Connect with us

iLive

Review Mile 22: Misi Pengawalan 22 Mil Yang Lama dan Melelahkan

Published

on

iMovie – Rasanya hampir sebagian besar dari kita memiliki satu alasan general yang sama ketika memutuskan untuk menyaksikan film spy-action-thriller arahan Peter Berg (Patriot Day) ini. Iko Uwais.

Yap. Aktor kelahiran Jakarta berusia 35 tahun ini, memang salah satu dari sekian banyak putra bangsa yang sukses membawa nama Indonesia di kancah internasional. Semenjak debutnya di Meranatu (2009) Iko langsung mengkukuhkan dirinya sebagai sosok aktor laga Indonesia kelas dunia.

Oleh karenanya, tak heran apabila seiring berjalannya waktu, suami dari penyanyi Audy Item ini, mulai dilirik oleh banyak aktor dan sineas action Hollywood. Dan melalui film terbarunya bersama Mark Wahlberg (Ted) dan Lauren Cohan (The Walking Dead) ini, Iko bertekad untuk semakin meningkatkan status yang telah diraihnya tersebut.

Apakah ia sukses dalam menjalankan misinya tersebut?

Tanpa panjang lebar, Yap. Iko sukses besar mengukuhkan dirinya sebagai sosok aktor laga kenamaan Indonesia di mata dunia. Bahkan, kami berani katakan kalau performanya sebagai “aset” dari misi penghancuran Caesium yang sedang dijalankan oleh James Silva (Wahlberg) cs adalah performa terbaik Iko di sepanjang karirnya sejauh ini.

Iko sebagai karakter utama menjalankan peran yang diberikan dengan sangat baik. Ia mampu menghidupkan kemisteriusan serta kemabiguan Li Noor.

Kitapun dibuat terus bertanya hingga akhir apakah aksi penyerahan dirinya ke kedutaan besar A.S di Indocarr (sepertinya nama Indonesia yang diganti) untuk melakukan barter lokasi Caesium terakhir dengan keinginannya untuk keluar dari negaranya, memang tulus atau memang memiliki agenda tersendiri.

Selain performa dramatisnya, tentunya performa laga yang ditampilkan Uwais juga tidak kalah kerennya. Namun sayang, dikarenakan film ini lebih mengedepankan aspek action yang tembak-tembakan dan ledak-ledakan, alhasil pukulan serta tendangan Iko di film ini, tidak terasa senendang seperti di kedua film The Raid (2011, 2014) dulu.

Oke cukup memuji Iko. Sekarang, bagaimana performa dari dua rekan top-nya? Cukup bisa mengimbangi performa Iko. Terutama Cohan yang memerankan sosok agen wanita yang juga bermasalah dengan perkawinannya, Alice Kerr. Melalui perannya ini, si Maggie Greene di seri The Walking Dead ini, semakin sukses membuktikan kalau ia memanglah sosok aktris yang badass.

Tapi jangan salah. Kami juga suka banget dengan penampilan dramatis menyeramkannya sebagai Greta Evans di film horor underrated The Boy (2016). Dengan kata lain, aktris keturunan Inggris-Amerika ini, memang merupakan salah satu sosok aktris paling versatile saat ini.

Lalu bagaimana dengan Marky Mark? (kalau kalian mengerti panggilan Wahlberg ini maka kalian pastinya generasi 80an akhir dan 90an). Dirinya oke. Namun sayangnya di saat yang sama, penampilannya sangat gimmicky. Ciri khas-nya yang kerap cemas dan bertanya sana-sini, ditampilkan habis-habisa hingga kamipun merasa super annoying.

Si aktris sekaligus mantan petarung UFC, Ronda Rousey, hmmm apa yang mau dikomentari ya? Masalahnya ia selalu tampil sama persis di setiap film yang dibintanginya. Semoga saja dengan statusnya yang kini sebagai bintang wanita top WWE, lama-lama ia bisa dijadikan pemeran utama di proyek-proyek film berikutnya.

Oke. Untuk performa aktor tidak ada masalah. Namun bagaimana dengan kualitas plot-nya? Apakah sama kerennya? Jujur sejujur-jujurnya, kami benar-benar menyesal telah menghabiskan uang kami untuk menyaksikan film ini.

Karena Mile 22, memiliki plot super berantakan. Dari awal sudah terlihat tanda-tandanya. Dan semakin menjadi ketika mendekati bagian akhir. Permasalahan utamanya disini adalah film ini bingung ingin kemana arahan filmnya.

Fillm ini ingin menjadi film action sekaligus spionase? Film misi penyelamatan? Atau film drama konflik keluarga? Semuanya dijadikan satu padu yang alhasil membuat kita yang menyaksikan juga pusing dan malas sendiri. Kalau bukan karena ingin mendukung karir Iko, kami tentunya tidak akan menyaksikan filmnya.

Semakin pusing lagi ketika kami menyaksikan penggunaan teknik “shaky cam” yang salah oleh Berg ketika mengarahkan adegan laga Iko. Kami bingung saja. Apakah sebelum mengarahkan adegan pertarungan, ia menyaksikan penggunaan teknik shaky cam yang seperti diterapkan oleh Paul Greengrass di franchise Bourne? Karena seharusnya seperti itulah penerapan teknik shaky cam yang baik dan benar.

Dengan aspek-aspek negatif dan positif tersebut, lalu apakah Mile 22 layak untuk disaksikan? Kalau mind-set kalian ingin mendukung Iko. Maka wajib kalian saksikan. Karena seperti yang telah dikatakan sebelumnya, perannya sebagai Li Noor di film ini merupakan peran terbaiknya sejauh ini.

Tapi, kalau mind-set kalian ingin mendapatkan sajian film yang keren dan berkualitas. Sebaikanya kalian tunggu saja rilisan home video dari film ini. Itu saja kami ragu apa kalian memang ingin menghabiskan 100 ribu hanya untuk membeli home video film ini.

Namum pada akhirnya semua keputusan di tangan kalian. Semoga kalian memutuskannya secara bijak dan tentunya semoga saja ke depannya Iko juga bisa lebih bijak lagi dalam memilih proyek filmnya. Karena Iko pantas mendapatkan peran dan film yang lebih baik dari ini.

Score: 2.5 out of 5 stars

(marvi)

iLive

Iskandar Widjaja membius penonton di konsernya

Published

on

iMusic.id – Maestro biola asal Jerman keturunan Indonesia ‘Iskandar Widjaja’ membius sekitar 300 penonton saat menggelar konser intim bertajuk “An Intimated Evening with Iskandar Widjaja – The Art Of Strings” di D’Concert Room, Deheng House, Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (12/9/2025) lalu.

Iskandar Widjaja yang lahir di Jerman 6 juni 1986 ini tampil mempesona penonton yang malam itu hadir memadati lokasi acara hanya untuk menyaksikan kepiawaiannya dalam menggesek biola dan membuat komposisi musik yang ciamik.

Sebelum Iskandar Widjaja tampil, konser inti mini di buka oleh penampilan apik ‘Fermata String Quartet’ lewat nomor – nomor instrumental klasik seperti “Classical Kids Solomon: Arrival Of The Queen Of Sheba”. Membawakan sekitar tiga komposisi lagu lainnya yaitu “Eine kleine Nachtmusik, Besame Mucho” dan “Ancient Airs & Dances”, ‘Fermata String Quartet’ mampu membuat penonton nyaman menikmati suguhan musik mereka.

Sempat mengalami delay beberapa saat akibat kondisi hujan dan kemacetan yang melanda Jakarta malam itu, Iskandar Widjaja yang ternyata adalah cucu musisi Indonesia Udin Widjaja yangterkenal pada era Presiden Soekarno karena lagu-lagu gubahannya, memulai aksinya di panggung dengan dua lagi nasional yaitu “Bagimu Negeri” dan “Tanah Air Ku” yang kemudian dilanjut dengan nomor – nomor indah seperti – “Variations on a Theme by Corelli (Kreisler), Merry Go Round of Life (Joe Hisaishi) dan “A Million Dreams (The Greatest Showman)”, Iskandar Widjaja kemudian kembali membawakan dua lagu tanah air yaitu “Melati dari Jayagiri” dan  “Sepasang Mata Bola (Ismail Marzuki)”.

Dalam konser intim yang di hadiri oleh banyak musisi tanah air seperti “Daniel Mananta, Ita Purnamasari beserta sang suami Dwiki Dharmawan, Bagus NTRL, Candra Darusman, Syaharani, Cendy Luntungan, Riani Sovana dan lain – lain tersebut, Iskandar Widjaya tampil keren dengan diiringi oleh lima musisi pengiring. Perlu diketahui, Iskandar Widjaja ini sering melakukan konser di berbagai belahan dunia mulai dari Eropa, Amerika dan Asia dan Iskandar memiliki musisi pengiring di tiap negara untuk memudahkan dia melakukan konser.

Para penonton kemudian di suguhkan lagu – lagu yang semakin malam semakin seru karena Iskandar Widjaja juga semakin liar dalam memainkan biolanya. Nomor lagu seperti “Kiss The Rain (Yiruma), Perfect (Ed Sheeran), Love Yourself (J. Bieber/Ed Sheeran), Ode to Joy (Beethoven/Widjaja), He’s A Pirate (Pirates of The Caribbean) dimainkan Iskandar bersama para musisi pengiringnya dengan seru, apalagi ketika Iskandar memainkan satu lagu orisinilnya yang berjudul “Lacrimae” diambil dari bahasa Latin yang artinya “Air Mata”.

Lagu yang diciptakan sendiri oleh Iskandar Widjaja ini sangat istimewa karena bukan merupakan lagu instrumental melainkan ada lirik yang merupakan gabungan dari 5 bahasa dan dinyanyikan sendiri oleh Iskandar dengan oleh vokalnya yang juga luar biasa.

“Lagu ini memakai 5 bahasa yaitu Latin, Perancis, Jerman, Inggris dan Indonesia. Lagu ini merupakan lagu yang isi liriknya memotivasi orang untuk tetap semangat dalam hidup dan tetap mengandalkan Tuhan”, terang Iskandar Widjaja.

Iskandar Widjaja bukan hanya sekedar musisi yang mempunyai keturunan Indonesia dari kedua orang tuanya, Iskandar Widjaja berusaha membagi ilmu musiknya dengan musisi – musisi muda tanah air dengan cara membuka sekolah musik di Jakarta. Selain itu Iskandar juga terus memperkenalkan Indonesia keluar negeri dengan cara membawakan lagu – lagu nasional dan daerah di setiap konsernya di berbagai belahan dunia. Iskandar Widjaja sangat bangga dengan tanah airnya sehingga dia termasuk musisi yang selalu membuat harum nama Indonesia di mancanegara.

Usai menutup konser intimnya, Iskandar Widjaja sontak mendapatkan standing applause dari seluruh penonton yang hadir. Konser yang berjalan di tengah cuaca dingin Jakarta malam itu telah meninggalkan kesan yang indah dikalangan penonton malam itu. Luar Biasa Iskandar Widjaja!!

Continue Reading

iLive

Indohits Gigs #2 hari ini tampilkan rocker – rocker senior tanah air

Published

on

iMusic.idINDOHITS GIGS #2 bakal digelar pada Senin 8 September 2025 mendatang di Lithium Rooftop Bar Jl Radio Dalam Raya No. 17 Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta selatan yang akan dimulai pukul 20.00 wib.

Gelaran musik INDOHITS GIGS #2 yang digelar atas Kerjasama Cadaazz Pustaka Musik X Uthie Project kali ini mengusung tema “Rock Legacy”.

“Ya, ke depannya INDOHITS GIGS akan memilih penampil berdasarkan tema yang akan kita pilih dan kebetulan di Serie ke 2 ini kita memilih band yang memainkan musik rock, karena semangat kita para team panitia juga lagi ke musik rock. Bulan depan mungkin akan ada tema lain kok,” kata Fransiscus Eko sang inisiator event musik ini, Kamis (4/9/2025).

INDOHITS GIGS #2 ini akan menampilkan 6 band Rock dari berbagai warna, ada 2 rocker legend yang akan tampil yaitu Trison di Lawang Pitu dan Maully Gagola di Pureseven.

“Beliau beliau itu udah pasti nge rock banget lah. Selain itu ada Prison Of Blues, band punk psychobilly asal Temanggung yang sudah malang melintang di Eropa. Selain itu tentu ada band band yang unik lagi seperti Trodon, yang akan menampilkan lagu lagu progresif mereka, ada Partikel Penyusun Atom dan I Hate Band yang memainkan Brit pop rock. Pokoknya keren dan harus nonton langsung deh.”tutup Fransiscus Eko.

Continue Reading

iLive

Deheng House hadir dan sediakan ruang konser canggih di Jakarta

Published

on

iMusic.id – Para penikmat musik di area Jakarta Selatan kini semakin dimanjakan dengan diluncurkannya De’Concert RoomDeheng House di areal Taman Kemang, Jakarta Selatan. Venue baru ini dijamin bakal membuat nyaman para penikmat musik Jakarta dalam menikmati sebuah konser atau pertunjukan musik.

Tidak hanya menyediakan satu ruang konser dengan kapasitas yang besar di lantai 4, Deheng House juga menyediakan café dengan kapasitas lebih intim di lantai 2 dan sebuah ruang khusus untuk musisi dan pecinta musik jazz yang diberinama Jazz Lounge.

De’Concert Room di Deheng House hadir sebagai jawaban atas kebutuhan ruang konser yang nyaman dan layak yang di Jakarta sangat jarang di temui. De’Concert Room berkapasitas 300 – 400 orang dengan di lengkapi fasilitas yang sangat lengkap dari mulai panggung yang memadai, tata lampu profesional, videotron, serta sound system yang mumpuni. Tempat ini tidak hanya mengisi kekosongan ruang pertunjukan di Jakarta, tetapi juga memberikan ruang kreatif yang nyaman dan modern bagi para musisi dan penikmat seni.

Dengan kapasitas 300 – 400 orang, De’Concert Room – Deheng House mampu menciptakan suasana intim namun tetap megah, memberikan pengalaman konser yang berbeda dari venue konvensional di Jakarta.

Lokasi De’Concert Room – Deheng House di Taman Kemang yang strategis juga memudahkan akses bagi penonton dan pelaku seni. Dengan adanya Deheng House, para event organizer dan musisi mendapatkan ruang yang layak untuk menggelar pertunjukan berkualitas tanpa harus mencari venue di luar Jakarta.

De’Concert Room Deheng House membuka peluang lebih besar bagi pertumbuhan industri musik dan seni pertunjukan di Jakarta. Memberikan ruang bagi musisi independen dan komunitas seni untuk tampil dan berekspresi dengan fasilitas yang mendukung. Mendorong peningkatan kualitas acara dan pengalaman penonton melalui teknologi panggung dan audio visual yang canggih.

Potensi menjadi pusat kegiatan seni yang dapat menarik perhatian publik dan meningkatkan geliat ekonomi kreatif di kawasan Kemang. Secara keseluruhan, keberadaan Deheng House sangat penting untuk mengatasi kekurangan concert hall di Jakarta dan menjadi pionir dalam menyediakan ruang pertunjukan yang modern dan profesional.

Continue Reading