Connect with us

iMusic

“NaNaNa” Hasil kolaborasi “Nissan Fortz” bersama “Judith dan Dinda Ayu”.

Published

on

iMusic – Nissan Fortz merilis lagu kolaborasi terbarunya berjudul “NaNaNa”. Solois asal Bandung tersebut mengajak  dua penyanyi sekaligus untuk bernyanyi bersama. Penyanyi di maksud adalah Judith dan Dinda Ayu, para solois perempuan asal Garut, Jawa Barat. Lagu “NaNaNa” dikenalkan melalui format video musik yang sudah bisa disaksikan di kanal YouTube Nissan Fortz Music.

Lagu “NaNaNa” dalam hematnya bercerita tentang kerinduan akan suasana atau rutinitas yang acapkali Nissan Fortz alami sebagai musisi (baca: panggung langsung). Namun karena situasi pandemic, kebiasaan itu lantas hilang dan menjadi seutas rindu yang sangat berat untuk dirasa. Nissan Fortz mencoba memotret gejala tersebut sekaligus ia sisipkan sebagai do’a dan berharap agar kenangannya itu bisa kembali menjadi rutinitasnya saban hari.

“Suasana dan situasi pandemi ini membawa saya ke banyak perasaan dan pemikiran. Salah satu yang paling saya alami dan rasakan adalah keterbatasan akan panggung dan ruang gerak. Keresahan tersebut lantas menggugah saya untuk menuangkan itu semua ke dalam lirik lagu.

Karenanya lagu ini bercerita tentang kerinduan akan sebuah panggung yang biasanya menjadi sarana berinteraksi dengan mereka para penikmat lagu-lagu Nissan Fortz. Mudah-mudahan ini bukan hanya harapan saya saja sebagai musisi tapi ini akan menjadi harapan semua orang dan semoga kita bisa segera berpijak kepada dunianya kembali yaitu panggung yang nyata,” ujar Nissan Fortz menjelaskan latar pembuatan lagu.

Lirik tersebut kemudian diwarnai dengan pesta musikal yang anggun dan parlente. Berbagai sentuhan American music coba Nissan Fortz sajikan dengan berbagai pendekatan referensi dan penjabaran ulang. Kita seolah dibawa ke masa-masa lampau dengan bebunyian dari keontetikan broadway hingga taburan sayatan melodi-melodi genit dengan cengkok blues yang menusuk hati dengan kadar dan rasa yang gemilang nan modern.

“Lagu ini terinspirasi akan sebuah film musikal yang mengangkat kisah masa keemasan penyanyi Blues wanita era ‘30-an / ’40-an (Ma rainey’s, Bessie Smith). Saya betul-betul menghayati perjalanan bermusiknya baik dari segi audio maupun visual. Akhirnya, dari situlah saya mencari informasi lebih mendetail akan karya-karyanya,” kata Nissan Fortz.

Tidak berhenti disitu saja, menurut Nissan Fortz, karena pengalamannya itu, referensi pun bertambah. Dan ternyata ia menemukan fakta bahwa yang berdekatan dengan era ‘30-an / ’40-an itu ada salah satu sub genre Blues, dengan title ‘Jump blues’ dan sub genre ini berkembang di daerah yang dekat dengan perkotaan.

“Karakteristik musik ini lebih terdengar riang dan tidak melow dan instrumental pendukung yang khas adalah alat-alat tiup seperti Trumpet, trombone dan Saxophone dan itu sangat jelas terdengar pada karya-karyanya Louis Jordan, Ruth Brown & Big Joe Turner. Alhasil saya putuskan untuk mengadopsi sub genre tersebut di karya kolaborasi ini dengan irama rhumba sebagai pondasi yang dimaksudkan untuk mengajak orang menari,” bebernya.

Dalam prosesnya, lagu “NaNaNa” dikerjakan di Kamar Kreasi Record, Garut. Lagu ini turut dibantu  oleh Resky Saputera pada piano, Aldo Muziana (bass), Aldy Nugraha Noor Maasir (trombone) dan M. Wildan Nurhakim (saxophone alto). Resky Saputra juga bertindak sebagai sosok yang bertanggung jawab untuk polesan akhir audio atau mixing dan mastering. Sedang untuk video musiknya, Nissan Fortz mempercayakan kepada para sineas muda Richmadenda, Sancaka, Lutfi Raihan dan kolaborasi artistik bersama Magenta Langit dan Djarwo Edhie.

Terkait kolaborasi Nissan Fortz, Judith dan Dinda Ayu, segala proses yang dialami terjadi secara natural atas peran serta sahabat Nissan Fortz yang belakangan sering bertukar ide perihal produksi musik, Resky Saputra. “Kira-kira mau enggak, ya kalau mereka berdua saya ajak kolaborasi?, Tanya saya ke Resky. Alhasil mereka bersedia. Dan sesuai dengan moto tempat mereka lahir ‘Garut kota intan’ secara tidak langsung saya seperti menemukan dua intan itu. Karakter vokal yang dimilikinya sangatlah kuat ditambah dengan jam terbang mereka bernyanyi rasanya sudah tidak perlu diragukan lagi dengan kata lain mereka sudah matang,” ujar Nissan Fortz.

Lebih jauh, perilisan “NaNaNa” sendiri merupakan langkah atau upaya Nissan Fortz melakukan perjalanan musikal ke liga yang baru. Belakangan, berbagai upaya kolaborasi lintas genre memang tengah gencar ia upayakan sebisa mungkin. Atau dengan kata lain ia hendak mengabarkan bahwa kreatifitas  bermusiknya terus melaju meski situasi serba sulit di seluruh dunia ini menghantui dan hal ini juga bisa dibilang sebagai secercah informasi bahwa album solo ketiganya akan segera tiba dan dengan banyaknya perubahan persona musikal.

Nissan Fortz mengawali karier musiknya di akhir tahun 90-an dengan berbekal basic musik Klasik, Nissan Fortz mulai memperluas wawasan musiknya sambil menjalankan karirnya sebagai musisi dengan ikut berkecimpung di komunitas-komunitas musik Kota Bandung seperti komunitas Jazz, Country dan Blues.

Sekitar tahun 2007, Pria kelahiran Bandung pada 1 Mei 1983 itu sempat membuat Project musik akustik dengan nama Trias Akustika dan sempat mengeluarkan beberapa single hingga akhirnya dibubarkan pada tahun 2014. Di Tahun 2009 Nissan Fortz sempat membentuk sebuah band blues bersama tokoh musik kenamaan, Hari Pochang dengan nama Blues Libre, bersama band Blues yang cukup berpengaruh ini, Ia sempat menelurkan sebuah album dengan title The Journey ( 2013).

Dalam sepak terjangnya, Nissan Fortz juga sempat berkolaborasi dengan pemain harmonica dunia sekaligus pemain harmonica ‘Sting’, yaitu Brendan Power di tahun 2011, juga di tahun 2015 sempat menggarap sebuah projek dengan beberapa Gitaris kenamaan Indonesia seperti Donny Suhendra, Aria Baron (Soulmate), Baim The Dance Company, Gugun dari Gugun Blues Shelter, Ginda Bestari, Adrian Adioetomo dll dengan Projeknya yang diberi nama Blues is Alright. Nissan Fortz sempat pula bermain sebagai Gitaris tamu bagi Penyanyi pendatang baru Indonesia, Yura Yunita. Diluar itu, Nissan Fortz juga dikenal sebagai produser, composer dan pencipta lagu handal, banyak artis- artis nasional yang pernah ia tangani.

Sejauh ini, Nissan Fortz pribadi telah mengantongi dua album solo berjudul Day By Day yang ia rilis pada tahun 2015 lalu dan Tarik Menarik yang rilis awal 2018 bersama James Band. Diluar itu Nissan juga telah merilis mini album, single lepasannya baik secara solo maupun project music dan kolaborasi. 3 taun kebelakang bisa dibilang memang merupakan tahun paling produktif buat seorang, Nissan Fortz, karya-karyanya sekan tidak ada habisnya, terus muncul tanpa kendali.

Alunan vokal yang lembut dibalut dengan musik ballad adalah tawaran karakteristik penyanyi asal Garut, Judith dalam seni tarik suara. Hal tersebut dipadupadankan dengan kecintaannya terhadap culture ‘Korean Pop’. Judith, pun membawa musiknya kearah yang luas atas pengaruh Okdal, LeeHi dan BIBI. ‘Tanpa Dirimu, Tetap Berdiri’, menjadi rilisan pertama yang ia persembahkan. Lagu yang diproduksi oleh trio produser/songwriter satu kotanya, Tritone ini telah mengudara pada 12 Maret 2021 lalu diseluruh layanan music streaming, dan teriring pula suguhan official music video-nya di kanal YouTube resmi Judith.

Dinda Ayu Lestari atau yang lebih dikenal sebagai Dinda Ayu, merupakan penyanyi asal Garut dengan karakter suara yang lantang dan powerful. Dara yang lahir pada 7 Februari 1998 ini, sudah menggeluti dunia tarik suara sejak kecil. Dengan bakatnya tersebut, ia pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantaranya sebagai Juara 1 Bintang Radio RRI tingkat Provinsi dan Juara 3 Bintang Radio RRI tingkat Nasional. Ia juga berkesempatan berkolaborasi dengan produser asal Singapura dan menghasilkan sebuah single yang bertajuk ‘Hilang’. Karir Dinda Ayu di dunia seni suara ini terus berlanjut dengan keterlibatannya bersama Tritone yang merupakan trio produser/songwriter asal Garut. Projek kolaborasi bersama Tritone ini, berhasil menelurkan sebuah single dengan sentuhan EDM yang kental berjudul “One Night”. (FE)

iMusic

Stand Here Alone libatkan Iksan Skuter di single “Kita Semua Saudara”

Published

on

iMusic.id – Setelah sukses dengan single “Pura PuraTerluka” bersama Mr Botak, Stand Here Alone kembali merilis single baru dalam rangkaian album Nusantara yang semakin memperkaya eksplorasi musikal mereka.

Kali ini, Stand Here Alone, band pop punk asal Bandung tersebut berkolaborasi dengan seorang musikus yang selama ini lebih dikenal di ranah folk. Namun, ia sendiri meyakini bahwa karyanya melampaui batasan genre tersebut, Ia adalah Iksan Skuter, sosok yang dalam repertoarnya kerap mengangkat berbagai isu, mulai dari politik, sosial, hingga romansa.

Lagu berjudul “Kita Semua Saudara” lahir dari kegelisahan bersama, hasil diskusi panjang yang kemudian terwujud dalam melodi dan lirik yang penuh makna. Stand Here Alone merasa tidak ada figur lain yang lebih tepat untuk diajak berkolaborasi selain Iksan, yang dikenal dengan kemampuannya mengejawantahkan perbedaan secara jelas dan gamblang, dalam gaya khasnya yang reflektif namun tetap membumi.

“Kami ingin lagu ini lebih dari sekadar karya musik. Kami ingin ada pesan yang tersampaikan, dan Iksan memiliki pendekatan unik dalam mengartikulasikan keresahan menjadi sesuatu yang dapat diterima oleh banyak orang,” ujar Mbenk, vokalis Stand Here Alone.

Dengan karakter musikal Stand Here Alone yang penuh energi berpadu dengan warna khas Iksan Skuter yang mendalam dan kontemplatif, “Kita Semua Saudara” menghadirkan dinamika yang segar.

Lagu ini bukan sekadar narasi, tetapi juga refleksi tentang bagaimana keberagaman sudut pandang dapat berpadu dalam harmoni. Lebih dari itu, lagu ini diharapkan mampu menginspirasi pendengarnya untuk hidup berdampingan dalam keberagaman, menghargai perbedaan suku, ras, dan agama sebagai kekuatan, bukan pemisah.

Single Kita Semua Saudara sudah dapat dinikmati di berbagai platform streaming mulai Maret 2025 ini.

Continue Reading

iMusic

Cerita tentang hubungan Anak dan Ayah di single ‘Hunian’ bertajuk “Potret Kecil”

Published

on

iMusic.id – ‘Hunian’, sebuah group musik asal Jogjakarta baru saja hadir perkenalkan single ketiga berjudul “Potret Kecil”. Lagu ini memuat tema tentang peran seorang Ayah dalam tumbuh kembang seorang anak laki-laki.

Trio Ghozi, Elang dan Ancal yang tergabung dalam ‘Hunian’ ini memang acapkali membuat lagu dengan lirik – lirik yang bercerita tentang kehidupan yang merekam tentang romantisme – romantisme keakraban di lingkungan terdekatnya.

Mewakili ‘Hunian’, Elang menganggap single ketiga yang dirilis ini sebagai implementasi diri yang relate dengan tema dan lirik lagu “Potret Kecil” itu sendiri. Elang juga mengatakan bahwa cepat atau lambat seorang anak laki-laki yang berani akan segera menemukan jalannya sendiri.

“Aku menggambarkan diriku sendiri sebagai anak laki-laki pasti akan lepas dari orang tuaku untuk memilih jalan ku sendiri, Sedangkan ketika aku sudah punya anak, seolah aku melihat diriku yang tumbuh, berkembang, dan melangkahkan kaki untuk bergerak menjadi dewasa.” Terang Elang dari ‘Hunian’.

“Ketika seorang anak sudah bisa menentukan langkahnya sendiri, sebagai orang tua pastilah memberikan dukungan, doa, dan nasihat yang baik. Orang tua tak akan mengharap kembali, kasihnya tak terhingga sepanjang masa, Biarlah “Potret Kecil” menjadi doa setiap langkah dan napasnya. Barangkali hidup adalah doa yang panjang’, Tutur Elang.

Pada produksinya, di single “Potret Kecil”, posisi drummer dibantu sepenuhnya oleh Rizky Alan. Seperti single – single sebelumnya, penyelaras akhir dan finalisasi “Potret Kecil” dikerjakan oleh Ardha Buzzbanditz di Neverland Studio.

Tak hanya merilis single saja, Hunian juga merilis video klip di kanal You Tube resmi mereka. “Potret Kecil” ini juga mengakhiri trilogi single sebelumnya yaitu “Kota Besar”, “Bermuara” dan kemudian akan menjadi jembatan menuju album yang akan dirilis beberapa bulan lagi.

‘Hunian’ menjadikan “Potret Kecil” sebagai debut video klip di kanal YouTube resmi mereka. Video klip yang rencananya akan dirilis pada tangga 21 Maret 2025 ini memvisualisasikan lirik – lirik dari single ketiga mereka tentang hubungan orang tua khususnya ayah dengan anak laki-laki.

Video klip yang dibintangi oleh Arif Putranto sebagai seorang ayah dan Panji Firdaus sebagai seorang anak laki-lakinya ini jelas sekali memperlihatkan kota di mana band ini tumbuh dan berkembang. Di Yogyakarta juga diceritakan sebagai titik loncat pertama sang anak untuk mencapai cita-citanya di kota yang ingin ia tuju.

Processed with VSCO with a10 preset

“Ini menjadi video klip pertama yang kita buat. Secara produksi juga kami mandiri dan dibantu oleh teman-teman kami yang juga masih sering nge-band bareng,” kata Ghozi sang vokalis.

“Sejatinya sebuah grup band, karya yang pasti dimiliki selain audio adalah visual,” Ancal menambahkan.

Di setiap detik – detik di video klip ini juga diperlihatkan kilas balik saat sang anak laki-laki tumbuh dan berkembang. Momen hangat dan hampa bisa dirasakan bagi siapapun yang menontonnya, entah seorang ayah, anak laki-laki, atau mereka-mereka yang berperan sebagai orang tua dan anak.

Continue Reading

iMusic

Fufu Clan luncurkan single baru “Qur Sera”

Published

on

iMusic.id – Tak cukup merilis ‘Rungkad Remix’ di bulan Januari 2025, ‘Fufu Clan’ yang terdiri dari Hara, Elsha dan Faiz kembali memantapkan langkah musikalitas band mereka dengan rilisan terbaru “Que Sera”.

Seperti yang sudah dipertunjukkan dalam EP mereka di penghujung 2024 (Headshot of The Year), tidak butuh waktu lama untuk pendengar mereka terpikat dan tenggelam dalam dunia ‘Fufu Clan’.

“Que Sera” yang secara harfiah berarti ‘Apa yang terjadi’ dari bahasa Spanyol, menunjukkan secara naratif apa yang dilalui oleh ‘Fufu Clan’ dalam keseharian mereka.

“Lagu-nya bisa dibilang bittersweet secara cerita. Karena dari awal kita menyanyikan “Que Sera”, kita itu ibaratkan wajah panas terkena matahari pagi yang kemudian diikuti oleh alarm berbunyi. Sebenarnya kita tidak ingin bangun dari tidur, tapi ya apa daya: hari sudah tiba dan kita harus menjalaninya,” Ungkap sang penyanyi dan penulis lagu ‘Fufu Clan’, Elsha.

Dengan hook ‘Menantang kegagalan’ yang beberapa kali diulang oleh ‘Fufu Clan’, jelas lagu ini tidak menyiratkan suratan pesan kepada para pendengar untuk semangat dan melawan.

Menariknya dari ‘Fufu Clan’, pesan ini menjadi benang merah antar EP pertama mereka ke project-project lainnya di masa depan.

Elsha pun menambahkan: “Perlawanan dan perjuangan itu bisa datang dari hal kecil. Bangun tidur saat bersedih, malas menggosok gigi, hingga mencintai dirimu sendiri di cermin kaca, semua ini terasa sepele, tapi juga menjadi perang besar untuk sebagian orang. ‘Fufu Clan’ ada di sini untuk remind itu: lo nggak sendirian di sini, dan kemenangan-kemenangan kecil dalam hidup itu patut dirayakan,”.

Dari sisi dapur produksi, Hara dan Faiz merasa “Que Sera” adalah manifestasi saat sebuah band sudah saklek dan pede dengan antar anggotanya.

“Seperti band indie pada umumnya, lagu ini kita buat di dalam kamar kost. 2 hari lumayan mengurung diri, hanya keluar saat jam pulang atau jam makan. Tapi karena fokus luar biasa, “Que Sera” lahir. Benar-benar tidak ada merasa pressure atau pun dorongan ambisius. Ini kita hanya menyuarakan suara kami sebagai band, semoga banyak yang suka,” Kata Hara.

Faiz, yang akhirnya ‘pecah telor’ dengan menjadi produser di lagu ini, cukup bahagia dengan kebebasan yang didapatkan dari membuat segalanya sendiri.

“Ini benar-benar jadi lagu pertama gue untuk nge-produce. Selain Hara dan Elsha yang sudah satu otak dengan gue, pengalaman terbaik dari membuat “Que Sera” ini adalah kebebasan yang gue dapatkan dari keterbatasan. Kita menjadi lebih dekat antar satu sama lain sebagai manusia, benar-benar serba DIY, kita bertiga ngulik bersama. Kalau tadi sempat dibilang bittersweet oleh Elsha, gue setuju banget dengan itu. Namanya seniman miskin, ya modal untuk menciptakan karya memang benar-benar kembali ke niat,” Tutup Faiz

“Que Sera”, lagu terbaru dari ‘Fufu Clan’ siap untuk dinikmati di semua platform streaming digital favorit pendengar.

Continue Reading