iMusic – Dari unit pop yang di awal karirnya, bagi beberapa orang,
“seronok”, Atlesta perlahan bergerak
menjauh dari hingar bingar party, champagne, dan cinta satu purnama.
Memang, menjadi soloist adalah tentang
melagukan perjalanan hidup dirinya sendiri: Perkara cinta, keterasingan,
pengharapan, serta ragam-ragamnya. Termasuk kali ini…
sebuah kehilangan.
Di tengah
kebisingan dan pro kontra akan kelaziman baru, Atlesta merilis sebuah lagu baru
bertajuk “Essential Love”. Racikan terbaru
dari soloist asal Malang ini dilepas bersama
dengan sebuah Music Video (MV) yang sudah
bisa disaksikan di kanal YouTube resmi Atlesta dan
juga didengarkan di berbagai gerai digital mulai tanggal 26
Juni 2020.
Tidak banyak
yang bisa diceritakan Fifan Christa, nama di balik
proyek ini, mengenai lagu ini. Bukan karena si Cinta Essensial ini tidak
menarik atau nirmakna—justru sebaliknya. Kompleksitas arti dan hal-hal yang
dituangkan di dalamnya membuat dirinya, sang penulis lagu sendiri, kebingungan
menceritakannya kepada kita semua, para pendengar.
Tetapi ia
berusaha sangat keras menjelaskan lagu ini dalam bahasa manusia. Dan barangkali
memang selalu diperlukan. Setidak-tidaknya, guna menjaga kesinambungan dirinya
sebagai pengarang dan orang-orang yang mendengarkannya untuk terus hidup.
“Lagu
ini adalah tentang bagaimana berdamai dengan kehilangan. Tentang hubungan yang
terlihat sempurna, everyone cheers at you, & kalian kayak
jadi pasangan paling ‘ideal’ di mata semua
orang, terang virgoan berusia 29 tahun ini, “Tapi sebenarnya, kalian somehow tahu
kalau ada ‘retak’ dalam semua ini. Ada insecurity & ketakutan
bahwa hubungan gak akan berakhir dengan baik. Terutama karena hal-hal yang
tidak bisa kalian kendalikan.”
“It’s not
that kalian gak saling mencintai satu sama lain. You did and still do, tapi
hanya terlalu takut buat mencoba,” lanjutnya. Dalam bahasa yang paling
sederhana, “Essential Love” adalah tentang mengatakan, “’I do love you, but
we’re just not meant to be together in this lifetime.”
Pemaknaan
lagu ini akhirnya juga ia tuangkan dalam sebuah MV yang disutradarai oleh Dimas
Prasetya dan diproduksi oleh GOODVIBES. Alih-alih
mengambil perspektif Fifan sebagai seorang laki-laki, MV ini mempunyai titik
tolak dari sudut pandang sang wanita. Terutama, melakukan eksposisi keadaan
dirinya yang begitu desperate dalam memaknai
segala kehilangannya.
“Aku ingin nge-highlight
pendekatan
mereka tentang sebuah perpisahan. Coping mechanism mereka menghadapi
itu,” tutur Dimas Prasetya sebagai sutradara, “Si wanita berusaha mengingkari
realita dan mencari segala cara untuk kembali. Sedangkan si lelaki lebih
berpikir it would be much better if he leaves. Tapi kemudian mereka berakhir
pada satu jurang yang sama. Satu jurang di mana gak ada kata ‘kembali’,
meskipun jauh di dalam hati masing-masing, mereka saling mencintai lebih
daripada yang mereka kira.”
Seperti
kebanyakan karyanya, lagu ini ditulis dan diproduksi sendiri oleh Fifan. Proses
rekaman semua instrumen berlangsung di kamarnya dan juga Monev
Studio (untuk backing vocal). Setelah take instrumen dan vokal selesai, lagu
inipun di-mixing oleh Wendi Arintyo dan di-mastering
oleh Dimas Martoekusumo dari ALS
Studio, Jakarta.
Satu hal
lagi yang patut disimak, bahwasannya lagu ini sebenarnya telah ada sejak empat
tahun yang lalu. Sebagai seseorang yang perfeksionis, ia memang cukup sering
mengalami writer’s block, baik dalam
penulisan lirik, notasi lagu, hingga menentukan aransemen. Kabar apiknya, ia
sangat baik dalam hal mendokumentasikan rancangan-rancangannya tersebut.
“Ya, ‘Essential
Love’ ini unik karena tercipta pada tahun 2016 dan berakhir mangkrak di folder
harddisk-ku karena aku merasa belum klik dengannya waktu itu. Empat tahun
berselang, aku akhirnya membuka draft lagu ini dan mengerjakannya kembali,”
terang Fifan, “Seiring waktu, aku malah menemukan arti yang benar-benar baru
tentang lagu ini. Segala dinamika hidupku akhir-akhir ini, kondisi sekitar yang
masih tak menentu, hingga tendensi self-blaming-ku sendiri ikut
membentuk pemaknaan tersebut. And in turn, lagu ini malah sangat relate dengan
keadaanku sekarang.”
To put it simply, this song is prophetic!,” tutup pria yang telah menelurkan tiga studio album dan satu instrumental album ini. (FE)
iMusic.id – Sulit rasanya menutup mata dari lagu ini. Ada kejujuran yang berdesir pelan di balik nada riang “Kura-Kura”, kolaborasi antara Stand Here Alone (SHA) dan Tresno, sang vokalis legendaris Tipe-X. Lagu ini bukan sekadar kisah patah hati yang dibungkus jenaka, tapi semacam pengakuan halus bahwa cinta memang kerap berakhir dengan cara yang tidak gagah-gagah amat. Kadang lucu, getir, bahkan absurd. Seperti kisah pria yang ditinggal kekasihnya demi seseorang yang, entah kenapa, “berwajah seperti kura-kura.”
Namun justru di situlah letak keindahannya. “Kura-Kura” adalah cara Stand Here Alone dan Tresno mengubah duka jadi tawa, mengubah kecewa jadi bahan bakar untuk bernyanyi lebih kencang. Mereka seperti ingin bilang: jangan gentar meskipun ditikung reptil, sebab bahkan orang dengan paras hewan melata pun kadang bisa mengajari kita cara menerima nasib dengan elegan, patah hati tidak lagi tentang meneteskan air mata, tapi menghasilkan nada-nada yang membuat dada sesak dan bibir tersenyum di waktu yang sama.
Lagu kolaborasi Stand Here Alone dengan Tresno ini, dengan segala kesederhanaannya, mengingatkan bahwa kita tak berhak untuk dibuat sedih. Dunia sudah terlalu riuh untuk ditambahi keluh kesah yang tidak perlu. “Kura-Kura” hadir seperti kawan lama yang menepuk bahu, berkata pelan: sudahlah, tidak semua janji harus ditepati, tidak semua cinta harus berakhir bahagia, dan tidak semua luka harus disembuhkan, beberapa cukup ditertawakan.
Melalui proyek Album Nusantara, Stand Here Alone menunjukkan bahwa punk dan ska tak melulu soal pemberontakan, tapi juga tentang kelapangan hati. “Kura-Kura” menjadi semacam pernyataan lembut bahwa kehilangan bisa seindah pertemuan, bahwa humor adalah selimut terbaik bagi hati yang pernah robek, dan bahwa hidup, betapapun kejamnya, masih pantas ditertawakan, terutama ketika cinta pergi bersama seseorang yang bahkan kura-kura pun mungkin enggan bercermin padanya.
Single “Kura-Kura” sudah tersedia di seluruh platform digital dan video musiknya dapat disaksikan di kanal YouTube resmi Stand Here Alone.
iMusic.id – Setelah merilis single perdana berjudul “Ku Rindu” ciptaan Andri Ikola, penyanyi sekaligus penulis lagu Sundari Gasong kini memperkenalkan karya terbarunya bertajuk “Sedih” sebagai single kedua. Berbeda dari karya sebelumnya, lagu ini merupakan ciptaan Sundari sendiri.
“Penggarapan single kedua ini tidak jauh berbeda dengan proses single pertama. Aku tetap mempercayakan Debios Ikola sebagai Music Director dan Sis Akbar untuk proses mixing dan mastering. Aku juga tetap berdiskusi dengan kakak kandungku, Andri Ikola, hingga lagu “Sedih” siap dirilis,” ujar Sundari Gasong.
Lagu “Sedih” pertama kali ditulis Sundari Gasong pada tahun 2009. Lagu ini mengangkat kisah tentang kesedihan seorang jomblo yang memendam perasaan cinta tanpa keberanian untuk mengungkapkan.
“Lagu ini sebenarnya dibuat untuk adik kelas aku, Mega F. Yohana, alumni SMAN 1 Boedoet Jakarta angkatan 2008. Terinspirasi dari seorang laki-laki yang dulu menjadi pemujanya,” tutur Sundari Gasong.
Dalam single ini, Sundari sengaja menghadirkan konsep musik yang sederhana, agar pendengar dapat lebih merasakan emosi sedih yang menjadi inti cerita lagu tersebut.
Single “Sedih” resmi dirilis pada 12 Desember 2025 di seluruh digital music platform. Sementara video musiknya akan menyusul dan direncanakan tayang di kanal YouTube resmi Sundari Gasong setelah proses produksi rampung.
Sundari juga menyampaikan pesan khusus kepada pendengar:
“Buat para jomblo, cobain deh dengerin lagu ini pas lagi sedih. Insya Allah sedihnya dapet.”
iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).
Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.
“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.
Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an. “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.
Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.
“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.
“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.
Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?