iMusic.id – Dalam kurun waktu 10 tahun, dari 2012 sampai 2023, Dream Theater terbilang sudah lima kali melakukan konser di Indonesia. Bahkan belum genap setahun John Myung dan kawan-kawan masih berhasil memuaskan telinga metalhead di Indonesia tepatnya 10 Agustus 2022 di Stadion Manahan Solo dalam tajuk konser yang berjudul “Top of The World Tour” sebagai rangkain tour pembuka di wilayah Asia. Dan kali ini, konser Dream Theater yang digelar di Eco Park Ancol Jakarta (jumat, 12/05/23) di dapuk menjadi konser penutup dengan judul konser yang sama “Top of The World Tour“.
Sejak siang hari sudah terlihat beberapa orang yang berkostum hitam-hitam merapat di area parkir Eco Park Ancol untuk membeli atau menukarkan tiket online yang mereka sudah beli sebelumnya di stand tiket box. Tidak luput juga para calo tiket yang selalu hadir menghiasi setiap konser Internasional bertebaran di sekeliling area konser. Yang uniknya harga tiket yang ditawarkan para calo ini bisa terbilang cukup murah dari harga tiket presale ataupun on the spot, dan ini mungkin sedikit mengecewakan bagi sebagian penonton yang sudah membeli tiket resmi dengan harga normal. Tepat pukul 18.00 pintu konserpun dibuka dan para penonton berbondong-bondong masuk ke area venue. Didalam area konser tersedia standart fasilitas konser yang terbilang cukup apik dan rapih, mulai dari stand-stand makanan, snack, softdrink, tidak lupa stand official merchandise, photo boots dan Toilet yang bejejer rapih. Sepertinya Rajawali Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi untuk memanjakan dan memfasilitasi para penonton yang datang dalam setiap konser yang diadakan mereka. Kurang lebih 5000an penonton hadir di dalam area konser, setidaknya demikian catatan yang dikatakan dari pihak RAJAWALI INDONESIA.
Tepat pukul 20.00 konserpun dimulai dengan opening audio music orkestrasi khas DT dan langsung menggeber lagu yang berada di Album “A View from the Top of the World – The Alien“, dilanjutkan dengan komposisi classic “Six O’clock” dan beberapa lagu di album terakhir mereka. Tidak lupa salah satu anthem Classic mereka yang menjadi pembeda dikonser mereka tahun ini dengan tahun sebelumnya “Pull me Under” membayar kerinduan fans-fans lama mereka yang juga ingin mendengarkan tembang lawas DT.
Performa musikalitas mereka dipanggung sudah tidak perlu diragukan lagi, John Petruci selalu perfect memainkan rif-rif dan lead guitarnya, John Myung dengan gaya khas coolnya tapi dengan jari jari yang bagaikan menari difret bassnya selalu membuat para fansnya tersenyum kagum, Jordan Rudes dengan arr piano/ket/synth yg njlimet tapi perfect, prof Mangini dengan odd time dan teknik independencenya, dan James Labrie dengan vocal tingginya. Tapi yang menjadi catatan bahwa mereka sudah tidak muda lagi, terutama di divisi Vocal, James sudah terlihat sangat kewalahan menjangkau range vocal tinggi yang mendominasi tiap lagu DT terutama di lagu tembang lawas yang sudah familiar dikuping fans, sering terdengar pitchy dan out of tune walaupun terlihat kadang James mencoba mengakali dengan menginprovisasi nada-nada yang di ambilnya.
Secara keseluruhan konser berjalan lancar dan sesuai jadwal. 12 setlist lagu digeber James Labrie dan pasukannya. Tidak lupa dengan ligthing dan visualisasi yang memang menjadi standart suguhan konser mereka. Dan jam 22.00, 2 jam persis konserpun berakhir. Dengan segala kurang lebihnya para penonton tetap terpuaskan dengan konser DT kali ini. Walaupun Beragam pendapatpun terluncurkan dari para penonton terutama di divisi mixing. Ada yang mengatakan cukup ballance, ada juga yg berpendapat kurang puas dibandingkan dengan konser-konser sebelumnya. Balik lagi keselera penonton masing-masing. (Oktavianto)
iMusic.id – Prison Of Blues sukses menyelesaikan total 50 Gigs Tour selama 3 bulan di Indonesia dan Eropa. “Untuk Tour Eropa ini kami adalah kali ke 5 memenuhi undangan salah satu festival Psychobilly terbesar dunia, yang diadakan di Oberhausen-Jerman, dan kali ini kami juga mengajak kolaborator untuk vokal yaitu Dellu Uyee”, kata Bayu Randu gitaris dan juga produser dari Prison Of Blues.
Band Psychobilly Punk ini menyambangi 6 Negara Eropa sekaligus, yaitu German, Ceko, Belgia, Hungaria, Austria, dan Belanda, serta beberapa kota di indonesia dengan total 50 gigs, dan ini tentunya menjadi pencapaian tersendiri dari band dengan genre minoritas ini.
Prison Of Blues adalah band beraliran Psychobilly yang lahir di kota tembakau Temanggung pada 2007, Kali ini Prison Of Blues lebih fresh dengan masuknya Endy Barock pada drum, Topan Murdox pada gitar 2, Dhana pada Contra Bass, 2 personil lama yaitu Bowo pada Vocal & gitar, serta Bayu Randu pada gitar 1 yang juga merangkap sebagai produser.
Hingga saat ini sudah mempunyai 11 album kompilasi yang release di Eropa dan Amerika, dan 4 album solo Prison Of Blues. “Kan saya baru pertama ikut di tour eropa bareng POB, jujur kaget banget, band ini disini besar dan sangat banyak penggemarnya, sampai ada yang bela belain dari California, Spanyol, Italia datang buat nonton POB”, cerita Dellu Uyee.
“Tour 50 titik Indonesia-Eropa ini juga sebagai promo album ke 4 kami, dan seperti biasa kami membawa misi promosi untuk Indonesia, selain bawa atribusi kain Indonesia kami juga secara khusus mempromosikan hantu-hantu Indonesia, seperti Pocong, Kuntilanak, Santet, dll”, ujar Bowo sang vokalis dan founder band ini.
Band ini melakukan tour Eropa mulai tanggal 3-31 Oktober, titik terakhir sukses memukau fans Prison Of Blues di Festival “Psychobilly Earthquake 2025”. Sebelumnya Prison Of Blues sudah langganan memenuhi undangan festival Psychobilly, pada tahun 2016 Bedlam Breakout Festival di Inggris, 2017 Psychobilly Meeting Festival di Spanyol, 2018 tour 7 negara Eropa, 2024 kembali bermain di Psychobilly Meeting Festival di Spanyol, dan 2025 Pyschobilly Earthquake di German.
“Ada hal yang unik dan selalu membuat kami selalu ingin kembali ke festival ini di Eropa, yaitu fanbase kami yang di Eropa, ini unik karena kami sendiri di Indonesia masih kurang diminati, mungkin karena genrenya ga ada yang memainkan di Indonesia sekarang. Lucunya banyak yang mengira kami di Indonesia adalah band besar, setelah kami ceritakan tentang tidak adanya scene Psychobilly di Indonesia baru mereka kaget, haha” tambah Endy Barock, sang drummer.
Prison Of Blues juga memberikan gambaran tentang bagaimana sistem royalti di Eropa berjalan, “tiap titik disini, sebelum main kami harus isi form dari Gema, CMO atau LMK nya Eropa, isi detail lagu yang akan dibawakan lengkap dengan pencipta lagunya, sangat tertib, bahkan kami bawakan lagu artis besar seperti Motorhead atau Queen pun tidak perlu repot dan takut ijin ijin” cerita Dhana dan Topan.
Tour ini disupport oleh kementerian kebudayaan dan juga beberapa sponsor swasta.
iMusic.id – Ajang kompetisi menyanyi nasional tertua di Indonesia, Bintang Radio Indonesia, kembali digelar tahun ini dengan format yang lebih segar dan dinamis. Setelah sukses diselenggarakan di Surabaya tahun lalu, Bintang Radio Indonesia 2025 kini hadir di Jakarta dengan rangkaian pertunjukan spektakuler yang akan berlangsung pada 4, 5, dan 6 November 2025, dan ditutup dengan Result Show pada 8 November 2025.
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 1951, Bintang Radio Indonesia telah menjadi wadah lahirnya para penyanyi legendaris tanah air seperti Titiek Puspa, Bing Slamet, dan Vina Panduwinata. Di era modern, ajang ini terus melahirkan bintang-bintang baru seperti Josh Florentino, Maria Pudesa, dan Shabrina Leanor, yang membuktikan bahwa semangat Bintang Radio tetap relevan lintas generasi.
Tahun ini, Bintang Radio Indonesia hadir dengan format tiga putaran penampilan, di mana para finalis akan menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam tiga genre musik: pop, rock, dan lagu daerah. Tak hanya menonjolkan vokal, para peserta juga akan dinilai dari karakter, penghayatan, dan kemampuan beradaptasi dalam berbagai gaya musik.
Menariknya, tahun ini Bintang Radio juga memperkenalkan sistem voting, yang memungkinkan publik ikut menentukan siapa yang akan menjadi bintang baru Indonesia.
Rangkaian Grand Final akan diakhiri dengan penampilan spesial dari Maliq & D’Essentials pada malam puncak tanggal 6 November 2025, serta Result Show spektakuler pada 8 November 2025 yang akan menampilkan Shabrina Leanor, salah satu bintang muda hasil ajang ini, dalam pertunjukan istimewa.
Melalui format dan konsep baru ini, Bintang Radio Indonesia 2025 tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga perayaan keberagaman musik Indonesia dan bukti bahwa semangat Bintang Radio terus menyala, dari generasi ke generasi.
Tentang Bintang Radio Indonesia
Diselenggarakan pertama kali pada tahun 1951 oleh RRI (Radio Republik Indonesia), Bintang Radio Indonesia merupakan kompetisi menyanyi nasional tertua di tanah air. Selama lebih dari tujuh dekade, ajang ini telah menjadi batu loncatan bagi banyak penyanyi yang kini menjadi ikon musik Indonesia. Dengan semangat inovasi dan regenerasi, Bintang Radio terus beradaptasi mengikuti perkembangan zaman, menggabungkan tradisi, kreativitas, dan teknologi untuk mencari talenta terbaik bangsa.
iMusic.id – Hip Hop Reggae Connection (HRC) siap menyajikan gerakan kolaboratif lintas genre “Rise Up Unity 2025” yang siap mengguncang Jakarta pada 8 November 2025 di Cibis Park, TB Simatupang.
Acara yang di inisiasi Hip Hop Reggae Connection (HRC) ini menghadirkan empat sosok berpengaruh di kancah musik urban Indonesia, Ras Muhamad, Tuan Tigabelas, Conrad Good Vibration, dan Dirayha bersama para seniman lintas scene seperti Laze, Kapala Itang, Iqbal N.G.A., Joe Million, Mister Nobody dari kubu hip hop serta dari scene reggae Radit Echoman, Namoy Budaya, Andrez and The Babylion, Alien Punk, dan masih banyak lagi.
Acara ini bukan sekadar konser, melainkan sebuah movement yang menyerukan semangat kebangkitan, solidaritas, dan aksi nyata untuk perubahan sosial. Lahir dari inisiatif Hip Hop Reggae Connection (HRC) sebuah kolektif yang muncul di masa pandemi 2020 Rise Up Unity hadir sebagai simbol persatuan dan keberlanjutan kreativitas. Melalui power track “Rise Up Unity” yang bisa didengarkan di semua platform streaming digital, proyek ini mengajak generasi muda untuk bersuara dan beraksi bersama.
“Gerakan dari Hip Hop Reggae Connection (HRC) Ini bukan sekadar musik, tapi ajakan untuk menyatukan energi positif dan mengubah kesadaran menjadi tindakan,” ujar Dirayha, produser proyek ini sekaligus salah satu performer utama.
Rise Up Unity bukan sekadar konser. Ini adalah ruang di mana musik, komunitas, dan kreativitas berjalan bersama dalam satu energi. Di sini, hip hop dan reggae bukan hanya didengar, tapi juga dirasakan, dilihat, dan dihidupkan melalui kolaborasi lintas kultur yang segar dan menggerakkan semangat. Selain pertunjukan musik yang penuh semangat positif dan respon sosial, acara ini juga menghadirkan pop-up market berisi karya-karya independen, serta aktivitas komunitas yang merefleksikan semangat gerakan akar rumput dari Rise Up Unity.
“Musik adalah keluarga. Rise Up Unity itu seperti rumah bagi semua orang yang percaya pada kasih, cinta, dan kolaborasi,” tutur Conrad Good Vibration, kolaborator sekaligus performer utama.
Di tengah hiruk-pikuk kota dan industri musik yang mulai meninggalkan akar, Rise Up Unity hadir untuk menandai bahwa kekuatan musik selalu tumbuh dari kebersamaan dan kesadaran. Di panggung ini, hip hop dan reggae berpadu dalam satu ritme yang sama: jujur, lantang, dan membangkitkan. Setiap orang yang datang bukan sekadar penonton, melainkan bagian dari cerita. Cerita tentang musik yang menyatukan, tentang gerakan yang tumbuh dari bawah, tentang energi positif yang menular dan mempersatukan. Karena pada akhirnya, Rise Up Unity bukan hanya soal genre, panggung, atau crowd tapi tentang bagaimana kita semua bisa berdiri dalam satu getaran yang sama. One Vibration. One Movement. Rise Up Unity!
Untuk info lengkap mengenai line up, harga tiket dan lain-lain bisa disimak di https://riseup-unity.com/ dan IG @hiphop_reggae_connection .