Connect with us

iMusic

Dinda Ghania Rilis “Unfinished”, Lagu Patah Hati Dibungkus Secara Happy

Published

on

iMusic.idDinda Ghania atau kerap disapa Dinda penyanyi muda pendatang baru Indonesia ini kembali hadir blantika musik tanah air denga karya terbarunya.

Tahun ini usia Dinda Ghania genap 15 tahun, namun mempunyai karakter suara yang unik dan khas.Bakatnya ini menarik perhatian para musisi dan selebritis Tanah Air, seperti Melly Goeslaw sebagai musisi yang menggaet Dinda di awal kariernya bernyanyi, dilanjutkan Andmesh Kamaleng, dan Andra Ramadhan.

Lalu di lagu terakhir rilisannya, Dinda Ghania berduet dengan komposer ternama, Aan Story dengan judul “Pelan-pelan Melupakan” yang berhasil Trending 5 di Youtube Music dan telah didengar di platform Spotify oleh sebanyak 825.303 listeners.

Kali ini, Dinda Ghania merilis lagu ciptaan sendiri dengan genre musik yang baru dan sangat berbeda dari lagu Dinda yang sebelumnya. Di project ini, Dinda ingin menumpahkan idealisme di karyanya dalam dunia musik.

Di karya terbarunya inilah, Dinda Ghaina akan menunjukkan sisi multi- talentanya dengan merilis single terbarunya yang berjudul “Unfinished”. Karya ini merupakan sebuah lagu ciptaan Dinda sendiri yang menceritakan tentang perasaan seseorang yang merenungkan masa lalunya yang belum selesai. Hal ini memunculkan dilema di hati, tentang rasa ingin kembali seperti dulu, atau baiknya tetap di situasi asing seperti sekarang.

Perasaan ragu ini juga melahirkan pertanyaan, apakah ini akhir yang buruk, ataukah awal yang baik?

Lagu ini mewakili kisah cinta yang dialami oleh banyak orang yang susah move on dan masih
memikirkan masa lalunya.

Lagu “Unfinished” adalah sebuah lagu ciptaan pertama Dinda yang sepenuhnya
menggunakan lirik berbahasa Inggris. Di lirik lagu ini, tersirat juga bakat Dinda dalam hal
menulis lirik yang indah, dan penuh makna. Kemampuan word-play Dinda di dalam lirik lagu
“Unfinished” menonjolkan kehebatannya dalam memilih diksi yang sederhana, namun mengena.

Dalam lagu “Unfinished”, Dinda Ghania juga terlibat sebagai produser sedari awal proses workshop lagu, serta turun tangan dalam pembuatan aransemen musik.

Bahkan, saat proses pembuatan Music Video pun, Dinda memberikan banyak ide-ide untuk konsep kreatifnya.

Dalam proses pengerjaan musik dan aransemen lagu “Unfinished”, ada juga sentuhan dari Haris Pranowo, salah satu keyboardis dan arranger yang sudah besar namanya di industri musik Indonesia. Haris pun masih aktif berkarya bersama Raisa, Yovie Widianto, Afgan, dan
masih banyak musisi lainnya.

Dalam lagu “Unfinished”, Haris Pranowo memberikan sentuhan musik yang Dinda inginkan seperti upbeat dan R&B yang berpadu secara harmonis mengiringi suara Dinda Ghania.

Hal ini semakin menambah kuat isi lirik dan cerita di dalam lagu “Unfinished”. Perpaduan suara Dinda serta aransemen musik di lagu “Unfinished”, seolah membuat setiap liriknya terasa mudah masuk ke dalam hati pendengar.

Lirik melankolis, berpadu dengan musik upbeat, memberikan mood yang unik di lagu ini.
Saat teaser pertamanya keluar di media sosial
TikTok, ada penggalan lirik:
“And even if we try, will we stay this time? We left too much unsaid, tears were shed for so long.”
Yang membuat banyak orang yang merasa relate dengan isu serupa menjadi terpancing untuk menuangkan perasaannya di kolom komentar.

“Aduh liriknya aku banget, susah banget buat ngelupain masa lalu.” ujar akun Vitaaaa07
“Vibes-nya dapet banget buat galauu,” ujar akun sadboyyz17

Seperti yang ingin Dinda Ghania sampaikan, “Unfinished” siap menjadi teman masa sedih
saat sedang susah melupakan masa lalu, sekaligus menjadi teman berproses move on hingga akhirnya bisa menemukan kebahagiaan dan memulai hidup yang baru.

Lewat lagu ini, Dinda mengajak pendengar setianya untuk bersama -sama menikmati hidup setelah berpisah.

Kita diyakinkan bahwa masih bisa menemukan kebahagiaan yang baru, meskipun kisah percintaan telah berlalu.

Video klip “Unfinished” berisi kumpulan footage video dari Dinda yang mencoba menikmati hidup setelah berpisah dengan mantannya.

Di video ini, Dinda menunjukkan bahwa dia bisa terlihat bahagia, dan menemukan keseruan hidup bersama teman-temannya, meski sudah tak bisa lagi bersama mantannya.

Secara konsep visual, kita akan buat seakan-akan sedang menikmati kumpulan Instagram story highlight dari Dinda, yang berisi berbagai keseruan hari-hari Dinda saat mencoba move on setelah putus. Bisa dibilang video klip ini sangat unik, karena menggunakan frame portrait di sepanjang klipnya. Hal ini memudahkan penonton untuk menikmati video klip “Unfinished” di gawai genggam mereka.

Video klip lagu “Unfinished” diproduseri langsung oleh Dinda Ghania dari awal hingga akhir proses. Dinda benar-benar serius dan tetap terlibat sejak proses konsep kreatif hingga proses shooting serta editing.
Video klip “Unfinished” sudah bisa disaksikan di Youtube Channel Dinda Ghania. (EH).

iMusic

Band Bandung, Rutinitas Pagi remake lagu hits T-Five bertajuk “Kau”

Published

on

iMusic.id – Band ‘Rutinitas Pagi’ resmi meremaster lagu legendaris “Kau”, karya Yerri Meiryan yang dipopulerkan oleh T-Five. Dalam versi terbarunya, ‘Rutinitas Pagi’ menghadirkan warna musik yang lebih chill, dan fresh, tanpa menghilangkan nuansa romantis yang menjadi ciri khas lagu tersebut.  

Proses re-master dan re-interpretasi ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian. ‘Rutinitas Pagi’ ingin menjaga kehangatan dan kesederhanaan notasi asli, namun memberikan sentuhan baru melalui produksi yang lebih halus, harmoni minimalis, serta groove santai yang menjadi identitas musik mereka.

“Kami tumbuh bersama lagu-lagu T-Five, dan ‘Kau’ adalah salah satu lagu yang paling membekas. Lewat versi ini, kami ingin memberi penghormatan dan juga memperkenalkan lagu ini kepada generasi baru,” ujar ‘Rutinitas Pagi’ dalam pernyataan resmi.

Aransemen terbaru dari ‘Rutinitas Pagi’ ini memperkuat sisi emosional lagu dengan penggunaan gitar clean bernuansa smooth, synth pad lembut, serta beat yang laid-back. Semua elemen tersebut berpadu menciptakan suasana yang lebih intim, cocok untuk menemani aktifitas para pendengarnya.

Versi remaster “Kau” dari ‘Rutinitas Pagi’ sudah tersedia di seluruh platform musik digital mulai minggu ini.

Tentang Rutinitas Pagi

Rutinitas Pagi adalah band pop modern yang dikenal dengan karakter musik ringan, hangat, dan mudah dinikmati. Mereka menggabungkan unsur pop, R&B, yang menjadi identitas khas dalam setiap rilisan mereka sehingga terdengar easy listening dan relate untuk para pendengarnya.

Continue Reading

iMusic

Tiara Andini eksplorasi berbagai lokasi di Singapura untuk video musik “Cinta Seperti Aku”

Published

on

iMusic.id – Setelah merilis albumstudio kedua yang bertajuk “Edelweiss” pada 17 Oktober 2025 lalu, Tiara Andini perkenalkan video musik single “Cinta Seperti Aku” yang merupakansalah satu single dari delapan lagu yang berada di track list album “Edelweiss” tersebut.

Video musik “Cinta Seperti Aku” menampilkan kedalaman emosi dan kedewasaan Tiara Andini dengan latar keindahan lanskap Singapura yang beragam. Lagu ini juga mendapat apresiasi atas liriknya yang menyentuh dan jujur, dipadukan dengan tempo yang santai serta penyampaian yang ekspresif. Sekali lagi, Tiara berhasil mencuri hati para pendengar lewat suara khasnya.

Dalam video musik terbarunya ini Tiara Andini berkolaborasi dengan Singapore Tourism Board yang memvisualisasikan perjalanan Tiara Andini melalui fase patah hati, refleksi, hingga ‘kelahiran kembali’ lewat lanskap ikonik Singapura sebagai cerminan tahapan emosi dalam cinta dan penyembuhan. Melalui kerja sama ini, diharapkan dapat menginspirasi audiens di Indonesia untuk menemukan momen inspiratif mereka sendiri di berbagai sudut Singapura yang berkesan.

Mohamed Hafez Marican, Area Director Singapore Tourism Board Indonesia, mengatakan:
“Kami senang dapat berkolaborasi dengan Tiara Andini untuk menampilkan Singapura melalui video musiknya. Beragam Lokasi mulai dari area tepi perairan hingga atraksi alam menunjukkan tata kota Singapura yang ringkas, di mana beragam pengalaman dapat dijangkau dengan mudah. Lokasi-lokasi ini menggambarkan bagaimana setiap momen di Singapura selalu dekat dan mudah diakses, sehingga pengunjung dapat menciptakan kenangan bermakna dengan effortless.”

Video musik ini mengambil latar di berbagai lokasi di Singapura, termasuk Marina Barrage, Punggol Waterway, Bird Paradise di Mandai Wildlife Reserve, dan Sentosa Sensoryscape. Setiap lokasi menghadirkan karakter yang berbeda mulai dari pemandangan cakrawala terbuka, ruang hijau yang asri, hingga habitat alami yang kaya menciptakan suasana tenang dan imersif yang memperkuat narasi emosional dan reflektif. Dalam potongan behind-the-scenes, Tiara Andini juga membagikan cerita tentang pengalamannya yang singkat namun berkesan selama berada di Singapura, termasuk momen di SkyHelix Sentosa, Asian Civilisations Museum, serta lokasi-lokasi syuting lainnya.

Tiara turut membagikan antusiasmenya saat melakukan syuting di Singapura dan menemukan sisi-sisi baru Singapura yang belum pernah ia lihat sebelumnya,

“Aku senang banget bisa syuting di sini dan aku baru tahu ternyata di Singapura bisa lihat flamingo dari jarak dekat! Beneran dekat. Seru banget,” ujar Tiara.

Sejak perilisan album terbarunya Edelweiss, “Cinta Seperti Aku menjadi salah satu lagu favorit penggemar berkat nuansanya yang easy listening, melodi yang catchy, serta lirik yang relatable. Lagu ini menggambarkan perasaan seseorang yang terluka dan menyampaikan satu permohonan terakhir agar pasangannya mau berubah.

Untuk semakin mendekatkan diri dengan para penggemar setianya di Indonesia, Tiara Andini juga membagikan hadiah pilihan pribadi dari lokasi-lokasi berkesan di Singapura. Para penggemar dapat ikut serta untuk berkesempatan memenangkan item spesial tersebut, yang masing-masing dipilih langsung oleh Tiara Andini dan ditampilkan dalam video behind-the-scenes miliknya.

Continue Reading

iMusic

Perjalanan panjang Edi Kemput di industri musik Indonesia

Published

on

iMusic.id – Di tengah industri musik yang kerap terjebak pada romantisme panggung dan glorifikasi popularitas, Gitaris rock papan atas Indonesia Triwitarto Edi Purnomo atau Edi Kemput hadir sebagai figur yang melampaui batas estetika bunyi.

Edi Kemput yang adalah juga gitaris dari Grassrock ini memaknai musik bukan sekadar ekspresi seni, tetapi sebagai wadah kepedulian, ruang refleksi, dan tanggung jawab moral seorang seniman terhadap sesama dan negaranya.

Lahir di Samarinda, 10 April 1966, Edi Kemput tumbuh bersama denyut perubahan musik Indonesia sejak awal 1980-an. Perjalanan musikalnya dimulai sejak SMP kelas 2, ketika musik masih ia dekati secara polos dan jujur.

“Lagu pertama yang saya mainkan itu lagu anak-anak ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’,” kenang Edi Kemput sambil tersenyum saat di wawancarai wartawan (27/12/2025).

Dari situ, jari-jarinya mulai akrab dengan Akor, hingga suatu hari memainkan lagu ciptaan Rinto Harahap yang dipopulerkan Hetty Koes Endang, fase awal yang perlahan menuntunnya ke dunia musik yang lebih kompleks.

Memasuki SMA Negeri 2 Surabaya, Edi mulai bersentuhan dengan musik instrumen yang kala itu menjadi tren di kalangan pelajar musik.

Sosok Bujana dan band Squirrel menjadi referensi kuat. Bersama rekan-rekannya, ia memainkan karya-karya Indra Lesmana, Alfonso Mouzon, hingga Casiopea.

“Kalau dibilang jazz terlalu luas. Kami menyebutnya lagu-lagu instrumen,” ujar Edi Kemput.

Selepas SMA, Edi sempat menempuh pendidikan di Universitas Dr. Soetomo (Unitomo), Surabaya, jurusan Ilmu Komunikasi (Jurnalistik).

Namun dunia kampus tak mampu menahan lajunya di musik. Ia tidak menyelesaikan studi—karena pada saat yang sama, pintu industri musik mulai terbuka.

Titik balik datang pada 1984, saat Edi bergabung dengan Grass Rock, band yang kemudian menjelma menjadi salah satu ikon rock Indonesia.

Nama “Grass Rock” menyimpan filosofi tersendiri: grass dimaknai sebagai sesuatu yang tumbuh di mana saja—harapan agar musik mereka dapat diterima lintas lapisan sosial.

Mereka mencatat prestasi penting di Festival Log Zelebour, Festival KMSS Jakarta, hingga akhirnya meraih Juara 1 Log Zelebour 1986.

Prestasi individual pun mengiringi :

Edi Kemput – The Best Guitarist (1985 dan 1987)

Rere – The Best Drummer (beberapa tahun berturut-turut)

Mandau – The Best Keyboardist

Puncaknya, Grass Rock dipercaya menjadi band pembuka tur God Bless di 10 kota Indonesia, sebuah legitimasi tak tertulis bahwa mereka telah masuk jajaran elite rock nasional.

Grass Rock merilis lima album dan dua single. Album debut mereka “Peterson (Anak Rembulan)” diproduksi oleh Ian Antono di bawah label Atlantic Records.

Lagu-lagu ciptaan Edi Kemput seperti “Peterson (Anak Rembulan)”, Prasangka”, dan “Bersamamu” menjadi penanda identitas musikal band : melodis, progresif, dan sarat emosi.

Lagu “Bersamamu” diciptakan bersama almarhum Dayan Zmach, sementara “Peterson” menjelma menjadi lagu lintas generasi yang berkali-kali dire-master.

Pada masanya, Grass Rock berdiri sejajar dengan nama-nama besar seperti God Bless, SAS, Makara, Elpamas, dan AKA.

Ia dikenal sebagai gitaris yang diperhitungkan dan kerap menjadi additional player lintas genre, terlibat dalam berbagai proyek besar bersama: Erwin Gutawa Orchestra, Aminoto Kosim Orchestra, Adi MS – Twilite Orchestra, Andi Rianto – Magenta Orchestra, Chrisye, Krisdayanti, Titik DJ, Ruth Sahanaya, Ari Lasso, hingga Iwan Fals & Iwang Noorsaid Band.

Kolaborasinya bersama Iwan Fals dalam album “Orang Gila” menunjukkan fleksibilitas musikal Edi dari rock keras hingga pop progresif kontemporer.

“Yang paling mempengaruhi saya itu Erwin Gutawa. Dia membuka cara pandang bermusik yang lebih luas,” tuturnya.

Namun hidup Edi Kemput tidak berhenti pada panggung dan tepuk tangan. Di balik citra rocker yang kerap dilekatkan pada alkohol, narkoba, dan gaya hidup hedonis ia mengalami titik jenuh. Tahun 2003 menjadi momentum perubahan.

“Capek.. Jiwa capek,” katanya singkat.

Latar keluarga religious ibunya yang aktif dalam kegiatan Nahdlatul Ulama menjadi jangkar yang menahannya dari kehancuran total.

Pernikahan dan kehadiran keluarga menjadi cermin. Perlahan, Edi meninggalkan dunia gelap. Ia berhijrah.

Transformasi itu tidak berhenti pada diri sendiri. Edi kini aktif berbagi ke lapas, komunitas punk, dan kelompok masyarakat yang termarjinalkan. Ia tidak menggurui. Ia berbagi pengalaman hidup.

“Bukan tausiah, tapi sharing,” ujarnya merendah.

Ia terlibat dalam berbagai kegiatan sosial-keagamaan, termasuk “Hijrah Fest Palu 2018”, serta kajian musisi hijrah di berbagai masjid.

Baginya, musik dan iman tidak harus saling meniadakan. Musik, Kepedulian, dan Keikhlasan untuk Sesama

Dalam berbagai momentum solidaritas—termasuk kepedulian untuk saudara-saudara di Sumatera yang tertimpa musibah Edi menegaskan bahwa musik seharusnya hadir sebagai jembatan empati, bukan sekadar seremoni.

“Yang paling penting bukan seberapa besar nilainya, tapi seberapa ikhlas kita berbagi. Di mata Allah, keikhlasan jauh lebih berharga daripada angka,” ujarnya.

Baginya, musik yang dipersembahkan dengan niat tulus untuk meringankan beban sesama adalah bentuk ibadah sosial. Ia menolak menjadikan penderitaan orang lain sebagai alat pencitraan atau kepentingan kelompok.

Edi Kemput juga menyampaikan kritik terbuka kepada pemerintah sebagai pengelola negara. Menurutnya, bencana yang berulang tidak selalu murni kehendak alam, tetapi sering kali lahir dari ketidakjujuran, kelalaian, dan pengelolaan yang tidak amanah.

“Pemimpin harus jujur dan amanah. Kalau tidak, yang selalu menjadi korban adalah rakyat,” tegasnya. Jabatan, bagi Edi, adalah titipan yang kelak harus dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Tuhan.

Kini, di usia hampir 60 tahun, Edi Kemput masih memainkan gitar. Namun distorsi itu kini berpadu dengan kesadaran, empati, dan tanggung jawab sosial.

Di tengah negeri yang terus diuji oleh bencana dan krisis kepercayaan, suara Edi Kemput menjadi pengingat bahwa musik, iman, dan keberpihakan pada kemanusiaan seharusnya berjalan seir ingbukan sebagai topeng, melainkan sebagai komitmen hidup.

“Sebagai musisi atau seniman sebaiknya kita jangan hanya berteriak pada kepentingan golongan atau komunitas saja. Memiliki empati juga harusnya luas karena kita punya hati nurani sebagai manusia untuk berbagi pada segala hal, ” tutup Edi Kemput.

Penulis : Beng Aryanto

Continue Reading