Connect with us

iLive

10 Album The Beatles Yang Paling Influensial Terhadap Industri Musik Dunia

Published

on

iMusic – Mengatakan bahwa The Beatles adalah grup band yang “wajib” disukai, rasanya tidaklah berlebihan. Pasalnya semenjak memulai debutnya di tahun 1962, John Lennon, Paul McCartney, George Harrison dan Ringo Starr sukses merubah tatanan wajah musik dunia dengan bakat serta musik keren mereka.

Dan di sepanjang hampir 2 dekade perjalanan karir mereka, The Fab 4 sukses merilis puluhan lagu ikonik serta 13 album paling influensial sepanjang masa. Namun, dari ke-13 album tersebut, rasanya hanya 10 album inilah yang benar-benar super influensial.

So, let’s get Twist & Shout altogether now shall we?

10. Please Please Me (1963)

Sangat pas nan afdhal rasanya apabila daftar ini dibuka dengan debut album band asal Liverpool ini. Selain menjadi album yang bertanggung jawab memperkenalkan The Beatles ke seluruh dunia, Please Please Me juga menjadi awal kesuksesan keempatnya kala itu.

Rilis 22 Maret 1963, album ini sukses bertahan di posisi jawara selama 30 minggu atau kurang lebih, hampir 8 bulan lamanya di tangga chart Record Retailer. WOW prestasi yang mengagumkan bukan untuk ukuran band Pop-Rock pendatang baru di tahun 60an?

Tapi kalau dipkir, wajarlah apabila album pertama mereka ini langsung sukses besar. Karena selain menampilkan irama campuran Rock N’ Roll yang sangat “toxic”, seluruh tembang di album perdana inipun ikonik semua.

I Saw Her Standing There, Chains, Please Please Me, Love Me Do dan tentunya Twist & Shout. Siapa yang tidak kenal dengan lagu-lagu super legendaris ini bukan?

https://www.youtube.com/watch?v=Aj9ftbOlViY

9. Let it Be (1970)

Walau memiliki tembang-tembang keren seperti : The One After 909, I’ve Got a Feeling, Get Back, Let it Be dan The Long and Winding Road, kalau boleh jujur (dan memang faktanya), album terakhir The Beatles ini sebenarnya tidak perlu-perlu banget untuk dirilis.

Wait, wait. Ini Bukan pendapat kita saja loh. Banyak kritikus musik kala itu yang juga berpendapat seperti ini. Mengapa? Pertama, seperti kita tahu Let it Be dirilis di bulan Mei 1970 aka di kala Beatles sudah bubar. Sehingga seluruh lagu yang ada di album ini merupakan lagu-lagu yang mereka kerjakan di sesi album The Beatles aka The White Album (1968) dan Abbey Road (1969).

Kedua, kalau dilihat dari struktur pengaturan lagunya, Abbey Road yang ditutup dengan trilogi Golden Slumbers, menjadi penutup yang sangat pas tidak hanya bagi albumnya, namun juga seluruh karir 4 sekawan ini. Tapi ya sudahlah. Toh, selain sudah terlanjur, kalaupun tidak dirilis, toh mungkin kita tidak akan pernah mendengar lagu-lagu ikonik yang telah disebutkan di atas bukan?

8. Help! (1965)

“Beatles membawakan musik Country?” Yap, seruan bernada skeptis ini kala itu bergaung kencang. Tapi toh, ketika Help! dirilis, The Fab 4 sukses membungkam keskeptisan tersebut.

Keempatnya mampu meramu irama Country dan Folk yang ditampilkan dengan sangat pas dan keren tanpa harus kehilangan identitas Beatles mereka selama ini. Kemumpunian mereka dalam mencampur dua aliran berbeda ini, tak pelak memberikan influens tinggi terhadap seluruh musisi-musisi selanjutnya untuk bisa bereksperimen lebih berani lagi.

7. With the Beatles (1963)

Please Please Me memang memperkenalkan siapa dan bagaimana The Beatles. Tapi justru baru di album kedua inilah, euforia Beatle-Mania mulai muncul.

Selain memiliki lagu-lagu hit seperti : It Won’t Belong, All My Loving, Please Mister Postman, I Wanna Be Your Man dan Money (That’s What I Want), hal lain yang membuat album ini begitu berkontribusi atas lahirnya Beatle-Mania, adalah tampilan cover album hitam putihnya yang sangat ikonik ini.

6. Abbey Road (1969)

Bahkan menjelang detik-detik perpecahan, keempat musisi jenius ini masih bisa saja menampilkan kejeniusan mereka.

Yap, selain lagi-lagi memiliki tampilan cover super unik, hal lain yang membuat Abbey Road sangat influensial adalah campuran Blues-nya yang sukses memberikan kita lagu-lagu keren nan ikonik seperti : Come Together, Oh Darling dan I Want You (She’s So Heavy).

5. A Hard Day’s Night (1964)

Dan inilah album yang menjadi puncak dari euforia Beatlemania. Ya bagaimana tidak? Selain merilis albumnya, untuk mempromosikan album ketiga mereka ini, The Fab 4 juga merilis film musikal berjudul sama yang juga dirilis di tahun yang sama.

Katakanlah kala itu Beatles tak merilis album ini, dijamin euforia Beatlemania akan layu sebelum benar-benar berkembang.

https://www.youtube.com/watch?v=fG2evigIJIc

4. The Beatles aka The White Album (1968)

Tampilan cover simpel yang kemudian dijadikan nama kedua dari albumnya, dan berformat double album. Rasanya 2 aspek ini sudah lebih dari cukup untuk dijadikan alasan mengapa The White Album, sukses menjadi salah satu album The Beatles yang paling influensial.

Bahkan rival mereka saja, The Rolling Stones, terinspirasi habis-habisan dari album ini ketika mereka merilis double album perdana top mereka, Exile on Main St. (1972).

3. Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band (1967)

Unik dan artsy. Itulah 2 kata yang pas untuk mendeskripsikan Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band. Selain memiliki tampilan cover dan lagu-lagu seni tingkat tinggi, album ini pada dasarnya adalah album “fiktif” yang memiliki konsep Lennon cs memerankan band fiktif bernama sama seperti albumnya dengan ke-13 lagu yang ada merupakan sajian “konser” dari band Sgt. Pepper’s.

Mungkin kala itu banyak fans yang skeptis dengan langkah gila binti nekad yang diambil ini. Tapi nyatanya, Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band sukses dianggap sebagai salah satu album terbaik yang pernah diproduksi oleh Beatles.

Saking melegendanya, tak heran apabila pada tanggal 26 Mei 2017 lalu, seiring bertepatan dengan perayaan 50 tahun Sgt. Pepper’s, album ini dirilis ulang dalam 4 format berbeda dan seperti ketika pertama kali dirilis di tahun 1967, album ini lagi-lagi sukses besar di pasaran.

2. Revolver (1966)

Ketika Beatles merilis album follow-up Rubber Soul ini, tak dipungkiri album ini membuat seluruh fans dan awam super duper terkejut. Bagaimana tidak? Beatles yang sejak awal dikenal dengan musik Rock N’ Roll nya yang easy listening, banting setir 1800 di Revolver dengan mengusung sound yang lebih psychedelic.

Seluruh lagu yang ditampilkan benar-benar terdengar seperti kita di awang-awang ketika mendengarkannya namun, tetap terasa sangat keren di saat yang sama. Dengan kata lainnya disini, Revolver adalah album yang mempelopri genre Psychedelic Rock

https://www.youtube.com/watch?v=3Z9cnZkqWvU

1. Rubber Soul (1965)

Walau Revolver adalah pionir Psychedelic Rock, namun tetap saja album sebelumnya inilah yang dianggap paling influensial dan paling terbaik secara general. Mengapa demikian?

Album ini bisa dibilang “gerbang keberangkatan” Beatles menuju sound psychedelic tersebut. Selain itu, melalui album ini, Lennon cs juga sukses menampilkan kedewasaan mereka dalam menulis lirik. Alias, liriknya mulai mengangkat tema-tema permasalahan dewasa yang jauh lebih berat dengan menggunakan bahasa yang lebih puitis.

Dan oh ya tanpa album ini, rival Amerika mereka, The Beach Boys, dipastikan tidak akan pernah memproduksi album ikonik mereka, Pet Sounds (1966).

Nah, itulah tadi kesepuluh album The Beatles yang paling influensial dan tentunya sukses merubah tatanan industri musik dunia. Apakah kalian setuju dengan daftar ini? Dan album The Beatles manakah yang merupakan favorit kalian?

(marvi)

iLive

Gelar konser “The Crown”, Queennara buktikan kemajuan sejak bergabung di UIG College

Published

on

iMusic.id – Penyanyi, penulis lagu dan content creator cantik, Queennara menggelar resital musik bertajuk “The Crown” di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa 02/07/25. Gedung Kesenian Jakarta menjadi saksi bersinarnya talenta dari Queennara tersebut.

Konser ini merupakan bagian dari DVISVARA Annual Recital Series, platform eksklusif bagi mahasiswa UIC College dalam menampilkan pencapaian artisitik dan akademik mereka. Di balik gemerlap panggung dan kemegahan aransemen live string dan brass section “The Crown” dari Queennara menjadi perwujudan keberanian, elegansi dan transformasi emosional.

Sebagai bagian dari USG Education, ekosistem pendidikan Internasional terpercaya di Indonesia, UIC College merupakan satu-satunya program pathway musik akademis berstandar internasional yang telah dijalani oleh Queennara. Melalui kurikulum BTEC dari Inggris, siswa dapat menempuh studi 1 (satu) hingga 2 (dua) tahun di Indonesia, sebelum melanjutkan studi ke universitas – universitas terkemuka dunia untuk meraih gelar sarjana.

Program Artist Development di UIC College of Music dirancang tidak hanya untuk mengasah keunggulan akademis dan keahlian praktikal, tetapi juga menumbuhkan ide-ide kreatif dan inovatif yang otentik. Ini adalah ruang di mana seniman muda seperti Queennara dipersiapkan untuk memperkaya industri musik, baik di dalam maupun luar negeri.

“Queennara adalah contoh nyata dari filosofi pendidikan kami: membentuk seniman yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga kuat dalam menyuarakan identitas dan nilai personalnya,” ujar Niluh Komang Aimee Sukesna atau biasa dikenal sebagai Aimee, Kepala Kampus USG Education BSD.

Dalam konser “The Crown”, Queennara membagikan kisahnya, sebuah perjalanan musikal yang ia racik sendiri selama menempuh studi di UIC College of Music. Bertema Empowerment, Elegance, and Emotional Transformation, konser ini menjadi deklarasi jati diri.

“The Crown” adalah simbol perjalanan saya sebagai perempuan, seniman, dan individu yang sedang belajar untuk berdiri tegak dengan cerita dan suara sendiri. Ini bukan semata soal status, tetapi tentang keberanian menjadi diri sendiri di dunia yang terus berubah. UIC College bukan hanya memoles saya untuk meraih cita-cita di industri musik, tapi juga membantu mewujudkan impian saya untuk mengembangkan pengetahuan hingga ke luar negeri,” ujar Queennara.

Konser ini menjadi puncak pencapaian Queennara selama belajar di UIC College BSD, memperlihatkan dedikasi dan perkembangan artistiknya. Sebelumnya, ia juga memukau publik melalui Junior Recital di ZODIAC Jakarta.

Kini dengan skala yang lebih besar, Queennara menggandeng musisi profesional dari band Asian Beat, serta tampil di hadapan tamu-tamu istimewa seperti produser musik, penyanyi, presenter TV, hingga figur publik dan pelaku industri kreatif lainnya.

Queennara, musisi muda dengan suara kuat, visi jujur, dan pesan berani, membawakan karya-karya musik pilihan yang mencerminkan perjalanan emosional dan kepekaan artistiknya. Dari soft rock ballads, cinematic pop, hingga alternative R&B, seluruh komposisi dikemas dalam aransemen live yang teatrikal dan menyentuh. Gedung Kesenian Jakarta, dengan keanggunan klasik dan akustik superiornya, menjadi panggung yang ideal untuk pertunjukan ini.

“The Crown bukan sekadar konser. Ini adalah cermin potensi besar generasi muda Indonesia di industri kreatif dunia,” ungkap Adhirama G. Tusin, CEO USG Education. “Melalui kurikulum berbasis industri dan pengalaman belajar dunia nyata, UIC College membekali siswa dengan lebih dari sekadar ijazah, kami membentuk karakter dan kesiapan untuk bersaing secara global.”

Program-program UIC College memang berfokus pada real-world learning: mulai dari produksi musik, kolaborasi profesional, penciptaan karya orisinal, hingga manajemen diri sebagai artis independen. Semua ini diajarkan langsung oleh para praktisi dan mentor berpengalaman.

“Yang membuat recital ini spesial bukan hanya kualitas musiknya, tapi juga keberanian artistiknya. Queennara membuktikan bahwa musik bisa menjadi tempat membagi rasa, ia menyampaikan cerita, emosi, dan refleksi dengan cara yang menyentuh,” ujar Irman F. Saputra, Koordinator Akademik UIC College Musik.

Dengan ribuan alumni yang kini berkiprah di berbagai belahan dunia, USG Education terus menjalankan misinya: membuka akses pendidikan internasional yang terjangkau, berkualitas, dan relevan untuk masa depan. Melalui program seperti TBI, UJC, Uniprep, UIC College, dan Unistart, USG Education membangun ekosistem pembelajaran menyeluruh, dari tingkat dasar hingga universitas luar negeri.

“Kami di UIC College percaya bahwa pendidikan seni bukan hanya tentang teknik, tapi juga tentang karakter, refleksi diri, dan keberanian mengekspresikan suara personal. Queennara adalah bukti nyata bagaimana siswa kami berkembang menjadi seniman yang otentik dan relevan,” tutup Aimee.

Melalui konser seperti The Crown, UIC College of Music menegaskan komitmennya untuk terus melahirkan generasi seniman Indonesia yang siap menginspirasi dunia melalui karya dan karakter, Karena di sinilah semua mimpi besar bermula.

Continue Reading

iLive

Komunitas Salihara Gelar tari “Sloth Canon” bersama T.H.E dan Company 605

Published

on

iMusic.id – Sebuah kolaborasi kelompok tari antara The Human Expression / T.H.E (Singapura) dan Company 605 (Kanada) mempersembahkan karya terbaru mereka dalam pertunjukan “Sloth Canon pada 28-29 Juni 2025 mendatang.

“Sloth Canon” merupakan hasil gagasan dan koreografi dari Anthea Seah (T.H.E) dan Josh Martin (Company 605), dua figur penting dalam dunia tari kontemporer Asia dan Amerika Utara. Bersama lima penari dari berbagai latar belakang, Brandon Lee Alley, Haruka Leilani Chan, Chang En, Billy Keohavong, dan Rebecca Margolick, pertunjukan ini menafsirkan ulang pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kerja kolektif, tubuh, kecepatan, dan ilusi dalam masyarakat

Koreografi di dalam “Sloth Canon” menceritakan dunia paralel penuh absurditas yang dimasuki oleh para penari, di mana gerak tubuh menjadi representasi dari “ambisi” yang  mengalami berbagai turbulensi. Ketika gelembung imajinasi mereka mulai mendekati dunia realitas, karya ini mengajak penonton memasuki dunia yang tidak stabil dengan pikiran magis yang kompulsif.

Sebagai kelompok seni asing, Indonesia menjadi negara pertama dalam tur mereka dan menampilkan karya “Sloth Canon”. Sebelumnya pentas ini perdana dilakukan di negara asal masing-masing kelompok yakni Singapura dan Kanada, Indonesia menjadi negara pertama di luar negara asal mereka–sekaligus wadah baru dalam mempertunjukkan karya seni lintas-benua ini.

“Ini adalah pertama kalinya saya mengenal istilah Komunitas Salihara. Kami sering menggambarkan tim “Sloth Canon” sebagai sebuah peradaban mikro, jadi datang ke komunitas Salihara terasa seperti peradaban yang melayang bertemu dengan peradaban lain yang berakar di ruang ini.

Kami benar-benar antusias bisa membawakan “Sloth Canon” di ruang dan budaya seperti ini, dan yang paling kami tunggu adalah kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan komunitas lain yang ada di sini.” ujar Anthea Seah, Koreografer T.H.E dalam merespons pertunjukkan mereka di Teater Salihara.

Hal serupa pun juga dirasakan oleh Josh Martin, Koreografer Company 605 saat ditanya bagaimana reaksi kelompok saat akan membawakan karya ini di Salihara. Menurutnya, pengalaman pertama di Indonesia ini membuat ia ingin bersinergi baik dari segi budaya, lingkungan, hingga ruang pertunjukan dalam mempersembahkan apa yang sudah mereka persiapkan untuk pertunjukan nanti.

“Sloth Canon” akan menemani akhir pekan pengunjung Salihara secara perdana. Untuk bisa menikmati pertunjukan ini, pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (Umum) dan Rp55.000 (Pelajar).

Continue Reading

iLive

Skandal 310 Hadir Untuk Kembali Bangkitkan Kejayaan Musik Ska di Indonesia.

Published

on

By

iMusic.idSkandal 310 sebuah gerakan kolaborasi yang di gagas oleh tiga band Ska yaitu The Authentic , Noin Bullet dan Sindikat Lantai Dansa yang ingin kembali membangkitkan Kejayaan musik Ska di Tanah Air.

Tak hanya itu hadirnya Proyek Skandal 301 ini menjadi perlawanan terhadap stagnasi skena ska, serta upaya serius untuk memperkuat regenerasi di tengah perubahan cepat industri musik tanah air.

Terbentuknya project Skandal 310 menurut personil Sindikat Lantai Dansa saat mereka (Noin Bullet, The Authentic, dan Sindikat Lantai Dansa) waktu itu ketemu di sebuah acara, akhirnya mereka ngobrol -obrol dimana ada pemikiran melakukan pergerakan dalam membangkitkan kembali musik Ska di Indonesia.

“Ya udah kita coba ramukan. Dari nama sih belum kita sebut ya. Tapi yang jelas kita bergerak seperti apa sih. Ceritanya disini kita terdiri dari tiga band dan akhirnya kita putuskan kita punya misi mengerakkan Ska kedepannya tanpa aturan. Dari tiga band ini dengan satu visi dan tanpa aturan namanya apa ya. Ya udah kita namain 310. Nama 310 tapi kurang cocok kalau cuma 310 tanpa nama depan, ok blink aja ada 182, akhirnya depannya kita namain Skandal, Skandal 310,”ujar Iwan Bossman dari Sindikat Lantai Dasar saat jumpa pers di Glamz Antasari, Jakarta, Jumat (27/6/2025).

Dengan mengusung semangat “satu nada, tiga generasi”, Skandal 310 mempertemukan kekuatan lintas usia dan pengalaman. Tiga band dari latar belakang berbeda bersatu untuk memperkenalkan ulang ska kepada publik—terutama generasi muda melalui pendekatan yang autentik, segar, dan eksploratif. Bukan hanya sekedar irama cepat dan tiupan klakson, tapi juga kebebasan berekspresi yang menjadi ciri khas ska.

Kekhawatiran akan stagnasi penikmat dan pelaku ska menjadi alasan utama tindakan proyek ini.

“Regenerasi skena ska berjalan lambat dan membutuhkan dorongan nyata. Maka dari itu, Skandal 310 juga turut membuka jalan bagi band-band muda seperti Orji , serta unit-unit ska baru dari berbagai daerah. Gerakan ini ingin memastikan bahwa ska terus tumbuh dari akar dan tidak sekadar menjadi nostalgia. ‘Kebetulan kan The Authentics aktif lagi jadi ada barengan nih di 310. Ya udah kenapa ga bareng.”kata Personel The Authentic Dawo.

“Kalo dilihat secara karakter 3 band ini berbeda. Setidaknya bisa kasih tahu ke publik, Ska itu banyak loh gak cuma yang sudah ada. Akhirnya ngobrol-ngobrol di WhatsApp ada Skandal 310.” ungkap Hadi Irhamsyah dari Noin Bullet.

Skandal 310 mendapat dukungan dari sejumlah merek lokal seperti D9, Toku dan Alder . Bersama mereka, proyek ini merancang tur keliling kota bertajuk “Jalan Turi” , yang akan menyambangi Karawang, Pekalongan, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya. Uniknya, di setiap kota, sistem “subnet” dibuka untuk memberi ruang tampil bagi band lokal, memperluas semangat regenerasi dan membangun jaringan ska yang lebih inklusif.

Langkah besar Skandal 310 tidak berhenti di panggung. Mereka juga tengah menyiapkan album kompilasi nasional yang akan memuat karya-karya dari para pendiri gerakan ini dan musisi ska dari berbagai penjuru Indonesia. Kompilasi ini dirancang sebagai dokumentasi hidup dan bukti bahwa ska Indonesia belum mati justru siap menyala lebih terang di masa depan.

Skandal 310 bukan sekadar proyek musik. Ini adalah gerakan lintas generasi, regeneratif, dan kolektif yang membawa harapan baru bagi masa depan musik ska Indonesia.

Gerakan ini Menginspirasi generasi muda untuk bermain, mencintai, dan melestarikan musik ska sebagai bagian dari identitas budaya dan ekspresi kolektif. Langkah ini bukan sekadar acara, bukan sekadar tur ini adalah gerakan. Sebuah bentuk perlawanan terhadap stagnasi. Sebuah ajakan untuk terus bergerak, agar skena ska Indonesia tetap hidup dan relevan. Tiga band, satu suara. Tidak ada yang lebih tinggi. Tidak ada yang lebih rendah. Semua setara. Semua bersuara. Semua bergerak bersama—karena dalam ska, kita equal. (EH)

Continue Reading