Connect with us

iLive

Clean Bandit Segera Rilis Album Terbaru 2 Bulan Lagi

Published

on

iMusic – Clean Bandit band bergerne EDM dalam bermusiknya akan segera merilis album terbaru mereka dalam waktu dekat ini. Pernyataan tersebut disampaikan oleh band yang berisikan Grace Chatto, Luke Patterson dan saudaranya Jack Patterson ini saat jumpa pers sebelum mereka tampil di The Hall Kasablanka, Senin malam, 20 Agustus 2018.

Tak berbeda dengan karya sebelumnya, Jack dan Luke juga akan berkolaborasi dengan musisi kelas dunia untuk mengisi vokal. Tetapi mereka masih enggan dan merahasiakan siapa saja musisi yang akan dilibatkan dalam album terbarunya nanti.

“Kami mengerjakan album kedua ini selama dua tahun, sekarang sudah selesai, tinggal proses mixing dan masteringnya saja” ujar Jack.

“Album terbaru ini akan lebih menghebohkan dari yang sebelumnya, karena akan banyak kejutan disana yang tidak bisa kami bocorkan disini” tambah Luke sambil tertawa.

Tak lupa, Clean Bandit sukses hibur ribuan penonton yang datang di The Hall Kasablanka dalam konsernya yang bertajuk “Clean Bandit Live in Jakarta: I Miss You Tour 2018”. Malam itu Clean Bandit bawakan 20 lagu, diawali dengan lagu Symphoni, lalu disambung dengan lagu Real Love, dan kemudian ditutup dengan lagu andalan mereka Rather Be.

Penonton pun merasa sangat puas dengan penampilan mereka kali ini. Sebelumnya mereka juga pernah tampil di Indonesia pada tahun 2015 silam. “Aku merasa puas dengan penampilan kali ini walaupun tanpa Grace Chatto, mereka tetep keren kok” ujar penonton bernama Dina.

 

(TIto/iMusic)

iLive

BRI Jazz Gunung Series tampilkan musisi – musisi unik dalam dan luar negeri

Published

on

iMusic.id – Konser unik bertajuk “Jazz Gunung Series” akan kembali digelar pada Juli – Agustus tahun ini. Memasuki usia penyelenggaraan yang ke 17, konser musik ini telah menjadi perjalanan panjang yang wajib digelar dan tidak boleh absen setiap tahunnya. Digelar di kawasan Bromo, Jazz Gunung, menjelma menjadi salah satu event jazz yang memiliki kekhasan, keunikan tersendiri.

Muncul menjadi salah satu event festival jazz yang berbeda. “Indahnya Jazz, Merdunya Gunung” memadukan secara harmonis antara musik (jazz), alam hijau pegunungan, semilir angin, dan manusia. Hal tersebut menjadi nilai tambah, yang terus dipelihara dan dikembangkan sampai sekarang.

Kembali hadir di Amphitheatre Jiwa Jawa Resort Bromo, Sukapura, Probolinggo, pengalaman berbeda saat menyaksikan pertunjukkan Jazz Gunung Bromo dapat dirasakan dari pemandangan hijau pegunungan sebagai latar panggung yang menyegarkan mata, serta udara dingin dan sejuk yang terasa dari ketinggian hampir 2.000 meter di atas permukaan laut.

Pada penyelenggaraan di tahun 2025 ini, Jazz Gunung Series hadir dengan dukungan penuh dari BRI. Jazz Gunung Series terdiri dari tiga rangkaian events, yaitu BRI Jazz Gunung Series 1 : Bromo pada tanggal 19 Juli, BRI Jazz Gunung Series 2 : Bromo pada tanggal 26 Juli dan BRI Jazz Gunung Series 3: di Ijen Banyuwangi pada bulan Agustus. Di rentang waktu antara series pertama dan kedua tersebut, akan diisi oleh residency program Bromo Jazz Camp. Program Bromo Jazz Camp sendiri akan menjadi “rumah utama” dari penyelenggaraan jam-session, yang mengambil tempat di Rehat Bromo

Trio muda, Emptyyy, mantan VJ MTV, Jamie Aditya, kelompok campursari bersuasana jazz kental, Kua Etnika, RAN, dan band jazz senior Karimata plus Chagall, musisi Wanita asal Belanda, yang memainkan musik electronic akan menyemarakan BRI Jazz Gunung Series 1 : Bromo.

“Seperti tahun-tahun sebelumnya, Jazz Gunung Bromo, akan menyajikan beragam musik jazz and beyond. Bisa jazz, yang berolah bunyi dan rasa dengan ragam musik lain. Terutama dengan elemen musik etnik, yang dipersandingkan dengan harmonis”. Pada dasarnya kekhasan penyajian jazz dalam rupa festival, konsep ini melanjutkan, mempertahankan dan mengembangkan dari konsep dasar yang dibentuk dan diinisiasi oleh para founder Jazz Gunung Bromo yaitu Sigit Pramono, Butet Kertaredjasa dan mendiang Djaduk Ferianto.” tambah Johan Pramono, sebagai CFO Jazz Gunung Indonesia.

Dalam BRI – Jazz Gunung Series 2: Bromo, akan tampil beberapa performers, yang tentu berbeda dari series pertama. Ada Lorjhu’ dan seorang film-maker sekaligus animator, Badrus Zeman. Selain itu dipastikan juga ada nama-nama yang tidak kalah menarik, ada penampilan dari a young talented jazz-singer, Natasya Elvira. Natasya akan ditemani para musisi session yang menghadiri Bromo Jazz Camp. Selain itu, masih ada Bintang Indrianto, Tohpati Ethnomission, Sal Priadi, Rouge dari musisi folk jazz asal Perancis dan penampilan spesial dari Monita Tahalea.

BRI Jazz Gunung Series 3: Ijen pada bulan Agustus 2025, yang diselenggarakan di Amphitheatre, Taman Gandrung Terakota, Banyuwangi. Sederet musisi berpengalaman dengan penampilan unik, menarik, dan yang tentunya bakal mempesona penonton dipastikan akan tampil di sini. Siapa saja mereka? Mari kita tunggu bersama-sama! Yang jelas Jazz Gunung Series akan selalu meningkatkan performa nya setiap tahun.

Vinsensius Jemadu, sebagaoi Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan dari Kementrian Pariwisata menyatakan siap mendukung konser musik jazz ini,

“Bahkan nanti untuk BRI Jazz Gunung Series 3 Ijen di tanggal 9 Agustus 2025, saya sudah berbicara dengan penyelenggara dimana nanti kita bisa berkolaborasi. Sebenarnya ada beberapa skema dukungan dari Kementerian Pariwisata, pertama yang pasti adalah amplifikasi promosi, dimana Kementerian Pariwisata akan menggunakan semua channel media promosinya, bahkan termasuk LED, Videotron yang berada di depan Patung Kuda di Kementerian Pariwisata bisa kita manfaatkan untuk bisa mengekspos kepada masyarakat luas. Sehingga nanti level of tendensinya jauh lebih banyak. Begitu juga media sosial yang dimiliki oleh Kementerian Pariwisata,” ungkapnya.

“Jadi kalau kita bisa bicara bahasa birokrasi kita akan bisa melihat komponen-komponen yang sekiranya bisa kita pertanggung jawabkan untuk kita dukung maka ayo kita dukung. Apakah itu panggung, lighting, atau line up artis, jadi ada beberapa komponen yang bisa kita dukung, tetapi sekali lagi ditengah-tengah efisiensi dan penghematan seperti ini tentunya Kementerian Pariwisata juga tahu diri, kira-kira sejauh mana kita bisa support,” tambah Vinsensius Jemadu.

Sigit Pramono selaku Founder Jazz Gunung mengungkapkan kebahagiaannya atas dukungan pemerintah di BRI Jazz Gunung Series ini.

“Jazz Gunung merupakan salah satu festival jazz pertama yang digelar di alam terbuka, bahkan di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut. Suhu bisa mencapai 6 hingga 7 derajat Celsius. Selama 17 tahun penyelenggaraan, baru tahun ini Jazz Gunung mendapatkan dukungan nyata dari pemerintah lewat kehadiran Vinsensius Jemadu dari Kemenpar. Semoga dukungan kementerian tidak hanya berhenti di tataran wacana, tapi bisa diwujudkan agar manfaat ekonomi lebih terasa bagi masyarakat sekitar.” Ucap Sigit Pramono.

Selaku founder, Sigit juga memberi contoh konkret manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat sekitar Bromo: dari hotel, homestay, penyewa jeep dan kuda, hingga warung-warung kecil.

“Kalau ada 2000 penonton, maka butuh 1000 kamar. Kami hanya punya 80, sisanya tersebar di sekitar Bromo, Pasuruan, Probolinggo, hingga Malang,” terangnya.

“Ada satu yang unik dari Jazz Gunung, selain memang tempat atau venuenya di ketinggian, tapi kita bisa melihat bahwa selama ini musik Jazz itu dianggap terlalu ekslusif kemudian segmentasi nya sempit sekali sedemikian rupa sehingga banyak orang-orang yang merasa bahwa mereka bukan menjadi bagian dari kegiatan Jazz ini. Padahal Jazz sebagai musik itu sifatnya universal dan kalau kita lihat lagi kalau kita bicara Blues itu adalah teriakan orang-orang yang merasa memberontak, tapi kalau kita Jazz itu sebenarnya membuka diri, inklusif, kesetaraan, keberagaman. Ini dipertunjukan dengan baik di Jazz Gunung.” Tambah Andy F Noya selaku Advisor Jazz Gunung Indonesia.

Jazz Gunung Series sudah sedemikian menarik bagi masyarakat Indonesia, penyelenggaraan yang regular tiap tahunnya plus selalu ada inovasi – inovasi baru membuat tidak hanya penonton konser musiknya saja yang tertarik untuk datang menyaksikan, melainkan juga animo para musisi semakin menggeliat buat bisa tampil disana. Semoga ajang ini bisa terbuka untuk para musisi – musisi berbakat yang semakin banyak tumbuh di tanah air, tidak hanya ekslusif bagi pengisi acara yang itu – itu saja seperti yang terjadi di festival – festival musik nasional dewasa ini.

Maka bersiaplah untuk menikmati jazz sembari menikmati udara segar khas pegunungan bersama dengan Jamaah Al-Jazziyah (sebutan intim bagi penonton setia Jazz Gunung series). Bersama-sama kita menyaksikan dan merasakan pengalaman berkesan yang menyegarkan jiwa, menikmati keramaian sebuah festival jazz tertinggi di dunia. Salam Jazz Indonesia.

Continue Reading

iLive

Gelar konser “The Crown”, Queennara buktikan kemajuan sejak bergabung di UIG College

Published

on

iMusic.id – Penyanyi, penulis lagu dan content creator cantik, Queennara menggelar resital musik bertajuk “The Crown” di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa 02/07/25. Gedung Kesenian Jakarta menjadi saksi bersinarnya talenta dari Queennara tersebut.

Konser ini merupakan bagian dari DVISVARA Annual Recital Series, platform eksklusif bagi mahasiswa UIC College dalam menampilkan pencapaian artisitik dan akademik mereka. Di balik gemerlap panggung dan kemegahan aransemen live string dan brass section “The Crown” dari Queennara menjadi perwujudan keberanian, elegansi dan transformasi emosional.

Sebagai bagian dari USG Education, ekosistem pendidikan Internasional terpercaya di Indonesia, UIC College merupakan satu-satunya program pathway musik akademis berstandar internasional yang telah dijalani oleh Queennara. Melalui kurikulum BTEC dari Inggris, siswa dapat menempuh studi 1 (satu) hingga 2 (dua) tahun di Indonesia, sebelum melanjutkan studi ke universitas – universitas terkemuka dunia untuk meraih gelar sarjana.

Program Artist Development di UIC College of Music dirancang tidak hanya untuk mengasah keunggulan akademis dan keahlian praktikal, tetapi juga menumbuhkan ide-ide kreatif dan inovatif yang otentik. Ini adalah ruang di mana seniman muda seperti Queennara dipersiapkan untuk memperkaya industri musik, baik di dalam maupun luar negeri.

“Queennara adalah contoh nyata dari filosofi pendidikan kami: membentuk seniman yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga kuat dalam menyuarakan identitas dan nilai personalnya,” ujar Niluh Komang Aimee Sukesna atau biasa dikenal sebagai Aimee, Kepala Kampus USG Education BSD.

Dalam konser “The Crown”, Queennara membagikan kisahnya, sebuah perjalanan musikal yang ia racik sendiri selama menempuh studi di UIC College of Music. Bertema Empowerment, Elegance, and Emotional Transformation, konser ini menjadi deklarasi jati diri.

“The Crown” adalah simbol perjalanan saya sebagai perempuan, seniman, dan individu yang sedang belajar untuk berdiri tegak dengan cerita dan suara sendiri. Ini bukan semata soal status, tetapi tentang keberanian menjadi diri sendiri di dunia yang terus berubah. UIC College bukan hanya memoles saya untuk meraih cita-cita di industri musik, tapi juga membantu mewujudkan impian saya untuk mengembangkan pengetahuan hingga ke luar negeri,” ujar Queennara.

Konser ini menjadi puncak pencapaian Queennara selama belajar di UIC College BSD, memperlihatkan dedikasi dan perkembangan artistiknya. Sebelumnya, ia juga memukau publik melalui Junior Recital di ZODIAC Jakarta.

Kini dengan skala yang lebih besar, Queennara menggandeng musisi profesional dari band Asian Beat, serta tampil di hadapan tamu-tamu istimewa seperti produser musik, penyanyi, presenter TV, hingga figur publik dan pelaku industri kreatif lainnya.

Queennara, musisi muda dengan suara kuat, visi jujur, dan pesan berani, membawakan karya-karya musik pilihan yang mencerminkan perjalanan emosional dan kepekaan artistiknya. Dari soft rock ballads, cinematic pop, hingga alternative R&B, seluruh komposisi dikemas dalam aransemen live yang teatrikal dan menyentuh. Gedung Kesenian Jakarta, dengan keanggunan klasik dan akustik superiornya, menjadi panggung yang ideal untuk pertunjukan ini.

“The Crown bukan sekadar konser. Ini adalah cermin potensi besar generasi muda Indonesia di industri kreatif dunia,” ungkap Adhirama G. Tusin, CEO USG Education. “Melalui kurikulum berbasis industri dan pengalaman belajar dunia nyata, UIC College membekali siswa dengan lebih dari sekadar ijazah, kami membentuk karakter dan kesiapan untuk bersaing secara global.”

Program-program UIC College memang berfokus pada real-world learning: mulai dari produksi musik, kolaborasi profesional, penciptaan karya orisinal, hingga manajemen diri sebagai artis independen. Semua ini diajarkan langsung oleh para praktisi dan mentor berpengalaman.

“Yang membuat recital ini spesial bukan hanya kualitas musiknya, tapi juga keberanian artistiknya. Queennara membuktikan bahwa musik bisa menjadi tempat membagi rasa, ia menyampaikan cerita, emosi, dan refleksi dengan cara yang menyentuh,” ujar Irman F. Saputra, Koordinator Akademik UIC College Musik.

Dengan ribuan alumni yang kini berkiprah di berbagai belahan dunia, USG Education terus menjalankan misinya: membuka akses pendidikan internasional yang terjangkau, berkualitas, dan relevan untuk masa depan. Melalui program seperti TBI, UJC, Uniprep, UIC College, dan Unistart, USG Education membangun ekosistem pembelajaran menyeluruh, dari tingkat dasar hingga universitas luar negeri.

“Kami di UIC College percaya bahwa pendidikan seni bukan hanya tentang teknik, tapi juga tentang karakter, refleksi diri, dan keberanian mengekspresikan suara personal. Queennara adalah bukti nyata bagaimana siswa kami berkembang menjadi seniman yang otentik dan relevan,” tutup Aimee.

Melalui konser seperti The Crown, UIC College of Music menegaskan komitmennya untuk terus melahirkan generasi seniman Indonesia yang siap menginspirasi dunia melalui karya dan karakter, Karena di sinilah semua mimpi besar bermula.

Continue Reading

iLive

Komunitas Salihara Gelar tari “Sloth Canon” bersama T.H.E dan Company 605

Published

on

iMusic.id – Sebuah kolaborasi kelompok tari antara The Human Expression / T.H.E (Singapura) dan Company 605 (Kanada) mempersembahkan karya terbaru mereka dalam pertunjukan “Sloth Canon pada 28-29 Juni 2025 mendatang.

“Sloth Canon” merupakan hasil gagasan dan koreografi dari Anthea Seah (T.H.E) dan Josh Martin (Company 605), dua figur penting dalam dunia tari kontemporer Asia dan Amerika Utara. Bersama lima penari dari berbagai latar belakang, Brandon Lee Alley, Haruka Leilani Chan, Chang En, Billy Keohavong, dan Rebecca Margolick, pertunjukan ini menafsirkan ulang pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kerja kolektif, tubuh, kecepatan, dan ilusi dalam masyarakat

Koreografi di dalam “Sloth Canon” menceritakan dunia paralel penuh absurditas yang dimasuki oleh para penari, di mana gerak tubuh menjadi representasi dari “ambisi” yang  mengalami berbagai turbulensi. Ketika gelembung imajinasi mereka mulai mendekati dunia realitas, karya ini mengajak penonton memasuki dunia yang tidak stabil dengan pikiran magis yang kompulsif.

Sebagai kelompok seni asing, Indonesia menjadi negara pertama dalam tur mereka dan menampilkan karya “Sloth Canon”. Sebelumnya pentas ini perdana dilakukan di negara asal masing-masing kelompok yakni Singapura dan Kanada, Indonesia menjadi negara pertama di luar negara asal mereka–sekaligus wadah baru dalam mempertunjukkan karya seni lintas-benua ini.

“Ini adalah pertama kalinya saya mengenal istilah Komunitas Salihara. Kami sering menggambarkan tim “Sloth Canon” sebagai sebuah peradaban mikro, jadi datang ke komunitas Salihara terasa seperti peradaban yang melayang bertemu dengan peradaban lain yang berakar di ruang ini.

Kami benar-benar antusias bisa membawakan “Sloth Canon” di ruang dan budaya seperti ini, dan yang paling kami tunggu adalah kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan komunitas lain yang ada di sini.” ujar Anthea Seah, Koreografer T.H.E dalam merespons pertunjukkan mereka di Teater Salihara.

Hal serupa pun juga dirasakan oleh Josh Martin, Koreografer Company 605 saat ditanya bagaimana reaksi kelompok saat akan membawakan karya ini di Salihara. Menurutnya, pengalaman pertama di Indonesia ini membuat ia ingin bersinergi baik dari segi budaya, lingkungan, hingga ruang pertunjukan dalam mempersembahkan apa yang sudah mereka persiapkan untuk pertunjukan nanti.

“Sloth Canon” akan menemani akhir pekan pengunjung Salihara secara perdana. Untuk bisa menikmati pertunjukan ini, pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (Umum) dan Rp55.000 (Pelajar).

Continue Reading