iMusic
– Dee Lestari, nama yang sudah tak lagi asing bagi para penikmat
literatur, film, maupun musik Tanah Air. Sejak era ‘90an awal,
Dee Lestari telah berkarier di dunia musik dengan tergabung dalam grup trio Rida,
Sita, Dewi. Di tahun 2000-an, Dee Lestari meluncurkan beberapa novel
ciptaannya seperti “Supernova”, “FilosofiKopi”, “Rectoverso”,
dan masih banyak lagi.
Terbaru
dari Dee Lestari, ia merilis buku berupa cerita bersambung atau cerbung
berjudul “Rapijali” yang ditulisnya 27 tahun lalu. Hadir dalam tiga buku
bertemakan musik—buku pertama terbit Maret 2021, buku ke-2 Mei 2021, dan ke-3
Desember 2021—, Dee Lestari juga mempersembahkan Book Soundtrack agar
pembaca dapat menikmati lagu-lagu dalam cerita “Rapijali” secara nyata.
Ada
lima lagu dengan penyanyi yang berbeda-beda dalam Book Soundtrack “Rapijali”.
Lagu yang rilis pertama adalah “Kinari (Yuda Alexander Version)”,
dibawakan oleh penyanyi senior Iwan Fals.
“Yuda
Alexander adalah salah satu karakter di buku “Rapijali”. Saya terinspirasi dari
sosok pilot bule namun fasih berbahasa Sunda yang dulu tidak sengaja saya temui
di Bandar Udara Nusawiru, Cijulang, Pangandaran, Jawa
Barat. Dari situlah tercipta sosok Yuda Alexander, seorang rocker di Batu
Karas yang merupakan mantan anggota band. Dia adalah ayah dari Kinari dan kakek
dari Ping, putri Kinari,” jelas Dee Lestari.
Sosok
Iwan Fals pun muncul di benak Dee Lestari untuk ‘mengisi’ suara Yuda. Bahkan,
ia tak memikirkan sosok lain yang cocok selain pelantun “Bento”
tersebut.
Iwan
Fals sendiri terkesan dengan lagu “Kinari”.
Menurutnya yang juga membaca buku “Rapijali”, sosok Kinari membuatnya
penasaran hingga mencari tahu arti dari nama tersebut yang ternyata ‘manusia
setengah dewa’.
“Kinari
juga diceritakan sebagai seorang penjaga pohon, dan saya suka menanam pohon
sejak tahun ‘90an. Saya pun ditawari proyek “Kinari” ini dan merasa jodoh. Saat
mendengar demonya pertama kali, di kepala saya selalu ada cinta serta dialog
antara kakek dan cucu, juga cerita tentang penjaga pohon. Tentu, saya menerima
tawaran ini dan ingin menyanyikannya dengan tepat karena cerita di balik
lagunya sangat panjang. Dee Lestari juga banyak mengingatkan saya saat take
vocal, jadi saya semangat karena ada yang harus dicapai,” jelas Iwan Fals.
“Kami
sempat berdiskusi soal lagu “Kinari”, lagunya bercerita tentang apa, tentang
kesedihan-kah, atau harapan-kah, ada unsur spiritualnya atau tidak. Karena,
penting untuk menginterpretasikannya dengan tepat. Sebagai penulis lagu dan
pembuat cerita tentu senang ditanggapi serius oleh penyanyinya.
Saat
take vocal, saya nervous banget karena harus men-direct seorang Iwan Fals.
Tapi, saya sadar kalau seorang Iwan Fals punya karakteristik dan cara menyanyi
yang khas, dan saya tidak ingin mengganggu-gugat hal itu. Jadi, rekaman kali
ini sangat berkesan karena ada rasa deg-degan sekaligus terpukau karena
“Kinari” bisa hidup karena dibawakan oleh Iwan Fals,” terang Dee Lestari.
Saat
menulis “Kinari’, Dee Lestari menjadikan aransemen lagu “Dust in the Wind”
milik Kansas dan “Tears in Heaven” milik Eric Clapton
sebagai referensi. “Kinari” juga menghadirkan permainan akordeon dengan
alasan—selain tuntutan cerita— karena alat musik tersebut sangat atraktif di
panggung dan jarang ada yang memainkan.
“Lagu
“Kinari” ini penuh cinta. Bukan asmara, tapi hubungan seseorang yang
diselamatkan hidupnya oleh satu sosok. Bisa diinterpretasikan siapapun, tapi,
dalam kasus Kinari, dia diselamatkan oleh anaknya. Bayangkan orang yang merasa
hidupnya hancur, kelam, tak punya harapan, tiba-tiba ada titik cahaya yang memandunya
keluar dari kegelapan hingga akhirnya dia memperoleh hidup yang baru.
Ini
lagu yang bercerita tentang pengharapan dan kesempatan ke-2 untuk menjalani
hidup yang lebih punya makna. Terima kasih banyak untuk Iwan Fals karena sebuah
kehormatan untuk bekerja sama dengannya di lagu ini. Ini adalah mimpi yang
menjadi nyata,” tutup Dee Lestari.
“Book Soundtrack “Rapijali” ini melengkapi kenikmatan dalam membaca novelnya, terutama di adegan-adegan karakter-karakternya sedang berlagu. Ini adalah terobosan unik dari Dee Lestari sebagai penulis lagu dan buku,” tutur Salman Faridi, CEO Bentang Pustaka yang merupakan penerbit edisi cetak “Rapijali” dan buku-buku Dee Lestari lainnya. (FE)
iMusic.id – MD Pictures merilis Ost dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” Jumat (4/7/2025), perilisan OST yang dibarengi dengan peluncuran official poster film tersebut di gelar di MD Place, Jaksel yang juga merupakan headquarter dari MD Pictures. Acara ini di hadiri oleh Manoj Punjabi selaku Eksekutif Produser dan para cast film tersebut dari Marshanda, Ariel Tatum, Patricia Gouw, Reza Nangin, Elmandsipasi, hingga Asri Welas plus Andi Riyanto sebagai composer dan song writer.
Ost dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” ini adalah sebuah lagu sedih berjudul “Segalanya” yang diciptakan Andi Rianto bersama Ria Leimena dan dinyanyikan oleh Marshanda. Musik dan lirik yang Andi dan Ria hasilkan berhasil menangkap esensi emosional dari film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” itu sendiri.
“Walaupun Marshanda ini tidak aktif bernyanyi seperti sebelumnya, namun saya tahu bahwa Marshanda pasti akan all out di lagu ini dan saya yakin hasilnya pasti bagus”, terang Andi Riyanto ketika teman – teman media bertanya tentang proses rekaman suara Marshanda di lagu ini.
Sementara Marshanda sendiri mengaku bahagia bisa menjadi pengisi suara di lagu “Segalanya” ini, walaupun dia sudah lama tidak pernah melakukan lagi proses rekaman namun semangatnya tetap terjaga.
“Lagu ini catchy tapi sedih banget. It captured the whole feeling-nya Alina dan cerita filmnya. Aku ngerasa blessed banget bisa nyanyi lagu ini, apalagi setelah lama nggak rekaman,” ungkap Marshanda.
Lagu “Segalanya” ini menggambarkan perasaan mendalam sang tokoh utama, Alina (Marshanda), tentang cinta, pengkhianatan, dan kehancuran. Dengan melodi yang catchy tetapi penuh emosi, lagu ini menjadi cerminan perjalanan batin Alina dalam menghadapi pengorbanan dan kekecewaan.
“Lirik favorit aku adalah, “Hancurnya mimpi hidup, cinta, dan segalanya.” Bait tersebut merangkum kepedihan yang dialami tokoh utama dalam lagu ini”, tambah Marshanda.
Andi Riyanto sendiri mengaku terinspirasi dari saat dia menyaksikan adegan – adegan krusial di film “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka” tersebut,
“Lagu ini adalah segalanya, cinta, pengorbanan, dusta, ketidaktulusan, kesetiaan, dan pengingkaran, Semuanya ada di lagu ini,” ujar Andi Riyanto.
Lagu “Segalanya” memang berisikan curahan hati seorang istri yang menghadapi pengkhianatan oleh kekasih hatinya.
“Saya tuh paling susah untuk appreciate lagu, Lagu yang laku di platform dan enak didengar, belum tentu sesuai dengan layar lebar. Itu ada formulanya, dan pertama kali kerja sama untuk proyek besar ini, saya terima kasih Mas Andi Rianto sudah dapat formulany,” ungkap produser Manoj Punjabi.
“Lagu ini bukan hanya komunikatif, tapi juga bisa jadi soundtrack. Lagunya simple, menyentuh, dan dapat dramanya.” Tambah Manoj Punjabi lagi.
Sementara itu, Final poster “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka” menunjukkan kesinambungan dengan poster yang dirilis pada Februari silam. Pada poster pertama sebelumnya, hanya tampak pemandangan di bawah meja yang menampilkan adegan seorang wanita menggoda seorang pria dengan sebelah kakinya. Dalam poster final ini, adegan yang masih kabur dengan sosok-sosok yang masih misterius tadi diperlihatkan secara gamblang.
Sedangkan di final posternya diperlihatkan adegan penuh di meja makan dari poster pertama. Di tengah meja, duduk Alina (Marshanda) yang berjilbab dan mengenakan pakaian serba biru. Sedangkan putrinya, Rere (Rachel Mikhayla), tampak bergelayut di pundaknya. Mata kedua perempuan itu mengarah ke sosok pria yang duduk di sebelah kiri meja, Reza (Deva Mahenra). Namun, alih-alih membalas tatapan penuh harap dan raut wajah bahagia anak-istrinya, Reza justru menatap lekat wanita berjilbab lain yang duduk di seberangnya yaitu Asih (Ariel Tatum).
Wanita itu pun berbalas pandang dengan Reza diiringi senyuman licik sambil mengangkat segelas jus berwarna merah di tangan kanannya, dan menggendong bayi di tangan kirinya. Sementara itu, di bawah meja, sebelah kaki Asih terlihat mengelus kaki Reza yang agak maju ke depan menyambut kaki Asih.
“La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” diadaptasi dari kisah viral oleh Elizasifaa. Ini merupakan cerita kedua Eliza yang difilmkan oleh MD Pictures setelah” Ipar adalah Maut”. Seperti pendahulunya, “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” yang disutradarai Hanung Bramantyo ini menyoroti kehadiran orang ketiga dalam sebuah keluarga harmonis yang relijius. “La Tahzan : Cinta, Dosa, Luka…” akan mulai tayang di seluruh bioskop tanggal 14 Agustus 2025, sementara itu Lagu “Segalanya” akan tersedia di seluruh platform digital (DSP) serta YouTube mulai 8 Juli 2025.
iMusic.id – Band modern rock alternative bernuansa emo asal Kota Batik, Tears Don’t Lie, kembali menghadirkan karya emosional yang menyentuh hati. Kali ini, mereka merilis single ketiga bersama dengan musik video berjudul “Hancur” yang secara resmi dirilis pada 30 Juni 2025.
Dalam lagu ini, Tears Don’t Lie menggandeng Savira Razak, mantan vokalis Killing Me Inside, untuk ikut duet mengisi bagian vokal. Kehadiran Savira memberikan warna baru yang kuat, emosional, dan penuh luka, sangat cocok dengan nuansa gelap lagu ini.
“Hancur” bercerita tentang seseorang yang kehilangan cinta sejatinya, bukan karena perpisahan biasa, melainkan karena sang kekasih telah pergi untuk selamanya. Lagu ini membingkai kesedihan mendalam saat seseorang mencoba menerima kenyataan pahit bahwa orang yang dicintai tak akan pernah kembali. Dengan aransemen yang dramatis dan lirik yang menggugah, Tears Don’t Lieberhasil menyampaikan rasa duka dengan cara yang indah namun tetap emosional.
Formasi band Tears Don’t Lie saat ini terdiri dari: Oji (Vocals), Didi (Gitar), Ekky (Gitar + Vokal), Tegar (Bass), Tommy (Gitar), dan Yunan (Drum).
Tak hanya menghadirkan kolaborasi vokal, dalam produksi lagu ini Tears Don’t Lie juga bekerja sama dengan Ian Natha dari PolarityAudio sebagai Co-Producer, yang berhasil menambahkan elemen modern dan kedalaman emosional ke dalam komposisi lagu, menjadikannya salah satu karya paling matang dalam diskografi band ini sejauh ini.
Dengan paduan rock alternatif, sentuhan emo, serta produksi modern, “Hancur” diharapkan bisa menjadi soundtrack bagi mereka yang pernah kehilangan dan masih mencoba untuk bangkit.
“Hancur” is here, a new anthem born from pain, wrapped in distortion and honesty. Only from Tears Don’t Lie. Single dan Music Video “Hancur” sudah tersedia di berbagai platform streaming musik digital, seperti Spotify, Apple Music, dan YouTube Music, mulai tanggal 30 Juni 2025.
iMusic.id – Semakin dewasa, semakin banyak belajar bahwa apa yang dilakukan selama ini tidak selalu berhasil, proses ini pasti dilewati banyak orang. Assia Keva merilis sebuah lagu dari pengalaman pribadi tentang hubungan dengan sang ayah.
Lagu ini bikin kita merefleksikan diri dan memulai membuka lembaran baru bagi siapa pun yang pernah mengalami retaknya hubungan karena miskomunikasi, atau mungkin karena ego tak terkendali.
Lagu berjudul “Can We Be Friends Again ?”, ditulis dan diproduseri oleh Pamungkas, Musisi dan Pelantun To The Bone, Kenangan Manis, Monolog.
Ditulis sebagai surat permintaan maaf yang jujur ditujukan untuk ayah, “Can We Be Friends Again?” berbicara tentang keinginan memperbaiki sebuah hubungan entah itu hubungan cinta, pertemanan, atau keluarga yang sempat hancur karena ketidaksiapan emosional di masa lalu.
“Kadang kita butuh waktu lebih lama untuk mengerti, butuh versi baru dari diri sendiri untuk bisa menghargai apa yang dulu kita abaikan,” ungkap Assia.
Lewat lirik yang reflektif seperti sedang melakukan percakapan, Assia Keva menghadirkan kehangatan yang membalut luka. Lagu ini menjadi semacam pelukan emosional bagi siapa pun yang pernah kehilangan seseorang karena pilihan yang disesali namun diam-diam masih menyimpan harapan untuk memberi ruang kedua.
“Lagu ini bukan tentang kembali ke masa lalu,” lanjutnya, “tapi tentang belajar menjadi versi diri yang lebih baik dan mungkin, membuka kesempatan kedua.”
Dengan “Can We Be Friends Again ?”, Assia Keva sekali lagi menunjukkan kemampuannya merangkum emosi kompleks dalam karya yang sederhana, jujur. (FE)