2018, Riman membagikan album debut Years yang kaya akan suara dan perasaan. Karya tersebut menuai banyak pujian dari Lauren Laverne, Q, MOJO, dan lainnya. Akan tetapi, “proses mengisolasi” dalam pembuatan album tersebut membuat Riman mencari alternatif bekerja yang lain.

Sementara itu, Riman juga bergumul dengan tekanan dan rasa kesepian setelah menyelesaikan Years, membuatnya berjuang melawan self-esteem yang rendah dan isu kecemasan, yang semuanya diperparah oleh narasi fulfillment di berbagai media sosial. Karena itu, ia mulai beranjak untuk kembali mengatur dan melewati pikiran-pikiran buruk ini, membuang jauh semua rasa rendah dirinya dan yang ia amati dari orang lain.

Tema ini disampaikan secara empatik di Every Mover, sebuah album yang merangkum emosi di kehidupan sehari-hari dan dibuat untuk penampilan komunal yang meriah. Kaya dengan kolaborasi, suara, dan tema, Riman memanfaatkan rasa frustasinya dan bertransformasi dari Years yang menjanjikan menjadi bentuk baru yang lebih luas. “Aku ingin album ini terdengar lebih bersemangat dari album pertamaku,” ungkapnya.

“Lebih dekat dengan lagu-lagu yang membuatku bersemangat ketika aku pergi tur atau ketika aku menyalakan musik keras-keras di mobil. Aku memulai musik sebagai drummer yang bermain lagu-lagu pop yang ngebeat, dan aku tumbuh mendengarkan lagu-lagu yang bersemangat, tetapi kebanyakan musik yang kubuat sebagai Hilang Child lebih tenang. Aku ingin membawa musikku menjadi lebih seperti diriku sendiri, dan membuat lebih banyak lagu dengan elemen drum, bass yang agresif, dan alat musik yang terdistorsi, yang secara keseluruhan lebih berenergi.”

“Good to be Young” adalah penanda lompatannya sebagai musisi. Penuh dengan synths dan suara yang menyilaukan, sebuah pernyataan kekuatan yang baru seiring beat utamanya dan vokal teman-temannya (AK Patterson, Paul Thomas Saunders, Dog in the Snow, Ellen Murphy, anggota Penelope Isles) berpadu di refrain. “Aku memakai semua warna,” ujarnya ceria.

Hal ini persis dengan dengan lagu folktronikaShenley”. Sementara itu, sebagai refleksi dari rasa rendah dirinya, “Seen the Boreal” mengejutkan pendengarnya dengan paduan suara mirip biksu, sampel looping, woodwinds spektral (dari multi-instrumentalist John ‘Rittipo’ Moore, anggota Public Service Broadcasting dan Bastille), dan paduan suara yang riang.

Riman mengubah meditasi dari efek yang terbatas menjadi sebuah dorongan untuk melihat ke depan. Kejutan lain yang ia bawakan adalah “King Quail” yang memiliki synth yang tajam dan gitar yang kaya. Lagu ini dibuat saat jam session bersama Zoe Mead (Wyldest) di studio basement nya.

Musik Riman semakin kaya seiring waktu, dari prog-tronika epik “The Next Hold” hingga aransemen berlapis dan vokal di “Play ’Til Evening”; sebuah pertemuan antara Chemical Brothers era Surrender dan Fleet Foxes dengan suara orkestra gereja. Harmoni di “Magic Fingertip” dan lirik apa adanya untuk single terbaru yang cocok untuk festival “Anthropic (Cold Times)” menampilkan aransemen tarik ulur yang kaya dan membuka lebar emosi dalam musik Riman; yang di kemudian hari menjadi seperti tanduk Rittipo dengan kekuatan yang ekspresif.

Menutup album ini dengan luar biasa lewat “Steppe”, proyek album ini menjadi sebuah kekuatan epifani. Pembuatannya tidak selalu mudah: beberapa tur dibatalkan dan studio ditutup karena Covid-19. Untungnya, kebanyakan album ini sudah direkam sebelum lockdown antara East London, Gateshead, Brighton, Wandsworth dan banyak tempat lainnya, sehingga proses mixing dapat dilakukan dengan mudah.

Sementara itu, album ini juga dibuat dengan berkolaborasi dengan trio inide-pop, Will Bloomfield dari OUTLYA (memproduseri ‘Play ’Til Evening’), koleksi desain visual Tough Honey (video klip), dan kolaborator lain. Riman juga menganggap hubungan baiknya dengan co-producer JMAC (Troye Sivan, Haux, Lucy Rose) sangatlah penting. “Aku suka membebaskan orang untuk berkolaborasi dan melakukan tarik ulur ide,” ujarnya. “Meskipun kami tidak benar-benar bertatap muka, tapi aku merasa aku tidak sendirian, ada orang lain yang juga bekerja keras untuk project ini.”

Rasa semangat itu membuahkan Every Mover, album yang memiliki musik yang kaya dan ekspresif yang dibuat bersama teman-temannya. “Aku sering dibilang kalau aku orang yang terbuka dengan emosiku,” ungkap Riman, “Aku mencoba menampilkan titik ekstrem album ini. Tapi aku juga ingin album yang mengikuti flow mental mereka yang merasa tidak berharga, perlahan mengakuinya, menerimanya sebagai kekurangan serta mencoba memperbaikinya, kemudian muncul kembali tanpa luka di ujung yang berbeda. Aku masih belum sepenuhnya keluar dari kecemasan. Pandemi Covid sekaligus perubahan dalam kehidupan pribadi, membuat kecemasanku muncul kembali. Tetapi, aku senang aku membuat album ini sebagai katarsis primer untuk mengatasi rasa cemasku.” Kini, saatnya kalian untuk mendengarkan juga. (FE)

iMovies

Lama menghilang dari dunia nyanyi, Marshanda tampil maksimal di OST “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…”

Published

on

iMusic.id – MD Pictures merilis Ost dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” Jumat (4/7/2025), perilisan OST yang dibarengi dengan peluncuran official poster film tersebut di gelar di MD Place, Jaksel yang juga merupakan headquarter dari MD Pictures. Acara ini di hadiri oleh Manoj Punjabi selaku Eksekutif Produser dan para cast film tersebut dari Marshanda, Ariel Tatum, Patricia Gouw, Reza Nangin, Elmandsipasi, hingga Asri Welas plus Andi Riyanto sebagai composer dan song writer.

Ost dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” ini adalah sebuah lagu sedih berjudul “Segalanya” yang diciptakan Andi Rianto bersama Ria Leimena dan dinyanyikan oleh Marshanda. Musik dan lirik yang Andi dan Ria hasilkan berhasil menangkap esensi emosional dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” itu sendiri.

“Walaupun Marshanda ini tidak aktif bernyanyi seperti sebelumnya, namun saya tahu bahwa Marshanda pasti akan all out di lagu ini dan saya yakin hasilnya pasti bagus”, terang Andi Riyanto ketika teman – teman media bertanya tentang proses rekaman suara Marshanda di lagu ini.

Sementara Marshanda sendiri mengaku bahagia bisa menjadi pengisi suara di lagu “Segalanya” ini, walaupun dia sudah lama tidak pernah melakukan lagi proses rekaman namun semangatnya tetap terjaga.

“Lagu ini catchy tapi sedih banget. It captured the whole feeling-nya Alina dan cerita filmnya. Aku ngerasa blessed banget bisa nyanyi lagu ini, apalagi setelah lama nggak rekaman,” ungkap Marshanda.

Lagu “Segalanya” ini menggambarkan perasaan mendalam sang tokoh utama, Alina (Marshanda), tentang cinta, pengkhianatan, dan kehancuran. Dengan melodi yang catchy tetapi penuh emosi, lagu ini menjadi cerminan perjalanan batin Alina dalam menghadapi pengorbanan dan kekecewaan.

“Lirik favorit aku adalah, “Hancurnya mimpi hidup, cinta, dan segalanya.” Bait tersebut merangkum kepedihan yang dialami tokoh utama dalam lagu ini”, tambah Marshanda.

Andi Riyanto sendiri mengaku terinspirasi dari saat dia menyaksikan adegan – adegan krusial di film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka” tersebut,

“Lagu ini adalah segalanya, cinta, pengorbanan, dusta, ketidaktulusan, kesetiaan, dan pengingkaran, Semuanya ada di lagu ini,” ujar Andi Riyanto.

Lagu “Segalanya” memang berisikan curahan hati seorang istri yang menghadapi pengkhianatan oleh kekasih hatinya.

“Saya tuh paling susah untuk appreciate lagu, Lagu yang laku di platform dan enak didengar, belum tentu sesuai dengan layar lebar. Itu ada formulanya, dan pertama kali kerja sama untuk proyek besar ini, saya terima kasih Mas Andi Rianto sudah dapat formulany,” ungkap produser Manoj Punjabi.

“Lagu ini bukan hanya komunikatif, tapi juga bisa jadi soundtrack. Lagunya simple, menyentuh, dan dapat dramanya.” Tambah Manoj Punjabi lagi.

Sementara itu, Final poster “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka” menunjukkan kesinambungan dengan poster yang dirilis pada Februari silam. Pada poster pertama sebelumnya, hanya tampak pemandangan di bawah meja yang menampilkan adegan seorang wanita menggoda seorang pria dengan sebelah kakinya. Dalam poster final ini, adegan yang masih kabur dengan sosok-sosok yang masih misterius tadi diperlihatkan secara gamblang.

Sedangkan di final posternya diperlihatkan adegan penuh di meja makan dari poster pertama. Di tengah meja, duduk Alina (Marshanda) yang berjilbab dan mengenakan pakaian serba biru. Sedangkan putrinya, Rere (Rachel Mikhayla), tampak bergelayut di pundaknya. Mata kedua perempuan itu mengarah ke sosok pria yang duduk di sebelah kiri meja, Reza (Deva Mahenra). Namun, alih-alih membalas tatapan penuh harap dan raut wajah bahagia anak-istrinya, Reza justru menatap lekat wanita berjilbab lain yang duduk di seberangnya yaitu Asih (Ariel Tatum).

Wanita itu pun berbalas pandang dengan Reza diiringi senyuman licik sambil mengangkat segelas jus berwarna merah di tangan kanannya, dan menggendong bayi di tangan kirinya. Sementara itu, di bawah meja, sebelah kaki Asih terlihat mengelus kaki Reza yang agak maju ke depan menyambut kaki Asih.

“La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” diadaptasi dari kisah viral oleh Elizasifaa. Ini merupakan cerita kedua Eliza yang difilmkan oleh MD Pictures setelah” Ipar adalah Maut”. Seperti pendahulunya, “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” yang disutradarai Hanung Bramantyo ini menyoroti kehadiran orang ketiga dalam sebuah keluarga harmonis yang relijius. “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” akan mulai tayang di seluruh bioskop tanggal 14 Agustus 2025, sementara itu Lagu “Segalanya” akan tersedia di seluruh platform digital (DSP) serta YouTube mulai 8 Juli 2025.

Continue Reading

iMusic

Unit Emo, Tears Don’t Lie kolaborasi dengan Savira Razak di single “Hancur”

Published

on

iMusic.id – Band modern rock alternative bernuansa emo asal Kota Batik, Tears Don’t Lie, kembali menghadirkan karya emosional yang menyentuh hati. Kali ini, mereka merilis single ketiga bersama dengan musik video berjudul “Hancur” yang secara resmi dirilis pada 30 Juni 2025.

Dalam lagu ini, Tears Don’t Lie menggandeng Savira Razak, mantan vokalis Killing Me Inside, untuk ikut duet mengisi bagian vokal. Kehadiran Savira memberikan warna baru yang kuat, emosional, dan penuh luka, sangat cocok dengan nuansa gelap lagu ini.

“Hancur” bercerita tentang seseorang yang kehilangan cinta sejatinya, bukan karena perpisahan biasa, melainkan karena sang kekasih telah pergi untuk selamanya. Lagu ini membingkai kesedihan mendalam saat seseorang mencoba menerima kenyataan pahit bahwa orang yang dicintai tak akan pernah kembali. Dengan aransemen yang dramatis dan lirik yang menggugah, Tears Don’t Lie berhasil menyampaikan rasa duka dengan cara yang indah namun tetap emosional.

Formasi band Tears Don’t Lie saat ini terdiri dari: Oji (Vocals), Didi (Gitar), Ekky (Gitar + Vokal), Tegar (Bass), Tommy (Gitar), dan Yunan (Drum).

Tak hanya menghadirkan kolaborasi vokal, dalam produksi lagu ini Tears Don’t Lie juga bekerja sama dengan Ian Natha dari PolarityAudio sebagai Co-Producer, yang berhasil menambahkan elemen modern dan kedalaman emosional ke dalam komposisi lagu, menjadikannya salah satu karya paling matang dalam diskografi band ini sejauh ini.

Dengan paduan rock alternatif, sentuhan emo, serta produksi modern, “Hancur” diharapkan bisa menjadi soundtrack bagi mereka yang pernah kehilangan dan masih mencoba untuk bangkit.

“Hancur” is here, a new anthem born from pain, wrapped in distortion and honesty. Only from Tears Don’t Lie. Single dan Music Video “Hancur” sudah tersedia di berbagai platform streaming musik digital, seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube Music, mulai tanggal 30 Juni 2025.

Continue Reading

iMusic

Permintaan Maaf “Assia Keva” Lewat Single “Can We Be Friends Again ?”.

Published

on

iMusic.id – Semakin dewasa, semakin banyak belajar bahwa apa yang dilakukan selama ini tidak selalu berhasil, proses ini pasti dilewati banyak orang. Assia Keva merilis sebuah lagu dari pengalaman pribadi tentang hubungan dengan sang ayah.

Lagu ini bikin kita merefleksikan diri dan memulai membuka lembaran baru bagi siapa pun yang pernah mengalami retaknya hubungan karena miskomunikasi, atau mungkin karena ego tak terkendali.

Lagu berjudul “Can We Be Friends Again ?”, ditulis dan diproduseri oleh Pamungkas, Musisi dan Pelantun To The Bone, Kenangan Manis, Monolog.

Ditulis sebagai surat permintaan maaf yang jujur ditujukan untuk ayah, “Can We Be Friends Again?” berbicara tentang keinginan memperbaiki sebuah hubungan  entah itu hubungan cinta, pertemanan, atau keluarga yang sempat hancur karena ketidaksiapan emosional di masa lalu.

“Kadang kita butuh waktu lebih lama untuk mengerti, butuh versi baru dari diri sendiri untuk bisa menghargai apa yang dulu kita abaikan,” ungkap Assia.

Lewat lirik yang reflektif seperti sedang melakukan percakapan, Assia Keva menghadirkan kehangatan yang membalut luka. Lagu ini menjadi semacam pelukan emosional bagi siapa pun yang pernah kehilangan seseorang karena pilihan yang disesali namun diam-diam masih menyimpan harapan untuk memberi ruang kedua.

“Lagu ini bukan tentang kembali ke masa lalu,” lanjutnya, “tapi tentang belajar menjadi versi diri yang lebih baik dan mungkin, membuka kesempatan kedua.”

Dengan “Can We Be Friends Again ?”, Assia Keva sekali lagi menunjukkan kemampuannya merangkum emosi kompleks dalam karya yang sederhana, jujur. (FE)

Continue Reading