

iMusic
Daði Freyr & ÁSDÍS – “Feel the Love”.
Published
5 years agoon
By
iMusicCadaazz.com – “Feel the Love” adalah single terbaru dari Daði Freyr yang dirilis tepat di tahun baru sebagai pernyataannya kepada seluruh dunia bahwa tahun 2021 akan menjadi tahunnya Daði’s. Lagu ini diproduseri dan direkam di studio rumah Daði, berkolaborasi dengan sesama musisi Islandia, ÁSDÍS, yang sebelumnya juga berpartisipasi dalam album Islandia Daði di tahun 2019 “& Co.”. “Feel The Love” menandai kolaborasi full pertama dari pasangan yang kini tinggal di Berlin.
“Saat itu sedang Covid dan sudah lama aku tidak ke SchwuZ, bar queer favoritku di Berlin dan aku mendambakan kebebasan, gemerlap dunia, dan CINTA. ‘All sweat, no tears’ adalah bait pertama yang kami tulis di lagu ini dan hook-nya langsung selesai tidak lama setelahnya. Di menit pertama lagu ini, kami sudah tahu bahwa lagu ini spesial..” ungkap Ásdís.
Ásdís langsung menyadari bahwa lagu ini adalah anthem terbarunya. Dia selama ini selalu dibilang ‘berlebihan’, sebagai anak, sebagai pacar, sebagai pegawai, maupun sebagai selebriti.
Ia melanjutkan. “Mungkin mereka berharap aku akan diam, siapa tahu? Dan sekarang akhirnya aku bisa berkata, memangnya aku peduli? Lagu ini adalah tentang hal itu. Kenapa juga harus mempedulikan apa yang dipikirkan orang lain meskipun mereka terlihat baik-baik saja? Opini orang lain hanya akan mempengaruhimu kalau kamu membiarkannya. Semua itu hanya di pikiran kita saja. Kekuatan yang ada di diri kita sendiri adalah hal yang paling nyata di dunia ini jadi kamu harus benar-benar yakin kalau kamu tidak menjadi hater untuk dirimu sendiri.”
Ásdís kemudian mengirimkan lagu tersebut ke Daði Freyr. Mereka sudah bersahabat bertahun-tahun dan Ásdís sebelumnya berpartisipasi di ‘Náum aðeins andanum‘ (Catch Our Breaths) di album Daði yang berjudul ‘& Co’ pada tahun 2019. Awalnya berniat hanya sebagai produser, Daði ikut menulis dan menyanyikan lagu tersebut.
“Hanya dalam tiga sesi rekaman, kami sudah sangat dekat dengan lagu yang kalian dengarkan sekarang, saat itu seperti tanah bergolak di bawah kami. Kami seakan berdiri di atas gunung berapi yang sedang aktif dan kami menari sesuka hati. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimaa senangnya perasaan kami ketika akhirnya kita bisa membagikan lagu ini ke seluruh dunia.” tutur Ásdís.
Daði menambahkan, “Ásdís María adalah salah satu sahabatku sejak dahulu. Ásdís menunjukkanku lagu ini ketika kami sedang ketemuan di rumahku dan aku berhasil meyakinkan dia agar bisa ikut berpartisipasi. Ini adalah pertama kalinya aku merilis sesuatu yang idenya bukan kudapatkan dari berdiam diri di kamar. Ásdís bukan hanya penulis lagu dan penyanyi yang luar biasa berbakat, dia juga adalah seorang performer yang brilian. Aku sangat yakin kalau namanya akan semakin besar dan aku bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan karirnya.”
Di video klipnya, duo ini ingin menunjukkan bagaimana menjadi seseorang yang merasa seluruh dunia membencinya dan perjalanan mereka menemukan self-love. Seiring videonya, kita dapat melihat bagaimana kepercayaan diri seorang penari untuk tidak mempedulikan opini orang lain mulai tumbuh, dan bagaimana ia menemukan keindahan serta keunikan dirinya sendiri.
Daði dan Ásdís memainkan berbagai karakter, sebagai pekerja di kepala, hati, dan perut sang penari. Mereka merespon seiring perjalanan untuk menemukan jati diri sang penari berlanjut. Ketika sang penari tersebut merasa bahagia, para karakter di dalam tubuhnya juga ikut bahagia dan berubah menjadi serangga-serangga kecil yang kemudian menjelma menjadi kupu-kupu yang cantik. Masuk akal bukan?
Video ini merupakan kolaborasi mereka dengan Bear Film TV Berlin yang memilih performer asal Berlin, George N Roses, sebagai peran utama. “Sutradara kami yang luar biasa Mia Hennig dan George membuat setiap scene dengan pas dan tepat sasaran.” imbuh Ásdís. María Guðjohnsen kemudian menambahkan efek untuk video klip tersebut.
Tentang pesan di dalam lagu ini, ÁSDÍS menambahkan. “Sebuah perjuangan yang sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dibentuk orang-orang di sekitarmu dan lagu “Feel The Love” adalah sebuah pengingat untuk semua orang yang merasa disalahpahami, dan bahwa tidak ada gunanya membuat orang lain bahagia sebelum kamu sendiri bahagia. Lagu ini adalah hal yang ingin selalu kukatakan kepada diriku sendiri dan aku membawakannya dengan caraku sendiri – sangat cepat dan cocok untuk berdansa.”
Daði Freyr menambahkan. “Ini adalah kedua kalinya video yang aku rilis bukan dibuat hanya olehku dan istriku Árný Fjóla. Video terakhir yang aku buat dengan produksi seperti ini adalah Think About Things. Saat itu aku berhadapan dengan risiko finansial yang nyata dan aku beruntung lagu tersebut cukup berhasil.
Sejak Think About Things, aku memiliki lebih banyak kebebasan terkait ide di dalam video. Aku tidak lagi hanya mengusulkan ide yang hanya bisa dibuat olehku dan Árný, aku punya lebih banyak kebebasan untuk membuat hal-hal yang lebih besar sekarang. Meskipun aku dan Árný masih punya banyak ide yang bisa kami realisasikan sendiri dan semua itu mungkin dapat tetap kami wujudkan bersama dengan video – video besar lainnya.” (FE)

You may like
iMusic
Farell Kasela rilis single berbeda genre dari Ayahnya Ian Kasela
Published
2 hours agoon
September 13, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Industri musik Indonesia kedatangan wajah baru dari generasi muda, yaitu Farell Noviandhika putra kedua vokalis legendaris Radja, Ian Kasela. Farell yang biasa dipanggil dengan Farell Kasela resmi merilis single debut berjudul “Tetaplah Kau Jadi Milikku” pada tanggal 25 July 2025 lalu. Lagu ini diciptakan oleh Moldy dan diproduseri langsung oleh Ian Kasela dibawah bendera label Kasela Musik.

“Lagu ini bercerita tentang perasaan cinta yang tulus, tentang keinginan sederhana untuk tetap bisa bersama seseorang yang spesial. Dari awal dengar notasi lagunya, saya langsung merasa dekat dengan makna yang terkandung. Saya pikir, ini bukan cuma soal cinta romantis, tapi juga tentang bagaimana kita menghargai orang-orang yang berarti dalam hidup”, Jelas Farell Kasela.
“Musiknya sendiri saya coba hadirkan dengan nuansa yang lebih fresh, ringan, dan relevan buat anak-anak Gen Z yang mencari lagu pop bermakna, tapi tetap easy listening,” tambah Farell Kasela panjang lebar tentang musiknya dan alasan memilih “Tetaplah Kau Jadi Milikku” sebagai karya perdana.
Lebih lanjut, Farell Kasela menegaskan bahwa single ini memang menjadi tonggak awal kariernya. “Ini single pertama saya, dan sengaja saya pilih untuk rilis tepat di ulang tahun saya yang ke-17, karena saya ingin menjadikannya momen spesial. Rasanya kayak hadiah untuk diri sendiri, tapi juga bentuk persembahan untuk pendengar”.
“Sekarang lagunya sudah tersedia di semua platform digital Spotify, TikTok, Apple Music, YouTube Music, Deezer jadi siapa pun bisa menikmati. Saya excited banget menunggu reaksi dari teman-teman dan penikmat musik Indonesia,” katanya antusias.
Tak hanya sibuk didunia musik, Farell juga baru saja mengawali langkah akademisnya di Universitas Indonesia (UI).
“Saya bersyukur banget bisa masuk UI lewat jalur undangan. Bagi saya pendidikan tetap penting, meski passion saya di musik. Jadi sekarang saya sedang berusaha menyeimbangkan dunia akademis dan musik. Memang nggak mudah, tapi saya percaya keduanya bisa berjalan beriringan kalau kita punya komitmen,” ujarnya.
Menariknya, Farell mengaku sudah jatuh cinta pada musik sejak kecil, meski baru kini berani melangkah ke industri profesional.

“Saya sejak kecil sudah sering melihat bagaimana ayah saya berkarya, rekaman, manggung, berinteraksi dengan penggemar. Itu secara tidak langsung menular. Musik bagi saya bukan cuma hiburan, tapi cara untuk mengekspresikan diri. Setiap nada, setiap lirik, punya jiwa yang ingin saya sampaikan. Jadi meski baru debut sekarang, perjalanan ini sebenarnya sudah panjang sejak saya belajar gitar, vokal, sampai akhirnya rekaman,” tutur remaja yang kini berusia 18 tahun itu.
Farell juga menjelaskan alasan mengapa dirinya memilih genre pop RnB dalam karya perdananya, berbeda dengan jejak ayahnya yang identik dengan rock.
“Kalau dulu mungkin orang lebih kenal Farell Kasela dengan warna musik rock, tapi saat ini saya ingin hadir dengan sesuatu yang lebih ringan, lebih dekat dengan telinga generasi saya. “Tetaplah Kau Jadi Milikku” adalah pop yang lembut tapi tetap punya spirit. Saya ingin musik saya bisa jadi soundtrack untuk banyak anak muda yang lagi jatuh cinta atau bahkan berjuang mempertahankan cinta,” jelasnya penuh percaya diri.
Meski lahir dari keluarga musisi, Farell menegaskan bahwa ia ingin dikenal karena karyanya sendiri, bukan semata-mata karena nama besar ayahnya.
“Saya sadar banget orang mungkin akan bilang, ‘Oh, ini anaknya Ian Kasela’. Tapi saya ingin membuktikan bahwa saya bisa berdiri dengan karya saya. Saya berusaha totalitas dari sisi vokal, interpretasi, sampai promosi. Ayah saya sebagai produser lebih banyak jadi mentor, bukan pengarah yang mendikte. Justru beliau membebaskan saya untuk menemukan suara saya sendiri,” ucap Farell.
Dengan semangat baru, Farell berharap single debutnya bisa menjadi pintu pembuka untuk karier panjang di industri musik Indonesia.
“Harapan saya sederhana, semoga lagu ini bisa menemani banyak orang di momen-momen penting hidup mereka. Kalau orang bisa merasa terhubung dengan liriknya, itu sudah jadi pencapaian besar buat saya. Ini baru awal, dan saya berjanji akan terus belajar, terus berkarya, dan semoga suatu saat bisa memberi warna baru di musik Indonesia,” pungkasnya. Dan untuk MV dari lagu “Tetaplah Kau Jadi Milikku” ini akan segera tayang di channel youtube Farell Kasela.
Tambahan informasi buat teman-teman bahwa Farell juga sudah beberapa kali hadir diatas panggung besar dijakarta seperti acara musik synchronize fest hingga ke negara tetangga Malaysia sebagai featuring bersama band Radja.
iMusic
Maton Guitar Resmi di Indonesia, Gandeng Tohpati hingga The Overtunes Jadi Brand Ambassador
Published
3 weeks agoon
August 22, 2025By
iMusic
iMusic.id – Maton Guitar produsen gitar asal Australia yang melegenda dengan craftsmanship dan karakter tone khasnya, resmi melebarkan sayapnya di Indonesia pada tahun 2025 ini. Perusahaan ini konsisten memproduksi gitar akustik dan gitar elektrik dengan standar kualitas tinggi, memadukan kayu pilihan Australia dengan pengerjaan presisi. Suara hangat dan kuat yang dihasilkan Maton Guitar membuatnya digemari banyak musisi internasional, termasuk gitaris virtuoso Tommy Emmanuel.

Sebagai distributor resmi Maton guitar di Indonesia berada di bawah naungan Navanti Musika sebuah perusahaan yang lahir dari passion tiga penggiat musik & bisnis: Ivan Tandyo, Pongky Prasetyo, dan Harry Senlitonga. Untuk memudahkan akses para musisi, Navanti menunjuk Melodia Musik sebagai authorized dealer pertama.
“Industri musik Indonesia sedang berkembang pesat. Banyak musisi muda kita butuh instrumen berkualitas untuk mendukung kreativitas mereka. Maton hadir untuk menjawab kebutuhan itu. Kenapa akhirnya Maton Guitar, awalonya saya bilang, Abram, kalau mau beli Ampli Gitar dimana ? dia bilang harus ke Melodia, fun, gitu, udah paling top. Terus, akhirnya saya ke sini, nih, main ke atas. Saya beli Ampli namanya Godin. Keren banget, tuh, Ampli. Ampli di Alkosik, Gitar, bagus. Sampai saya tenteng ke Australia satu, saya beli lagi balik. Nah, saya balik lagi ke sini, tuh, saya bawa Meton, saya. Meton gitar yang saya beli di Australia. Saya main di atas, cuma tujuannya buat ngetes Ampli. Dan temen-temen dari Melodia, kru Melodia pada kelilingin saya, Mas, gitar apaan nih? Kok enak banget? Mas, gitar apa? Gitar apa? Sambil bingung. Masa lu gak tau Meton? Dari situ akhirnya otak bisnis muncul,” ungkap Ivan Tandyo, Co-Founder Navanti Musika saat Grand Launching Maton Guitar di Melodia, Jakarta, (Rabu (20/8/2025).

“Saya kontak David dan direspon. Waktu saya masuk pabriknya saya kaget. Saya melihat bagaimana gitar ini dibuat out of passion. It’s not commercial. This is passion for almost 80 years. Nah saya ini suka beli gitar. Dari dulu saya beli macam-macam. Tapi saya suka banget gitar. Saya udah pakai Taylor. Saya pakai Martin. Ini masih ada di rumah. Saya pakai Gibson, Trier, Hummingbird. Saya udah pakai semua. Waktu saya datang ke satu toko di sana, Australia. Namanya Acoustic Center. Terus ada orang ini memang pakar. Dia punya podcast tentang music segala macam. Saya tanya, eh… gue pengen ditambah koleksi buat so what do you think the best guitar dia nih acoustic center tuh lengkap sekali mungkin kayak melodianya gitu gede banget.” tambahnya.
Menurut David Steedman (Head of Maton Australia) Maton adalah bisnis keluarga, sekarang sudah memasuki generasi ketiga, didirikan oleh Bill, Vera, dan Reg May. Pada tahun 1946, Maton telah melewati generasi kedua, Linger dan Neville Kitchen, dan sekarang juga memasuki generasi ketiga, di mana saya berada di pihak yang sama. Saya bagian dari generasi ketiga karena ini adalah gitar buatan tangan keluarga di Australia, jadi gitar keluarga, buatan tangan di Australia.

“Dan sungguh luar biasa menyambut Indonesia ke dalam keluarga Maton. Terutama Navanti dan Melodian Music, serta semua orang di sini, memainkan peran kunci dalam meluncurkan produk kami di pasar Indonesia. Ivan dan seluruh tim Navanti berada di posisi yang unik untuk meraih kesuksesan dalam kemitraan ini. Mereka sebagian besar non-Indonesia. Lokasi mereka sebagian besar di Australia, dan hal itu memberi mereka wawasan yang luar biasa tentang apa yang kami lakukan dan bagaimana kami melakukannya.”ujar David
“Mereka terus-menerus mengunjungi pabrik kami untuk mempelajari apa yang kami lakukan dan bagaimana kami melakukannya. Mereka benar-benar mendalami segala hal yang terlibat dalam menciptakan gitar-gitar indah kami yang Anda lihat di sini. Mereka melihat kecintaan, teknik, dan masukan yang diberikan pada setiap gitar kami. Hal itu membantu mereka mewariskannya. Itulah yang kami lakukan.”katanya
Dalam debut Maton Guitar di indonesia mengandeng tiga Musisi Indonesia sebagai brand ambassador yaitu Tohpati, The Overtunes dan Sid Mohede. Kehadiran para musisi lintas generasi ini memperkuat pesan bahwa Maton Guitar tidak hanya untuk kalangan tertentu, tetapi untuk semua pecinta musik yang mendambakan instrumen otentik.

“Ada Beberap hal, pertama kebetulan kita kenal baik, dan juga kita nyakin kita mau mereka suka memakai produk kita. Kalau mereka gak suka kita gak mau paksain, . pertama mereka suka dan kedua mereka cocok dengan audiens kita ya akustik gitar,” ujar Harry Senlitonga Founder Navanti Musika.
Tahun ini Maton resmi tersedia di jaringan toko Melodia Musik dan saat ini baru 6 tipe dari 10 tipe yang akan masuk ke Indonesia. 6 tipe gitar Maton tersebut adalah Mini Maton, SRS Maton, 808 Maton, Performance Maton, Trobador Maton, dan EM 6 Maton, dengan rage harga 22 juta rupiah – 70 juta rupiah. (EH).
iMusic
Take Over X John Paul Ivan tampil lebih pop punk di album terbaru
Published
4 weeks agoon
August 19, 2025By
Frans Eko
iMusic.id – Take Over kembali merilis karya baru dalam format EP yang di beri judul “IV”. Masih mengusung brand Take Over X John Paul Ivan, judul “IV” ini merupakan penanda dari jumlah EP yang telah mereka rilis dan album ini adalah album ke empat dari Take Over X John Paul Ivan sepanjang karir mereka melepas karya.

“Ini adalah album ke 4 dari kita yang berformat EP / mini album setelah EP “Take Over” di 2019, yang berlanjut berlanjut ke EP kedua “V.2” di 2021 dan EP ketiga bertajuk “Treble” pada tahun 2023”, terang John Paul Ivan mewakili Take Over.
“Nama Take Over X John Paul Ivan sendiri kita pertahankan sebagai gimmick dan trademark kita di industri musik Indonesia”, tambah John Paul Ivan yang dikenal juga dengan nama JPI.
Memuat 5 track list lagu baru di album “IV” ini, John Paul Ivan (gitar), Joe (drum), Windy Saraswati (vokal), Cynthia Divka (bass) dan Bagus Wyet (gitar) mencoba konsep musik berbeda untuk bisa di terima oleh kalangan gen z,
“Di album ini Take Over X John Paul Ivan memainkan musik rock yang mengarah ke genre pop punk, hal ini kita lakukan bukan tanpa berbagai pertimbangan, kita sudah melakukan survey dan ternyata musik pop punk itu lah yang disukai gen z saat ini”, ujar JPI.

“Dari empat EP Take Over X John Paul Ivan semuanya memiliki perbedaan konsep musik. Walaupun kita tetap memainkan musik rock, tapi ada beberapa perbedaan dari mulai album pertama sampai keempat. Intinya kita memainkan alternative rock lah”, tambah JPI lagi.
Pada EP terbaru ini Take Over X John Paul Ivan memperkenalkan 5 lagu yaitu : “Aku Muak, Lestari Indonesia, Si Paling Benar, Stop” dan “Terbang Tinggi Garuda Ku” dengan lagu “Lestari Indonesia” di plot sebagai fokus single nya yang video musiknya sudah bisa disimak melalui channel Youtube Wave Music Records yang juga merupakan label mereka bernaung saat ini.
“Lagu “Lestari Indonesia” adalah lagu yang bertemakan nasionalisme dan kecintaan akan negara kita, kita harus tetap bisa memberikan vibe yang positif bagi semuanya, walau kita tau sikon Indonesia sebenarnya tidak dalam kondisi yang baik-baik saja”, tutur JPI.
“Perbedaan yang sangat kelihatan di EP ke empat ini adalah di album ini kita tidak menyisipkan lagu yang berirama slow / ballad, kita memberikan full lagu energik berdistorsi. Kita membalut musik yang sudah bernuansa pop punk tapi dengan isian musik yang dimainkan secara natural, bukan dengan isi-isian looping dan squencer”, terang JPI yang juga bertindak sebagai Produser, arranger dan quality control di proses mixing dan masteringnya.

Take Over bukanlah band baru, mereka adalah band alumni dari Rock Festival se lndonesia ke X (terakhir) tahun 2004 yang menyabet juara 2 dan juga meraih penghargaan vokalis terbaik atas nama vokalis saat itu, Damar Teguh. Berevolusi di tahun 2017 dengan mengganti konsep musik dan personelnya dengan masuknya Windy Saraswati sebagai vokalis dan lalu merilis single berjudul “Jangan Modus”. JPI lalu bergabung dan memproduseri tiga EP Take Over.
Di EP terbarunya ini Take Over X John Paul Ivan juga memperkenalkan energi baru di posisi bassis dengan merekrut Cynthia Difka (Geger) sebagai personil tetap.
“Cynthia sudah bergabung sejak akhir 2023, awalnya karena bassis yang lama mengundurkan diri, lalu saya mencari penggantinya dan saya pikir Take Over ini butuh tambahan personil yang wangi – wangi menemani Windy yang juga merupakan vokalis Geger, akhirnya pilihan jatuh ke Cynthia”, canda JPI.