iMusic – seorang
penyair dan penulis lagu Muslim, Mustafa, merinci proyek debutnya “When
Smoke Rises” yang dijadwalkan rilis pada tanggal 28 Mei mendatag melalui Regent
Park Songs miliknya. Setelah bercerita mengenai judul dan pekerjaan
terbarunya saat menjadi cover GQ Middle East cover, Mustafa membagikan
satu lagi karya dari album terbarunya yang berjudul “Ali”, yang juga
hadir bersamaan dengan visual yang disutradarai olehnya sendiri.
Dua single milik Mustafa yang terkenal hingga saat ini, “Stay
Alive” dan “Air Forces”, menerima banyak pujian dari sesama artis,
kritikus dan penggemar dan telah menjadi awalan yang hampir sempurna bagi suara
baru di dalam dunia musik. Kedua lagu tersebut akan dimasukkan ke dalam album
When Smoke Rises bersamaan juga dengan “Ali”. Lagu-lagu tersebut adalah contoh
yang oleh Mustafa disebut sebagai “inner city folk music” yang
terinspirasi dari para musisi folk terkenal seperti Joni Mitchell, Bob Dylan dan
Richie Havens, tapi disalurkan melalui gaya kontemporer Toronto ala Mustafa
yang lebih modern.
Mustafa tergerak untuk merilis musiknya sendiri setelah
kehilangan teman dekatnya karena kekerasan senjata. Musiknya sendiri banyak
ditujukan bagi teman-temannya yang telah pergi dan bagi lingkungannya di
Toronto yaitu Regent Park; sebuah kendaraan untuk mengenang dan menegaskan
perhatiannya untuk komunitasnya dan juga memberikan hiburan kilat bagi mereka
yang sedang berkabung. Video “Stay Alive” menampilkan dengan jelas
gambaran dari Regent Park, satu dari proyek perumahan pertama di Amerika Utara
dan satu dari proyek pembangunan ulang terbesar di negara tersebut. Pengalaman
Mustafa dalam melihat blok, komunitas dan budaya yang telah mendidiknya berubah
menjadi sesuatu yang tidak lagi dikenal adalah sebuah cerita standar di semua
lingkungan di dunia – bagian dalam kota dimana lagu-lagu folk miliknya
dilahirkan.
Penyanyi/penulis lagu berusia 24 tahun, Mustafa Ahmed,
menghabiskan masa kecilnya di komunitas Regent Park, Toronto, dengan penuh
perjuangan. Dia dan teman-teman seusianya harus menghadapi anak-anak lain yang
usianya lebih tua. Meski begitu, hal tersebut tidak membuatnya menjadi keras.
Dia terus berjuang walau harus melawan stereotip, sebagai seorang penyair
remaja Muslim kulit hitam dari Regent Park dalam setiap bait puisinya. Dia akan
terus berjuang, kali ini mewakili komunitasnya, sebagai anggota dari dewan
penasihat pemuda milik PM Justin Trudeau. Sebuah usaha yang membuatnya sadar
bahwa cerita-cerita yang ia masukkan ke dalam lagu-lagunya akan membuat misinya
berhasil. Itu lah cerita Mustafa, seorang anak imigran Muslim asal Sudan, penerima
penghargaan tertinggi dalam sastra Pan American, rekan artis ternama seperi
Majid Jordan, The Weeknd dan DJ Khalid, sekaligus artis yang album debutnya
“When Smoke Rises” bertujuan untuk menaikkan martabat MC dari Regent Park yang warisannya
terus diperjuangkan oleh Mustafa, yaitu Jahvante “Smoke Dawg” Smart.
“Kematian Smoke Dawg membuatku hancur” ujar Mustafa. “Saya
sebelumnya tidak menyadari beratnya beban yang harus saya tanggung sampai akhirnya
saya menanggungnya sendiri”. Hal yang lebih menyakitkan kemudian adalah album
“When Smoke Rises” bahkan bukanlah tentang Smoke Dawg. Nama-nama seperti Ano,
Santana dan Ali adalah teman-teman Mustafa yang kepergiannya sangat menyesakkan
bagi dirinya. Cerita itu muncul pada lagu ke enam di album “When Smoke Rises”.
“Semua kematian yang aku alami membuatku sangat berduka” kata
Mustafa. “Khususnya kematian 4 pemuda kulit hitam dari komunitas yang pergi
karena berperang untuk negara atau berperang dengan dirinya sendiri. Aku ingin
membuat kepergian itu menjadi indah karena kepergian itu buatku pribadi
tidaklah indah”. Di album “When Smoke Rises” Mustafa menjahit kepergian itu
menjadi lagu – dan menjadikannya usaha untuk tegar – membuat teman-temannya
tetap abadi sesuai cara yang dia tahu, melalui interpretasi musik folk
miliknya.
“Musisi pertama yang aku kenal adalah Joni Mitchell” kata
Mustafa. “Tapi Joni Mitchell dan Bob Dylan menyuarakan apa yang dialami kaum
kulit putih. Meski begitu, ada kesedihan dan melankolis dalam lagu mereka –
sesuatu yang tidak aku dengar pada lagu-lagu yang mewakili nuansa hidupku”.
Akhirnya, sebuah video dari penyanyi folk kulit hitam asal Amerika, Richie
Havens, di konser Woodstock yang menguatkan dirinya untuk menyempurnakan
musiknya. “Ketika kamu melihat orang yang mirip sepertimu, terasa seperti
dirimu, membawakan emosi yang sangat kamu kenal, hal tersebut memberanikan
dirimu untuk berjalan di jalur yang sama” kata Mustafa. Dia selalu menggunakan
referensi video tersebut dalam setiap sesi rekaman. Mustafa menjadi artis yang
paling dicari karena kemampuan yang dia kembangkan meski musik yang dia
populerkan tidak mendukung cerita yang perlu dia sampaikan. Atas kerajinannya,
baik sebagai murid atau pun pencipta, kita mendapatkan album “When Smoke
Rises”, sebuah rilisan yang menyeimbangkan antara kehilangan teman dan
kelembutan seorang ibu pada bayinya. Dan hal tersebut ditopang oleh agama
Islam.
“Sangatlah penting untuk bisa melihat Tuhan” ujar Mustafa.
“Sebagai sesuatu yang seseorang bisa pegang untuk dirinya. Tentu saja aku ingin
bisa meningkatkan tingkat toleransi bagi kaum Muslim, tapi lebih daripada itu,
aku ingin kaum Muslim menyadari diri bahwa tidak ada yang bisa mengambil Tuhan
mereka”. Anda mungkin percaya anda bisa mendengar Tuhan bekerja melalui
lagu-lagunya Mustafa seperti “Stay Alive”, dimana dia menyampaikan dukungan tak
bersyarat bagi Regent Park dan pada lagu “Air Forces” dimana dia memohon agar
orang-orang menghindar dari bahaya.
Lalu ada lagu “What About Heaven” dimana dia bertanya-tanya
apakah teman-teman yang telah mendahuluinya telah terampuni dosa-dosanya dan
juga pada lagu “The Hearse” dimana keaslian yang mengejutkan telah mengalahkan
niatan asli si penulis lagu. Dia juga bernyanyi “With my dogs/Right or wrong”
dimana dia mengakui adanya dorongan untuk melakukan balas dendam atas kematian
temannya.
Proyek ini menampilkan produksi dari pencipta hits Frank Dukes dan Jamie XX, juga dari beragam kontribusi artis jenius seperti Sampha dan James Blake. Pada diri mereka, Mustafa menemukan jiwa yang sama. Orang-orang yang dalam melihat visi sang penyanyi. Suara yang juga hadir di album “When Smoke Rises” adalah milik teman lamanya di Regent Park, yaitu Rax, Puffy L’z, cityboymoe, mendiang Ali dan juga Smoke Dawg. Tanpa mereka, “When Smoke Rises” tidak akan pernah ada. Terlebih lagi, untuk mereka lah album ini tercipta. “Keadaan buruk Ketika kecil telah mengabadikan cerita di komunitasku” kata Mustafa. “Itu adalah alasan aku mulai menulis puisi. Aku berpikir, bagaimana aku akan mengabadikan cerita ini seotentik mungkin?” Jawabannya adalah “When Smoke Rises”. (FE)
iMusic.id – Setelah dua single nya yaitu “Mungkin Satu Kebetulan” dan “Hingga Akhir Nafasku” mendapat sambutan hangat dari para penggemarnya, Thito Tangguh akhirnya merilis mini album / EP bertajuk “Tetap Tangguh”.
Masih di bawah payung AFE Records selaku label yang menaungi, Thito Tangguh yang mempunyai nama lengkap Tito Hitler Tetap Tangguh Hutasoit ini merepresentasikan perjalanan musikal dan sisi emosionalnya melalui mini album ini.
Di mini album “Tetap Tangguh” ini, Thito Tangguh mempersembahkan 5 lagu pilihan yaitu “Mungkin Satu Kebetulan, Hingga Akhir Nafasku, Cinta Sampai Abadi, Tetap Salah” dan “Tiba Waktuku” yang apabila kita simak keseluruhan lagunya memperlihatkan kedewasaan bermusik Thito sekaligus menyampaikan pesan bahwa dalam setiap perjalanan hidup, selalu ada kekuatan untuk bertahan, meski penuh rintangan.
Setiap lagu di album Thito Tangguh ini dikemas dengan warna musik pop yang emosional dan lirik yang mudah dimengerti serta menyentuh hati pendengar. Beberapa song writer terlibat menyumbangkan lagunya untuk dinyanyikan oleh Thito, mereka Adalah Ferdy Tahier dan Mario Kacang, sementara itu Aditia Sahid a.k.a Acoy dan Johnwill Dama ikut membantu mengaransemen lagu – lagunya.
Mini album “Tetap Tangguh” resmi dirilis pada 12 September 2025 dan tersedia di seluruh platform musik digital. Dengan kualitas vokal yang khas dan penulisan lirik yang jujur, Thito yakin mampu menjangkau hati pendengar lebih luas. Salam Musik Indonesia!
iMusic.id – Seniman serba bisa asal Bogor Vikri Rahmat baru saja meluncurkan album musik solo keduanya bersama Vikri and My Magic Friend bertajuk “Renung“. Menawarkan sebelas lagu, proyek album tersebut dikerjakan selama Vikri dan tim mengasingkan diri di tengah hutan konservasi kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam album terbarunya yang bertajuk “Renung” ini, Vikri Rahmat Bersama Vikri And My Magic Friend mengajak pendengarnya untuk sejenak merenungkan tentang sebuah perjalanan hidup dari setiap Individu.
Sebelas lagu antara lain “Intro, Malaikat Kecil, Tak Sama, Bukan Benda Mati, Bumi Menua, Pengen Ini Itu, Tanah dan Janji, Bu…, 411, Nasihat Bapak” dan “Jagain Ibu” disajikan Vikri And My Magic Friend untuk menemani hari-hari pendengarnya.
Perjalanan karier yang bisa dibilang cukup Panjang di industri seni Indonesia sebuah pencapaian luar biasa bagi seorang musisi. Sebelumnya Vikri Rahmat Bersama dengan Vikri And My Magic Friend menciptakan lagu-lagu berkualitas yang menghiasi industri musik Indonesia hingga menemani telinga para pendengar setianya. Namun, pencapaian tersebut bukan berarti dapat membuat Vikri Rahmat berhenti.
Sempat tak terdengar kabarnya, ternyata Vikri Rahmat mempersiapkan karya-karya terbaru dalam bentuk album terbaru. Album “Renung” ini mencoba mengangkat perjalanan perenungannya sejauh ini. Lika-liku perjalanannya menjadi salah satu musisi eksis Indonesia akan dapat kita nikmati melalui album ini.
“Renung itu adalah sebuah perjalanan panjang. Perjalanan tersebut yang mencerminkan sebuah ‘proses’ menjadi individu yang lebih baik dari sebelumnya. Segala macam proses tersebut ada pada tiap trek di dalam album “Renung”, jelas musisi kelahiran 13 Januari ini.
Album ini sendiri terasa sangat personal bagi dirinya. Banyak sekali kisah-kisah yang menginspirasi terbentuknya album “Renung” ini. Bahagia hingga perasaan gelisah, semua terangkum di album ini. Dalam pembuatan album ini, Vikri Rahmat dibantu oleh beberapa rekannya. Mulai dari Ahmad Saharie dan Aditia Sahid alias Acoy yang sudah menjadi salah satu bagian dari tim produksi Vikri And My Magic Friend.
Vikri mengaku bahwa album ini diproduksi dalam waktu yang tidak lama. Walaupun begitu, ia mengaku bahwa album ini butuh dorongan kuat untuk segera dirilis.
“Proses produksi bisa dibilang tidak begitu lama. Menentukan untuk merilisnya itu yang bisa dibilang memakan waktu yang lumayan panjang, sekitar 2 tahun. Karena album ini kan menceritakan tentang sebuah proses perenungan setiap orang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Nah, yang menjadi pertentangan adalah: ‘apakah setelah proses tersebut kita semua siap untuk memjadi Pribadi yang baru?”, cerita sang musisi.
Album “Renung” menampilkan 11 karya, dua diantaranya sudah ia rilis terlebih dahulu sejak 2023 silam dengan judul “Nasihat Bapak” dan “Pengen Ini Itu”. Sedangkan untuk trek fokus di dalam album ini adalah “411”. Melalui lagu-lagu ini, pendengar akan diberikan pengalaman spiritual yang bisa di bilang cukup dalam dan pesan bahwa serahin semua masalah kita kepada Allah, karena hanya Cuma Dia yang bisa kita harapkan.
“411 itu kalo kita liat secara detail ya, seperti tulisan Arab Allah” jelas Vikri Rahmat.
iMusic.id – Industri musik Indonesia kedatangan wajah baru dari generasi muda, yaitu Farell Noviandhika putra kedua vokalis legendaris Radja, Ian Kasela. Farell yang biasa dipanggil dengan Farell Kasela resmi merilis single debut berjudul “Tetaplah Kau Jadi Milikku” pada tanggal 25 July 2025 lalu. Lagu ini diciptakan oleh Moldy dan diproduseri langsung oleh Ian Kasela dibawah bendera label Kasela Musik.
“Lagu ini bercerita tentang perasaan cinta yang tulus, tentang keinginan sederhana untuk tetap bisa bersama seseorang yang spesial. Dari awal dengar notasi lagunya, saya langsung merasa dekat dengan makna yang terkandung. Saya pikir, ini bukan cuma soal cinta romantis, tapi juga tentang bagaimana kita menghargai orang-orang yang berarti dalam hidup”, Jelas Farell Kasela.
“Musiknya sendiri saya coba hadirkan dengan nuansa yang lebih fresh, ringan, dan relevan buat anak-anak Gen Z yang mencari lagu pop bermakna, tapi tetap easy listening,” tambah Farell Kasela panjang lebar tentang musiknya dan alasan memilih “Tetaplah Kau Jadi Milikku” sebagai karya perdana.
Lebih lanjut, Farell Kasela menegaskan bahwa single ini memang menjadi tonggak awal kariernya. “Ini single pertama saya, dan sengaja saya pilih untuk rilis tepat di ulang tahun saya yang ke-17, karena saya ingin menjadikannya momen spesial. Rasanya kayak hadiah untuk diri sendiri, tapi juga bentuk persembahan untuk pendengar”.
“Sekarang lagunya sudah tersedia di semua platform digital Spotify, TikTok, Apple Music, YouTube Music, Deezer jadi siapa pun bisa menikmati. Saya excited banget menunggu reaksi dari teman-teman dan penikmat musik Indonesia,” katanya antusias.
Tak hanya sibuk didunia musik, Farell juga baru saja mengawali langkah akademisnya di Universitas Indonesia (UI).
“Saya bersyukur banget bisa masuk UI lewat jalur undangan. Bagi saya pendidikan tetap penting, meski passion saya di musik. Jadi sekarang saya sedang berusaha menyeimbangkan dunia akademis dan musik. Memang nggak mudah, tapi saya percaya keduanya bisa berjalan beriringan kalau kita punya komitmen,” ujarnya.
Menariknya, Farell mengaku sudah jatuh cinta pada musik sejak kecil, meski baru kini berani melangkah ke industri profesional.
“Saya sejak kecil sudah sering melihat bagaimana ayah saya berkarya, rekaman, manggung, berinteraksi dengan penggemar. Itu secara tidak langsung menular. Musik bagi saya bukan cuma hiburan, tapi cara untuk mengekspresikan diri. Setiap nada, setiap lirik, punya jiwa yang ingin saya sampaikan. Jadi meski baru debut sekarang, perjalanan ini sebenarnya sudah panjang sejak saya belajar gitar, vokal, sampai akhirnya rekaman,” tutur remaja yang kini berusia 18 tahun itu.
Farell juga menjelaskan alasan mengapa dirinya memilih genre pop RnB dalam karya perdananya, berbeda dengan jejak ayahnya yang identik dengan rock.
“Kalau dulu mungkin orang lebih kenal Farell Kasela dengan warna musik rock, tapi saat ini saya ingin hadir dengan sesuatu yang lebih ringan, lebih dekat dengan telinga generasi saya. “Tetaplah Kau Jadi Milikku” adalah pop yang lembut tapi tetap punya spirit. Saya ingin musik saya bisa jadi soundtrack untuk banyak anak muda yang lagi jatuh cinta atau bahkan berjuang mempertahankan cinta,” jelasnya penuh percaya diri.
Meski lahir dari keluarga musisi, Farell menegaskan bahwa ia ingin dikenal karena karyanya sendiri, bukan semata-mata karena nama besar ayahnya.
“Saya sadar banget orang mungkin akan bilang, ‘Oh, ini anaknya Ian Kasela’. Tapi saya ingin membuktikan bahwa saya bisa berdiri dengan karya saya. Saya berusaha totalitas dari sisi vokal, interpretasi, sampai promosi. Ayah saya sebagai produser lebih banyak jadi mentor, bukan pengarah yang mendikte. Justru beliau membebaskan saya untuk menemukan suara saya sendiri,” ucap Farell.
Dengan semangat baru, Farell berharap single debutnya bisa menjadi pintu pembuka untuk karier panjang di industri musik Indonesia.
“Harapan saya sederhana, semoga lagu ini bisa menemani banyak orang di momen-momen penting hidup mereka. Kalau orang bisa merasa terhubung dengan liriknya, itu sudah jadi pencapaian besar buat saya. Ini baru awal, dan saya berjanji akan terus belajar, terus berkarya, dan semoga suatu saat bisa memberi warna baru di musik Indonesia,” pungkasnya. Dan untuk MV dari lagu “Tetaplah Kau Jadi Milikku” ini akan segera tayang di channel youtube Farell Kasela.
Tambahan informasi buat teman-teman bahwa Farell juga sudah beberapa kali hadir diatas panggung besar dijakarta seperti acara musik synchronize fest hingga ke negara tetangga Malaysia sebagai featuring bersama band Radja.