Connect with us

iMovies

Dari Ariel NOAH sampai Banda Neira suguhkan karya musik di film “Made in Bali”

Published

on

iMusic.id – Mana yang harus dipilih, antara cinta sejati semasa kecil, atau cinta terhadap orang yang sudah menjadi pilihan oleh orangtua? Dilema itulah yang akan tersaji dalam film drama romance terbaru persembahan Josh Pictures, “Made in Bali.”

Mempertemukan seorang dalang muda wayang kulit Bali, Made (diperankan Rayn Wijaya), bersama sahabat semasa kecilnya yang selalu menemani, Niluh (Vonny Felicia), serta perempuan yang dijodohkan dengan Made, Putu (Bulan Sutena). Made adalah dalang wayang kulit Bali, sementara Putu, merupakan anak dari perajin wayang kulit. Keduanya seperti sudah ditakdirkan untuk bersama.

Layaknya hidup Made yang sudah ditentukan, kepada seni wayang kulit Bali ia mengabdi dan kepada Putu lah Made akan memberikan kasih sayang dan cinta sepenuh hatinya. Namun, seiring berjalan waktu, hati Made berkata lain. Hatinya, sebenarnya untuk Niluh. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Kisah romansa remaja yang tengah mencari arti cinta dan belajar mengenai kehidupan dalam “Made in Bali” dibalut dengan latar budaya Bali yang akan membuat cerita film ini magis dan romantis. Dengan latar belakang karakter yang kuat dari budaya Bali tentang dalang wayang kulit Bali muda, serta menampilkan lanskap Pulau Dewata yang tak hanya menampilkan keindahan alamnya, tetapi juga budaya dan sosialnya, termasuk festival layang-layang, pertunjukan wayang kulit, hingga Barong Bali.

Disutradarai oleh J.P. Yudhi, “Made in Bali” diproduseri oleh Joseph Tarigan. Di film ini, Joseph Tarigan juga turut menjadi produser eksekutif bersama Jemima Tarigan, Roy Shakti, Laudamus, Arianto Widjaja, dan Albert Tjandranegara.

“Made in Bali” dibintangi di antaranya oleh Rayn Wijaya, Vonny Felicia, Bulan Sutena, Naomi Hitanayri, Victor Agustino, Gusti Harindra, Roja Itakimo, Jaloe, Wina Marino, Nobuyuki Suzuki, Tri Ningtyas, Dian Sidik, dan Siska Salman.

Dengan skenario yang ditulis oleh penulis peraih nominasi Piala Citra FFI 2024 Oka Aurora, serta soundtrack film diisi oleh lagu-lagu dari Ariel NOAH, Manusia Aksara feat Savira Razak, Banda Neira, Hiroaki Kato, dan Gus Teja World Music, membuat film ini menjadi lebih puitik dan menyentuh hati.

“Film “Made in Bali” adalah drama romansa yang juga menyajikan perjalanan manusia dalam menemukan arti cinta di sebuah pulau yang indah. Bukan hanya pemandangan alamnya, tetapi juga jiwa dari orang-orangnya, serta daya pikat wayang kulit Bali yang menawan.

“Made in Bali” adalah perpaduan unik antara cinta dan budaya, yang menjanjikan pengalaman sinematik yang tak terlupakan,” kata produser film “Made in Bali” Joseph Tarigan.

Penulis skenario “Made in Bali” Oka Aurora mengatakan salah satu hal yang paling menarik adalah ketika ia melakukan riset untuk ceritanya. Oka banyak bertemu dengan seniman-seniman wayang dan anak-anak muda Bali.

“Awalnya, ini cerita cinta segitiga biasa. Tapi setelah ngobrol sama Ray Nayoan, sebagai kreator tokoh Made, Ray kasih ide untuk membuat Made sangat lokal. Ide dalang muda ini didapat dari Ray. Lalu muncul dari kami berdua ide menggabungkan wayang dengan anime dan dengan music j-rock (Japan Rock). Dari situlah tiga karakter utama dikembangkan,” kata penulis skenario “Made in Bali” Oka Aurora.

Rayn Wijaya, yang memerankan karakter Made mengaku banyak mempelajari bahasa dan dialek Bali dari lawan mainnya, Bulan Sutena, yang merupakan aktris berdarah Bali. Hal itu memudahkan Rayn untuk lebih memahami dan mendalami karakternya. Selain itu, di film ini juga mendapat pelajaran berharga dengan mengikuti workshop bersama maestro wayang kulit Bali.

“Senang sekali memerankan karakter Made, yang menjadi pengalaman berharga dan hal baru bagiku sebagai aktor. Aku banyak dibantu Bulan Sutena dalam memahami dialog yang aku sampaikan dengan bahasa Bali. Di samping itu, aku juga belajar tentang wayang kulit Bali dan menjadi dalang, dan aku sangat respect dengan para seniman tradisi yang mendedikasikan passion mereka terhadap warisan budaya dan leluhur,” kata Rayn Wijaya.

Sementara itu, Bulan Sutena menambahkan film “Made in Bali” pun menjadi pengalaman baru baginya. Sejauh ini, Bulan Sutena telah membintangi tiga film layar lebar, dan “Made in Bali” menjadi film drama romance pertamanya.

“Film “Made in Bali” adalah film drama romance pertamaku. Senang bekerja sama dengan para pemeran dan kru yang sangat profesional dan mumpuni di bidang mereka. Di film ini aku lebih banyak belajar untuk bisa mengolah emosi dan menunjukkan dinamika karakter lewat peranku sebagai Putu. Meski dimudahkan untuk mendalami karakter karena aku Bali, tetapi juga ada tantangan tersendiri seperti perbedaan karakter Putu denganku secara personal, sehingga harus memberikan range karakterisasi yang dapat menyampaikan ceritanya dengan kuat,” kata Bulan Sutena.

Film “Made in Bali” akan tayang di jaringan bioskop Indonesia mulai 20 Februari 2025. Sekaligus menjadi suguhan bagi penonton Indonesia pada bulan penuh cinta ini. Ikuti informasi terbaru film “Made in Bali” melalui akun Instagram resmi @madeinbali_themovie dan @joshpictures_official.

iMovies

Film “Rego Nyowo” perkenalkan “pocong gantung”

Published

on

iMusic.id – Diangkat dari thread viral @kelanara di X berjudul “Kosan Berdarah”, Hitmaker Studios bersama Legacy Pictures dan Masih Belajar Pictures mengangkat cerita ini ke dalam layar lebar dengan judul “Rego Nyowo”.

Berbekal kisah nyata tentang kejadian-kejadian tidak nyaman bahkan mengerikan yang dialami di kehidupan kos-kosan berkaitan dengan gangguan makhluk halus, Rocky Soraya, sang produser mengajak sutradara Rizal Mantovani untuk mengeksekusi film “Rego Nyowo” ini ke layar lebar.

Mengambil set lokasi utama perkebunan pohon pisang yang luas, Hitmaker Studios mencoba memvisualisasikan secara nyata seperti aslinya. Proses syuting pun sangat terasa menyeramkan, ketika ingin mengambil gambar di lokasi aslinya karena banyak penunggu makhluk halus di kosan tersebut yang mengganggu, sehingga syuting “Rego Nyowo” pun harus berpindah lokasi.

Rocky Soraya memilih pemain untuk memerankan karakter – karakter di film “Rego Nyowo” dengan ketat dengan proses pendalaman karakter yang dilakukan lebih dari 2 bulan. Film horor yang memperlihatkan visual mewah yang memanjakan mata penonton ini melakukan proses syuting di Padalarang, Puncak, Malang, dan Cibubur.

Film “Rego Nyowo” memperkenalkan villain hantu yang merupakan terobosan baru di industri film horor dengan menampilkan hantu berupa pocong yang di setiap penampakannya terlihat ada tali yang mengikat lehernya seperti gantung diri.

“Saya dan Rizal berusaha membuat sesuatu yang baru di film “Rego Nyowo” ini, setelah melalui diskusi dan uji coba maka terciptalah hantu “Pocong Gantung” ini. Saya perhatikan, Pocong itu kalo digantung jadi tambah sere mya”, Ujar Rocky Soraya.

“Selain Pocong Gantung”, pocong disini berbeda dari film pocong lainnya karena si pocong punya lidah yang bisa menjulur panjang untuk menaklukan manusia”, tambah Rizal Mantovani.

Film “Rego Nyowo” dibintangi oleh sederet aktris serta aktor muda ternama Tanah Air seperti Sandrinna Michelle, Ari Irham, Diah Permatasari, Erwin Moron, Cassandra Lee, Rayensyah Rassy, Zayyan Sakha, Sheva Audrey, Sinyo Riza, Zoe Jireh, Zasa Zefanya, Robert Chaniago Timor dan Michael Russel. Walaupun ada kendala bahasa dimana Sebagian besar cast harus memerankan tokoh yang berbeda suku dengan kesehariannya, namun para cast mengaku senang melakukan proses syuting film ini.

Sinopsis :

Lena (Sandrinna Michelle) datang dari Jakarta ke Malang untuk kuliah bersama kakaknya, Benhur (Ari Irham). Mereka tinggal di kos milik sepasang suami istri, Bu Astri (Diah Permatasari) dan Pak Wiryo (Erwin Moron) yang baik dan ramah. Kos itu bagus, murah, nyaman, dan penuh kehangatan. Setiap minggunya Bu Astri mengundang seluruh penghuni kos untuk makan malam bersama. Tapi kos yang tenteram, berubah menjadi penuh kejanggalan ketika seorang anak kos mengalami mimpi aneh. Ia meyakini kos itu angker, bahkan menyebut ada pocong gantung. Awalnya, Lena dan yang lainnya tidak percaya, hingga ia sendiri melihatnya dan teror mengerikan terjadi. Kos ini bukan kos biasa. Ada harga yang harus dibayar. Bukan uang, tapi nyawa. Gimana kelanjutan kisahnya? Saksikan “Rego Nyowo” tayang di Bioskop Mulai 31 Juli 2025.

Continue Reading

iMovies

Film “Lyora : Penantian Buah Hati” ceritaka ketangguhan pasutri

Published

on

iMusic.id – Jarasta Enterprise, Paragon Pictures dan Ideosource Entertainment merilis official trailer & poster film drama keluarga “Lyora: Penantian Buah Hati” yang mengisahkan perjuangan Meutya dan Fajri, sebagai pasangan suami-istri yang sedang berjuang mendapatkan buah hati.

Setelah official teaser trailer yang dirilis sebelumnya mendapat sambutan hangat dari para pejuang garis dua, dalam official trailer “Lyora: Penantian Buah Hati” menghadirkan penampilan apik dari Marsha Timothy dan Darius Sinathrya yang selalu bersama, mewakili ketangguhan dan kesetiaan pasangan pejuang garis dua.

Pada film “Lyora: Penantian Buah Hati”, diceritakan Meutya (Marsha Timothy), seorang wanita karir dengan segala kesibukannya, berusaha untuk memiliki keturunan di usianya yang sudah tidak lagi muda. Bersama suaminya, Fajrie (Darius Sinathrya), mereka menjalani berbagai program kehamilan, salah satunya bayi tabung. Dalam perjalanannya mengikuti program tersebut, Meutya dan Fajrie menghadapi lika-liku hidup penuh kegagalan dan rasa kehilangan yang mendalam, namun tidak pernah pupus dari perjuangan dan pengharapan.

Disutradarai Pritagita Arianegara, serta diproduseri oleh Virgie Baker, Robert Ronny dan Pandu Birantoro, film “Lyora: Penantian Buah Hati” menjadi film drama keluarga emosional pertama di Indonesia yang mengangkat perspektif perempuan dan pasangan dalam perjuangan memiliki anak.

“Film Lyora: Penantian Buah Hati” adalah film yang mewakili jutaan suara perempuan Indonesia yang sedang atau pernah berjuang diam-diam untuk menjadi ibu. Melalui film ini, kami ingin menumbuhkan empati dan kesadaran, infertilitas dan tekanan memiliki anak bukan hanya beban bagi perempuan, tapi juga perjuangan bersama pasangan,” ujar Virgie Baker.

Sutradara Pritagita Arianegara berharap dengan lika-liku yang dihadapi oleh pasangan Meutya dan Fajrie di film ini dapat memberikan motivasi dan semangat bagi sesama pejuang garis dua.

“Film ini sangat personal buat saya. Saya tahu rasanya menunggu, mencoba, dan gagal. Lewat Lyora, saya ingin memeluk mereka yang masih berjuang dan mengingatkan bahwa ini bukan perjuangan satu orang saja,” jelas Pritagita Arianegara.

Memerankan karakter Meutya, bagi Marsha Timothy memberikan pengalaman emosional yang berbeda dalam kisah inspirasi keluarga. Ia harus menyelami perasaan-perasaan rumit yang dialami seorang calon ibu yang tengah berjuang memiliki anak termasuk menghadapi kenyataan keguguran yang terjadi berulang kali dalam prosesnya.

“Meutya adalah perwakilan dari banyak suara perempuan yang menjadi pejuang garis dua. Di film ini, Meutya seperti menjadi perwakilan suara-suara yang selama ini jarang dibicarakan. Bagaimana perjuangan para perempuan dan pasangannya yang ingin memiliki momongan,” ujar Marsha Timothy.

“Perjuangan menantikan buah hati bukan beban satu orang. Film ini membuka ruang diskusi tentang pentingnya peran suami dalam perjuangan memiliki anak bukan hanya tanggung jawab istri,” tambah Darius Sinathrya.

Selain Marsha dan Darius, film Lyora: Penantian Buah Hati juga dibintangi oleh Widyawati, Aimee Saras, Olga Lydia, Hannah Al Rashid, Ariyo Wahab, dan Ivanka Suwandi. Skenario film ini ditulis oleh Titien Wattimena & Priska Amalia. Januar R. Kusuma dan Andi Boediman duduk sebagai produser eksekutif.

“Lewat Lyora, kami percaya bahwa film bisa membuka ruang percakapan yang selama ini dianggap terlalu pribadi. Dari percakapan itu, muncul keberanian untuk saling mendengarkan tanpa menghakimi,” tutup Januar R. Kusuma.

Ikuti informasi terbaru tentang film drama “Lyora: Penantian Buah Hati” melalui akun Instagram resmi @paragonpictures.id. Film Lyora: Penantian Buah Hati tayang di bioskop Indonesia mulai 7 Agustus 2025.

Continue Reading

iMovies

Film “Labinak : Mereka Ada Disini bakal tayang 21 Agustus

Published

on

iMusic.id – Anami Films mempersembahkan film horor terbaru dengan genre yang tak biasa, berjudul “Labinak : Mereka Ada Disini”. Disutradarai oleh Azhar Kinoi Lubis, film ini dibintangi oleh Raihaanun, Arifin Putra, Giulio Parengkuan, Nayla D. Purnama, Chantiq Schagerl, Jenny Zhang, Aimee Saras, dan Ivanka Suwandi.

Menjelang tayang pada 21 Agustus 2025 di bioskop, “Labinak : Mereka Ada Disini” merilis official trailer dan poster yang menampilkan teror psikologis tentang kanibalisme. Terinspirasi dari urban legend tentang praktik kanibalisme yang dilakukan oleh kalangan elite untuk mempertahankan usia panjang, “Labinak : Mereka Ada Disini” tak hanya memberikan teror rasa takut. Film ini juga membawa kengerian tentang ketimpangan sosial ekonomi yang memperlihatkan betapa menyeramkannya manusia.

Dalam official trailer yang dirilis, “Labinak : Mereka Ada Disini” memperlihatkan perjuangan kasih seorang Ibu bernama Najwa (Raihaanun) yang berusaha melindungi anaknya, Yanti (Nayla Purnama) dari ritual kanibalisme kuno sekte Bhairawa. Film horor “Labinak : Mereka Ada Disini” mengisahkan Najwa, seorang guru honorer yang hidup secara kekurangan dan menjadi penyintas kekerasan seksual. Najwa pergi ke Jakarta demi masa depan lebih baik, tapi justru ia kembali menjadi korban sebuah ritual kanibalisme dari keluarga sekte Bhairawa. Putrinya, Lisa, yang ternyata merupakan anak dari seorang kanibal, mewarisi kehidupan mewah, namun harus dibayar dengan harga moral yang sangat mahal.

Diproduseri oleh Prakash Chugani, Deepak Chugani, Dilip Chugani dan Sanjeev Bhalla, film horor “Labinak : Mereka Ada Disini” ingin mengajak penonton untuk merenungkan tentang realitas sosial yang lebih besar, dengan kemasan genre horor yang tak biasa.

“Film horor “Labinak : Mereka Ada Disini” ingin menyampaikan cerita yang menyeramkan namun sekaligus penuh makna. Menggabungkan folklor, ketidakadilan dalam kehidupan yang nyata, dan kritik sosial lewat genre horor dengan kemasan baru, untuk menggugah pikiran penonton,” kata produser Dilip Chugani.

“Film ini membawa kritik sosial melalui karakter Najwa serta keluarga Bhairawa. Bagaimana ketidaksetaraan ekonomi menciptakan kebrutalan yang membawa mereka yang tidak memiliki pilihan pada situasi yang ditumbalkan. Secara simbolis, horor di film ini adalah situasi yang terjadi pada sosial ekonomi kita saat ini,” tambah produser Sanjeev Bhalla.

Sementara itu, sutradara Azhar Kinoi Lubis menerangkan, film horor ini memberinya pendekatan baru dalam mengeksekusi konsep genre horor Indonesia. Dengan tema yang baru dan menyegarkan, diharapkan film ini akan memberikan eksplorasi baru dalam perfilman Indonesia.

Continue Reading