iMusic – Empat aktor
muda berbakat diangkat sebagai Duta Festival Film Indonesia 2021. Prilly
Latuconsina, Angga Yunanda, Jefri Nichol, dan Tissa Biani
resmi dipilih menjadi wajah Festival Film Indonesia hingga Malam
Anugerah yang akan digelar pada hari pahlawan, 10 November 2021. Penunjukan ini
dilakukan langsung oleh ketua komite Reza Rahadian dengan kesepakatan
bersama komite lainnya.
Prilly Latuconsina memulai karier film sejak tahun 2013 dan
hingga kini telah membintangi 9 film, di antaranya merupakan box office
yaitu “Hangout” film terlaris kelima tahun 2016 dan “Danur: I Can See
Ghosts” film terlaris keempat belas sepanjang masa.
Meski tergolong baru dibanding lainnya, Angga Yunanda
langsung melesat kariernya sejak pertama kali main film di tahun 2018. Hingga
saat ini ia telah membintangi 9 film, salah satunya adalah “Dua Garis Biru”
film ketiga terlaris tahun 2019 dan membawanya dinominasikan untuk kategori
Pemeran Utama Pria Terbaik di Festival Film Indonesia 2019.
Dalam waktu yang singkat, Jefri Nichol yang mulai bermain
film di tahun 2017 telah membintangi 14 judul film. Di tahun 2017, ia
membintangi dua film box office sekaligus yaitu “Jailangkung” dan “Surat
Cinta Untuk Starla”.
Termuda di antara lainnya, Tissa Biani memegang kredit film
terbanyak dan memulai karier sejak masih anak anak. Di tahun 2014, ia
memenangkan penghargaan Piala Citra untuk kategori Pemeran Anak Terbaik
berkat perannya di film “3 Nafas Likas”. Ini merupakan kali kedua Tissa
ditunjuk sebagai Duta, melanjutkan posisinya yang sama di Festival Film
Indonesia 2020.
Festival Film Indonesia yang dianggap sebagai barometer bagi
insan perfilman Indonesia membutuhkan semua pihak untuk dapat bekerja sama,
terlebih anak muda yang merupakan masa depan bangsa. Keempat duta sepakat bahwa
perlu untuk mendukung Festival Film Indonesia terutama di masa ketika perfilman
membutuhkan dorongan semangat melewati masa yang sulit.
Angga mengatakan, “Piala Citra merupakan penghargaan
prestisius bagi insan perfilman indonesia. Penghargaan merupakan salah satu
bentuk apresiasi bagi pekerja film yang sudah berusaha semaksimal mungkin
bekerja keras dan menanamkan kecintaan yang luar biasa di setiap karya. Suatu
penghargaan menjadi titik awal untuk bisa berkarya lebih baik ke depannya.”
Prilly menambahkan, FFI dan anak muda harus bersinergi
bersama, “FFI bisa menjadi bahan bakar untuk semangat anak muda dalam
berkembang. Masih banyak sekali aktor muda yang merasa tidak mungkin bisa
bertahan di industri ini hanya karna digital aset seperti followers yang
dianggap tidak mencukupi.
Padahal lama atau tidaknya kita bisa ada di industri ini
karena karya dan kualitas diri bukan jumlah followers maupun likes. Dengan
adanya FFI yang didukung anak muda, kita bisa sama sama mengembalikan pola
pikir generasi muda. Bahwa kualitas diri tidak ditentukan oleh aset digital
melainkan kualitas diri dan kejujuran dalam berkarya.”
Tissa yang terpilih sebagai Duta untuk kali kedua menjelaskan
tugasnya dan rekan-rekan lainnya, “Karena kami semua adalah perwakilan generasi
muda kami akan memberikan informasi tentang Festival Film Indonesia dan film
Indonesia kepada para generasi saya agar mendapatkan kabar terkini. Kami juga
akan selalu memberikan inspirasi generasi muda untuk tetap mencintai film
Indonesia.”
Jefri menuturkan, “Terpilih menjadi duta FFI adalah sesuatu
yang membanggakan. Semoga kami dapat menyebarkan gaung Festival Film Indonesia
lebih jauh lagi dan memberikan kontribusi bagi kemajuan perfilman Indonesia.”
Reza Rahadian selaku ketua komite menyampaikan, “Anak muda
adalah penggerak perfilman Indonesia dan dengan terpilihnya empat anak muda ini
semoga Festival Film Indonesia dapat menjangkau lebih banyak orang dan
memberikan semangat bagi masyarakat.”
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 1955, Festival Film
Indonesia (FFI) digagas sebagai barometer perkembangan kualitas perfilman
Indonesia. Melalui berbagai penghargaan yang diberikan, publik dan kalangan
perfilman sendiri bisa membaca pencapaian terbaik yang dihasilkan pekerja film
tanah air selama setahun terakhir.
Di penyelenggaraan yang ke-41, Malam nominasi Piala Citra
rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober 2021, sedangkan malam
penghargaan pada tanggal 10 November 2021. Hari Pahlawan dipilih sebagai malam
penghargaan sekaligus momentum untuk mengusulkan Usmar Ismail, tokoh
film nasional yang melahirkan Festival Film Indonesia dan kiprahnya telah
diakui perfilman dunia, sebagai pahlawan nasional.
Informasi lebih lanjut dapat diperoleh dengan mengakses festivalfilm.id atau berkomunikasi dengan Nazira C. Noer (Humas Acara) dan Emira P. Pattiradjawane (Humas Penjurian). (FE)
iMusic.id – Mana yang harus dipilih, antara cinta sejati semasa kecil, atau cinta terhadap orang yang sudah menjadi pilihan oleh orangtua? Dilema itulah yang akan tersaji dalam film drama romance terbaru persembahan Josh Pictures, “Made in Bali.”
Mempertemukan seorang dalang muda wayang kulit Bali, Made (diperankan Rayn Wijaya), bersama sahabat semasa kecilnya yang selalu menemani, Niluh (Vonny Felicia), serta perempuan yang dijodohkan dengan Made, Putu (Bulan Sutena). Made adalah dalang wayang kulit Bali, sementara Putu, merupakan anak dari perajin wayang kulit. Keduanya seperti sudah ditakdirkan untuk bersama.
Layaknya hidup Made yang sudah ditentukan, kepada seni wayang kulit Bali ia mengabdi dan kepada Putu lah Made akan memberikan kasih sayang dan cinta sepenuh hatinya. Namun, seiring berjalan waktu, hati Made berkata lain. Hatinya, sebenarnya untuk Niluh. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Kisah romansa remaja yang tengah mencari arti cinta dan belajar mengenai kehidupan dalam “Made in Bali” dibalut dengan latar budaya Bali yang akan membuat cerita film ini magis dan romantis. Dengan latar belakang karakter yang kuat dari budaya Bali tentang dalang wayang kulit Bali muda, serta menampilkan lanskap Pulau Dewata yang tak hanya menampilkan keindahan alamnya, tetapi juga budaya dan sosialnya, termasuk festival layang-layang, pertunjukan wayang kulit, hingga Barong Bali.
Disutradarai oleh J.P. Yudhi, “Made in Bali” diproduseri oleh Joseph Tarigan. Di film ini, Joseph Tarigan juga turut menjadi produser eksekutif bersama Jemima Tarigan, Roy Shakti, Laudamus, Arianto Widjaja, dan Albert Tjandranegara.
“Made in Bali” dibintangi di antaranya oleh Rayn Wijaya, Vonny Felicia, Bulan Sutena, Naomi Hitanayri, Victor Agustino, Gusti Harindra, Roja Itakimo, Jaloe, Wina Marino, Nobuyuki Suzuki, Tri Ningtyas, Dian Sidik, dan Siska Salman.
Dengan skenario yang ditulis oleh penulis peraih nominasi Piala Citra FFI 2024 Oka Aurora, serta soundtrack film diisi oleh lagu-lagu dari Ariel NOAH, Manusia Aksara feat Savira Razak, Banda Neira, Hiroaki Kato, dan Gus Teja World Music, membuat film ini menjadi lebih puitik dan menyentuh hati.
“Film “Made in Bali” adalah drama romansa yang juga menyajikan perjalanan manusia dalam menemukan arti cinta di sebuah pulau yang indah. Bukan hanya pemandangan alamnya, tetapi juga jiwa dari orang-orangnya, serta daya pikat wayang kulit Bali yang menawan.
“Made in Bali” adalah perpaduan unik antara cinta dan budaya, yang menjanjikan pengalaman sinematik yang tak terlupakan,” kata produser film “Made in Bali” Joseph Tarigan.
Penulis skenario “Made in Bali” Oka Aurora mengatakan salah satu hal yang paling menarik adalah ketika ia melakukan riset untuk ceritanya. Oka banyak bertemu dengan seniman-seniman wayang dan anak-anak muda Bali.
“Awalnya, ini cerita cinta segitiga biasa. Tapi setelah ngobrol sama Ray Nayoan, sebagai kreator tokoh Made, Ray kasih ide untuk membuat Made sangat lokal. Ide dalang muda ini didapat dari Ray. Lalu muncul dari kami berdua ide menggabungkan wayang dengan anime dan dengan music j-rock (Japan Rock). Dari situlah tiga karakter utama dikembangkan,” kata penulis skenario “Made in Bali” Oka Aurora.
Rayn Wijaya, yang memerankan karakter Made mengaku banyak mempelajari bahasa dan dialek Bali dari lawan mainnya, Bulan Sutena, yang merupakan aktris berdarah Bali. Hal itu memudahkan Rayn untuk lebih memahami dan mendalami karakternya. Selain itu, di film ini juga mendapat pelajaran berharga dengan mengikuti workshop bersama maestro wayang kulit Bali.
“Senang sekali memerankan karakter Made, yang menjadi pengalaman berharga dan hal baru bagiku sebagai aktor. Aku banyak dibantu Bulan Sutena dalam memahami dialog yang aku sampaikan dengan bahasa Bali. Di samping itu, aku juga belajar tentang wayang kulit Bali dan menjadi dalang, dan aku sangat respect dengan para seniman tradisi yang mendedikasikan passion mereka terhadap warisan budaya dan leluhur,” kata Rayn Wijaya.
Sementara itu, Bulan Sutena menambahkan film “Made in Bali” pun menjadi pengalaman baru baginya. Sejauh ini, Bulan Sutena telah membintangi tiga film layar lebar, dan “Made in Bali” menjadi film drama romance pertamanya.
“Film “Made in Bali” adalah film drama romance pertamaku. Senang bekerja sama dengan para pemeran dan kru yang sangat profesional dan mumpuni di bidang mereka. Di film ini aku lebih banyak belajar untuk bisa mengolah emosi dan menunjukkan dinamika karakter lewat peranku sebagai Putu. Meski dimudahkan untuk mendalami karakter karena aku Bali, tetapi juga ada tantangan tersendiri seperti perbedaan karakter Putu denganku secara personal, sehingga harus memberikan range karakterisasi yang dapat menyampaikan ceritanya dengan kuat,” kata Bulan Sutena.
Film “Made in Bali” akan tayang di jaringan bioskop Indonesia mulai 20 Februari 2025. Sekaligus menjadi suguhan bagi penonton Indonesia pada bulan penuh cinta ini. Ikuti informasi terbaru film “Made in Bali” melalui akun Instagram resmi @madeinbali_themovie dan @joshpictures_official.
iMusic.id – Dua film persembahan Starvision yang disutradarai perempuan, “Perang Kota” dan “Sehidup Semati” tayang di International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025).
Starvision mengabarkan bahwa “Perang Kota” (The City is A Battlefield) yang disutradarai oleh Mouly Surya sekaligus melakukan penayangan perdananya (world premiere) di IFFR 2025 melalui program Limelight, sebuah program yang menghadirkan film-film world premiere dan menyoroti capaian sinematik dan menjadi program yang ditunggu-tunggu oleh penonton dan peraih penghargaan internasional.
Film “Perang Kota” diputar pada 31 Januari, lalu pada 2 Februari, dan sekaligus menjadi closing film IFFR 2025. Sementara, film “Sehidup Semati” (Till Death Do Us Part) akan tayang di program Harbour, sebuah program di IFFR yang yang mengusung identitas kota pelabuhan Rotterdam, menyajikan keragaman sinema kontemporer yang menjadi unggulan di festival ini. Starvision tentu bangga dengan pencapaian ini.
Film “Sehidup Semati” akan diputar di IFFR 2025 pada 7–8 Februari. “Starvision merasa terhormat bisa membawa dua film yang turut kami produksi untuk bisa ditonton oleh audiens internasional di IFFR 2025, Salah satu festival film di dunia yang sudah memiliki perjalanan panjang dan diakui oleh banyak insan film dunia.
“Dua film kami, “Perang Kota” dan “Sehidup Semati” menawarkan perspektif yang akan menarik bagi penonton film global. “Sehidup Semati” membawa isu kekerasan domestik dengan kemasan thriller, sementara “Perang Kota” adalah adaptasi dari karya sastrawan Indonesia, Mochtar Lubis,” kata produser “Perang Kota” dan “Sehidup Semati” Chand Parwez Servia.
Berlatar perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1946, “Perang Kota” menceritakan Isa, pahlawan perang dan guru sekolah, yang bermasalah di ranjang perkawinannya. Ia dipercayakan sebuah misi untuk menghabisi petinggi kolonial Belanda dalam usaha mempertahankan kemerdekaan. Di sisinya ada Hazil yang tampan dan bersemangat tinggi, yang diam-diam berupaya memenangkan hati Fatimah, istri Isa. Film ini merupakan adaptasi novel karya Mochtar Lubis, “Jalan Tak Ada Ujung.” Film ini dibintangi oleh Chicco Jerikho, Ariel Tatum, dan Jerome Kurnia.
“Bersyukur film “Perang Kota” dapat diputar perdana di IFFR 2025, yang merupakan edisi ke-54 festival ini. Senang bisa kembali ke Rotterdam setelah dua film saya sebelumnya juga diputar di festival ini. IFFR 2025 adalah pembuka dari perjalanan panjang film yang menjadi ko-produksi Indonesia, Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja,” kata sutradara “Perang kota” Mouly Surya.
Film “Sehidup Semati” mengikuti kisah Renata. Sejak kecil Renata ditanamkan jika kodrat seorang istri adalah mengabdi dan menjaga keutuhan rumah tangga. Masalah timbul ketika Edwin, suaminya yang abusif berselingkuh. Renata yang mendapatkan teror dari hadirnya perempuan lain bertekad menyelamatkan rumah tangganya.
Film ini dibintangi oleh Laura Basuki, Ario Bayu, Asmara Abigail, Chantiq Schagerl, Maya Hasan, Lukman Sardi, Whani Darmawan, Aqeela Dhiya, Ivanka Suwandi, Elly D Lutan, Verdi Solaiman, Patty Angelica Sandya dan lain-lain.
“Setelah tayang di Indonesia, film “Sehidup Semati” memiliki perjalanan yang lebih panjang dan berkesempatan untuk ditonton oleh penonton internasional di IFFR 2025. Semoga ini juga menjadi kesempatan perfilman dunia lebih mengenali perkembangan ragam sinema Indonesia,” kata sutradara “Sehidup Semati” Upi.
Ikuti perkembangan terbaru film-film persembahan Starvision melalui akun Instagram @starvisionplus dan TikTok @StarvisionMovie.
iMusic.id – Rumah produksi Anak Muda Jago dan Dapur Film sukses menggelar Gala Premiere film terbaru mereka, “Rahasia Rasa”. Bertempat di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta, acara ini menjadi malam istimewa yang dipenuhi antusiasme dan rasa penasaran akan sebuah kisah yang tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga menggugah selera!
Film yang siap tayang mulai 20 Februari 2025 ini mempersembahkan perpaduan antara cinta, ambisi, dan rahasia kuliner Nusantara yang tak lekang oleh waktu. Acara ini semakin meriah dengan kehadiran para pemain utama, termasuk Jerome Kurnia (Ressa), Nadya Arina (Tika), Valerie Thomas (Dinda), Ciccio Manassero (Alex), Slamet Rahardjo (Subroto), dan Yati Surachman (Mbah Wongso), serta produser Arsa Linggih dan sutradara Hanung Bramantyo.
Acara ini memberikan kesempatan kepada media dan tamu undangan untuk menyelami lebih dalam dunia Rahasia Rasa, yang menghadirkan keindahan budaya dan kelezatan masakan Indonesia dalam satu narasi sinematik yang memikat.
Film “Rahasia Rasa” mengisahkan perjalanan Ressa, seorang chef ambisius yang hidupnya berubah drastis setelah kehilangan indra pengecapnya. Dalam pencariannya untuk menemukan kembali makna rasa, ia bertemu kembali dengan Tika, sahabat masa kecil yang membawanya pada rahasia terbesar dalam dunia kuliner Nusantara.
Di balik buku legendaris Mustikarasa, tersimpan kisah lama yang mengikat banyak takdir, termasuk pengkhianatan dari orang yang paling dipercayainya. Film ini bukan sekadar drama romantis, tetapi juga eksplorasi mendalam tentang bagaimana makanan menyimpan sejarah, emosi, dan bahkan jawaban atas pencarian jati diri.
Dalam sesi konferensi pers, Arsa Linggih, selaku produser, berbagi visi dan misinya. “Anak Muda Jago hadir untuk memberikan sesuatu yang baru dan berbeda bagi industri perfilman Indonesia. Kami ingin menghadirkan cerita-cerita segar yang tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan pengalaman sinematik yang unik. Rahasia Rasa adalah langkah awal dari perjalanan panjang kami, dan kami berharap setelah film ini, akan lahir lebih banyak karya yang berani mengeksplorasi tema-tema menarik dan memberikan pilihan tontonan berkualitas bagi penikmat film Tanah Air.”
Sementara itu, Jerome Kurnia, pemeran utama, mengungkapkan tantangannya selama produksi. “Memerankan Ressa bukan hanya tentang akting, tapi juga belajar memahami dunia kuliner. Saya harus benar-benar belajar memasak dan memahami teknik seorang chef,” ujarnya.
“Selain itu, mas Hanung sebagai sutradara juga totalitas saat pengerjaan film ini, sampai mengajak Gregory, seorang food stylist terkenal untuk mendampingi saya dan para cast, agar bisa memberikan yang terbaik untuk film ini. Ini adalah pengalaman yang luar biasa, dan saya harap penonton bisa ikut merasakan perjalanan emosional Ressa,” ucap Jerome menambahkan.
Tak hanya di Jakarta, “Rahasia Rasa” juga akan menggelar gala premiere di Bali pada 15 Februari 2025. Sebagai destinasi kuliner dan budaya yang kaya, Bali menjadi tempat sempurna untuk memperkenalkan film ini lebih awal kepada para penonton yang siap terhanyut dalam cerita dan visual yang menggoda.