Connect with us

iMovies

Review The Predator: Tribute Shane Black Yang Membuat Arnold Schwarzenegger Ingin Langsung Kabur Dengan Helikopternya

Published

on

iMovies – Bagi kalian yang mungkin belum mengetahui, sutradara film Predator terbaru yang sedang kita ulas sekarang ini, adalah Shane Black. Black adalah sosok sutradara yang tidak hanya dikenal sebagai sutradara yang memiliki karya mumpuni seperti: Kiss Kiss Bang Bang (2005) dan The Nice Guys (2016).

Lebih dari itu, sutradara asal Pittsburgh, Pennsylvania ini juga dikenal sebagai seorang aktor. Dan salah satu film yang dibintangi di awal karir ke-aktorannya adalah film orisinil Predator (1987) yang mana di filmnya ia berperan sebagai Rick Hawkins.

Dengan fakta tersebut, tentunya kita langsung merasa tenang binti teryakini kalau The Predator berada di tangan yang tepat. Even setelah melihat kumpulan cast yang beberapa diantaranya adalah sosok aktor yang biasa tampil di genre komedi, sekali lagi kami merasa positif bahwa Black tahu apa yang akan dilakukannya.

Namun ketika akhirnya kami menyaksikan film yang naskahnya juga ditulis oleh Black ini, rasa positif yang telah terbangun langsung berubah menjadi negatif habis-habisan.


Yap dengan kata lain, The Predator adalah salah satu film hype yang berakhir sangat mengecewakan yang dirilis di tahun ini. Dan kamipun juga bertanya disini: WHY BLACK WHY? Pasca menyaksikan adegan pembuka yang menampilkan kembalinya Predator ke bumi, secara perlahan tapi pasti, film ini kian terlihat kacau tak beraturan.

Pengaturan adegan demi adegan, plot demi plot terasa seperti “copy-paste” alias terlihat tidak terlalu menyambung dan tidak logis. Kami sulit mendeskripsikannya. Tapi kalau kalian adalah movie buff, pasti kalian tahu banget dengan apa yang kami katakan ini.

Saking berantakannya pengaturan adegan demi adegannya, kamipun sempat tertidur sebentar beberapa menit menjelang babak final. Tapi untungnya, kami terbangun dan sempat menyaksikan adegan ending yang terasa datar walau, memang kami mengerti bahwa ending tersebut dibuat demikian untuk persiapan sekuelnya mendatang.

Aspek negatif tersebut semakin diperparah dengan penampilan aktor-aktornya yang biasa-biasa saja (untungnya tidak buruk). Dan bisa dipastikan penampilan mereka yang tidak wah ini, dipengaruhi habis-habisan oleh pengarahan Black yang super berantakan tersebut.

Untung saja, aktor-aktor ini tidak mentah-mentah mengikuti pengarahannya. Terlihat beberapa dari mereka ber-improvisasi dan bahkan terlihat maksimal. Tapi ya walau sudah mencoba semaksimal mungkin, dengan naskah yang kacau balalu tersebut, tetap saja kemaksimalan yang ada menjadi sangat terbatas.

Namun kalau mau memilih mana yang paling keren dan maksimal penampilannya, adalah Olivia Munn (X-Men: Apocalypse) yang memerankan pakar biologis Dr. Casey Bracket dan si imut berusia 11 tahun, Jacob Tremblay (The Room) yang memerankan anak dari karakter utama film ini, Quinn McKenna (Boyd Hollbrook), Rory McKenna.

Tremblay sangat jago banget memerankan sosok Rory yang menderita autis namun, selalu penasaran dengan hal-hal yang dianggapnya “aneh”. Spefisiknya disini, adalah perlengkapan Predator yang ia temukan di dalam paket kardus yang dikirim Quinn ke rumah mereka.

Sedangkan Munn, well seperti kita tahu semenjak dirinya mulai terkenal melalui program berita video game online top G4, wanita asal Oklahoma ini memang sudah memiliki kharisma yang keren. Dan kharisma keren tersebut telrihat sekali disini. Namun di saat yang sama, aktingnya juga tetap terlihat maksimal.

Melihat fakta tersebut, rasanya tak berlebihan apabila kami katakan bahwa seharusnya karakter Casey Bracket-nya lah yang menjadi karakter utama di film ini ketimbang Quinn McKenna.


Faktor lain setidak nya membuat film ini masih sedikit watchable adalah tentunya penampilan si Predator sendiri yang mana, setiap kali tampil langsung memberikan kita teror dan beberapa anggota tubuh yang berserakan.

Pokoknya setiap kali dirinya muncul, rasa jenuh ketika menyaksikan filmnya pun menghilang. Dan tentunya ini merupakan hal yang bagus dan yang memang seharusnya terjadi. Toh film ini berjudul Predator bukan? Akan sangat freak kalau karakter yang menjadi judul filmnya, malah justru yang tidak mendominasi.

Namun sayang sekali dikarenakan dari awal adegan pembuknya sudah menampilkan tone yang condong ke drama dan action, alhasil feel horor nan mencekam yang seharusnya dirasakan ketika melihat sang Predator menjadi berakhir begitu-begitu saja.

Pada akhirnya, sangat disayangkan Black gagal menghidupkan kembali feel “tradisionil” dari franchise milik Jim & John Thomas ini. Hal ini alhasil membuktikan bahwa walau seseorang yang menjadi sutradara adalah fans atau pernah terlibat dalam salah satu film lamanya, tak lantas akan menjamin dirinya bisa sukses juga dalam mewujudkan visinya ke dalam seri terbarunya yang ia tangani.

Kami sekarang jadi ingin mengetahui bagaimana perasaan pemeran Alan Schaefer di film orisinilnya, Arnold Schwarzenegger, ketika nantinya menyaksikan film ini. Kami terka pasti si “Governator” akan langsung teriak memanggil helikopter untuk sesegera mungkin “diungsikan” dari dalam teater.

Score: 2 out of 5 stars

(marvi)

iMovies

Film “Rego Nyowo” perkenalkan “pocong gantung”

Published

on

iMusic.id – Diangkat dari thread viral @kelanara di X berjudul “Kosan Berdarah”, Hitmaker Studios bersama Legacy Pictures dan Masih Belajar Pictures mengangkat cerita ini ke dalam layar lebar dengan judul “Rego Nyowo”.

Berbekal kisah nyata tentang kejadian-kejadian tidak nyaman bahkan mengerikan yang dialami di kehidupan kos-kosan berkaitan dengan gangguan makhluk halus, Rocky Soraya, sang produser mengajak sutradara Rizal Mantovani untuk mengeksekusi film “Rego Nyowo” ini ke layar lebar.

Mengambil set lokasi utama perkebunan pohon pisang yang luas, Hitmaker Studios mencoba memvisualisasikan secara nyata seperti aslinya. Proses syuting pun sangat terasa menyeramkan, ketika ingin mengambil gambar di lokasi aslinya karena banyak penunggu makhluk halus di kosan tersebut yang mengganggu, sehingga syuting “Rego Nyowo” pun harus berpindah lokasi.

Rocky Soraya memilih pemain untuk memerankan karakter – karakter di film “Rego Nyowo” dengan ketat dengan proses pendalaman karakter yang dilakukan lebih dari 2 bulan. Film horor yang memperlihatkan visual mewah yang memanjakan mata penonton ini melakukan proses syuting di Padalarang, Puncak, Malang, dan Cibubur.

Film “Rego Nyowo” memperkenalkan villain hantu yang merupakan terobosan baru di industri film horor dengan menampilkan hantu berupa pocong yang di setiap penampakannya terlihat ada tali yang mengikat lehernya seperti gantung diri.

“Saya dan Rizal berusaha membuat sesuatu yang baru di film “Rego Nyowo” ini, setelah melalui diskusi dan uji coba maka terciptalah hantu “Pocong Gantung” ini. Saya perhatikan, Pocong itu kalo digantung jadi tambah sere mya”, Ujar Rocky Soraya.

“Selain Pocong Gantung”, pocong disini berbeda dari film pocong lainnya karena si pocong punya lidah yang bisa menjulur panjang untuk menaklukan manusia”, tambah Rizal Mantovani.

Film “Rego Nyowo” dibintangi oleh sederet aktris serta aktor muda ternama Tanah Air seperti Sandrinna Michelle, Ari Irham, Diah Permatasari, Erwin Moron, Cassandra Lee, Rayensyah Rassy, Zayyan Sakha, Sheva Audrey, Sinyo Riza, Zoe Jireh, Zasa Zefanya, Robert Chaniago Timor dan Michael Russel. Walaupun ada kendala bahasa dimana Sebagian besar cast harus memerankan tokoh yang berbeda suku dengan kesehariannya, namun para cast mengaku senang melakukan proses syuting film ini.

Sinopsis :

Lena (Sandrinna Michelle) datang dari Jakarta ke Malang untuk kuliah bersama kakaknya, Benhur (Ari Irham). Mereka tinggal di kos milik sepasang suami istri, Bu Astri (Diah Permatasari) dan Pak Wiryo (Erwin Moron) yang baik dan ramah. Kos itu bagus, murah, nyaman, dan penuh kehangatan. Setiap minggunya Bu Astri mengundang seluruh penghuni kos untuk makan malam bersama. Tapi kos yang tenteram, berubah menjadi penuh kejanggalan ketika seorang anak kos mengalami mimpi aneh. Ia meyakini kos itu angker, bahkan menyebut ada pocong gantung. Awalnya, Lena dan yang lainnya tidak percaya, hingga ia sendiri melihatnya dan teror mengerikan terjadi. Kos ini bukan kos biasa. Ada harga yang harus dibayar. Bukan uang, tapi nyawa. Gimana kelanjutan kisahnya? Saksikan “Rego Nyowo” tayang di Bioskop Mulai 31 Juli 2025.

Continue Reading

iMovies

Film “Lyora : Penantian Buah Hati” ceritaka ketangguhan pasutri

Published

on

iMusic.id – Jarasta Enterprise, Paragon Pictures dan Ideosource Entertainment merilis official trailer & poster film drama keluarga “Lyora: Penantian Buah Hati” yang mengisahkan perjuangan Meutya dan Fajri, sebagai pasangan suami-istri yang sedang berjuang mendapatkan buah hati.

Setelah official teaser trailer yang dirilis sebelumnya mendapat sambutan hangat dari para pejuang garis dua, dalam official trailer “Lyora: Penantian Buah Hati” menghadirkan penampilan apik dari Marsha Timothy dan Darius Sinathrya yang selalu bersama, mewakili ketangguhan dan kesetiaan pasangan pejuang garis dua.

Pada film “Lyora: Penantian Buah Hati”, diceritakan Meutya (Marsha Timothy), seorang wanita karir dengan segala kesibukannya, berusaha untuk memiliki keturunan di usianya yang sudah tidak lagi muda. Bersama suaminya, Fajrie (Darius Sinathrya), mereka menjalani berbagai program kehamilan, salah satunya bayi tabung. Dalam perjalanannya mengikuti program tersebut, Meutya dan Fajrie menghadapi lika-liku hidup penuh kegagalan dan rasa kehilangan yang mendalam, namun tidak pernah pupus dari perjuangan dan pengharapan.

Disutradarai Pritagita Arianegara, serta diproduseri oleh Virgie Baker, Robert Ronny dan Pandu Birantoro, film “Lyora: Penantian Buah Hati” menjadi film drama keluarga emosional pertama di Indonesia yang mengangkat perspektif perempuan dan pasangan dalam perjuangan memiliki anak.

“Film Lyora: Penantian Buah Hati” adalah film yang mewakili jutaan suara perempuan Indonesia yang sedang atau pernah berjuang diam-diam untuk menjadi ibu. Melalui film ini, kami ingin menumbuhkan empati dan kesadaran, infertilitas dan tekanan memiliki anak bukan hanya beban bagi perempuan, tapi juga perjuangan bersama pasangan,” ujar Virgie Baker.

Sutradara Pritagita Arianegara berharap dengan lika-liku yang dihadapi oleh pasangan Meutya dan Fajrie di film ini dapat memberikan motivasi dan semangat bagi sesama pejuang garis dua.

“Film ini sangat personal buat saya. Saya tahu rasanya menunggu, mencoba, dan gagal. Lewat Lyora, saya ingin memeluk mereka yang masih berjuang dan mengingatkan bahwa ini bukan perjuangan satu orang saja,” jelas Pritagita Arianegara.

Memerankan karakter Meutya, bagi Marsha Timothy memberikan pengalaman emosional yang berbeda dalam kisah inspirasi keluarga. Ia harus menyelami perasaan-perasaan rumit yang dialami seorang calon ibu yang tengah berjuang memiliki anak termasuk menghadapi kenyataan keguguran yang terjadi berulang kali dalam prosesnya.

“Meutya adalah perwakilan dari banyak suara perempuan yang menjadi pejuang garis dua. Di film ini, Meutya seperti menjadi perwakilan suara-suara yang selama ini jarang dibicarakan. Bagaimana perjuangan para perempuan dan pasangannya yang ingin memiliki momongan,” ujar Marsha Timothy.

“Perjuangan menantikan buah hati bukan beban satu orang. Film ini membuka ruang diskusi tentang pentingnya peran suami dalam perjuangan memiliki anak bukan hanya tanggung jawab istri,” tambah Darius Sinathrya.

Selain Marsha dan Darius, film Lyora: Penantian Buah Hati juga dibintangi oleh Widyawati, Aimee Saras, Olga Lydia, Hannah Al Rashid, Ariyo Wahab, dan Ivanka Suwandi. Skenario film ini ditulis oleh Titien Wattimena & Priska Amalia. Januar R. Kusuma dan Andi Boediman duduk sebagai produser eksekutif.

“Lewat Lyora, kami percaya bahwa film bisa membuka ruang percakapan yang selama ini dianggap terlalu pribadi. Dari percakapan itu, muncul keberanian untuk saling mendengarkan tanpa menghakimi,” tutup Januar R. Kusuma.

Ikuti informasi terbaru tentang film drama “Lyora: Penantian Buah Hati” melalui akun Instagram resmi @paragonpictures.id. Film Lyora: Penantian Buah Hati tayang di bioskop Indonesia mulai 7 Agustus 2025.

Continue Reading

iMovies

Film “Labinak : Mereka Ada Disini bakal tayang 21 Agustus

Published

on

iMusic.id – Anami Films mempersembahkan film horor terbaru dengan genre yang tak biasa, berjudul “Labinak : Mereka Ada Disini”. Disutradarai oleh Azhar Kinoi Lubis, film ini dibintangi oleh Raihaanun, Arifin Putra, Giulio Parengkuan, Nayla D. Purnama, Chantiq Schagerl, Jenny Zhang, Aimee Saras, dan Ivanka Suwandi.

Menjelang tayang pada 21 Agustus 2025 di bioskop, “Labinak : Mereka Ada Disini” merilis official trailer dan poster yang menampilkan teror psikologis tentang kanibalisme. Terinspirasi dari urban legend tentang praktik kanibalisme yang dilakukan oleh kalangan elite untuk mempertahankan usia panjang, “Labinak : Mereka Ada Disini” tak hanya memberikan teror rasa takut. Film ini juga membawa kengerian tentang ketimpangan sosial ekonomi yang memperlihatkan betapa menyeramkannya manusia.

Dalam official trailer yang dirilis, “Labinak : Mereka Ada Disini” memperlihatkan perjuangan kasih seorang Ibu bernama Najwa (Raihaanun) yang berusaha melindungi anaknya, Yanti (Nayla Purnama) dari ritual kanibalisme kuno sekte Bhairawa. Film horor “Labinak : Mereka Ada Disini” mengisahkan Najwa, seorang guru honorer yang hidup secara kekurangan dan menjadi penyintas kekerasan seksual. Najwa pergi ke Jakarta demi masa depan lebih baik, tapi justru ia kembali menjadi korban sebuah ritual kanibalisme dari keluarga sekte Bhairawa. Putrinya, Lisa, yang ternyata merupakan anak dari seorang kanibal, mewarisi kehidupan mewah, namun harus dibayar dengan harga moral yang sangat mahal.

Diproduseri oleh Prakash Chugani, Deepak Chugani, Dilip Chugani dan Sanjeev Bhalla, film horor “Labinak : Mereka Ada Disini” ingin mengajak penonton untuk merenungkan tentang realitas sosial yang lebih besar, dengan kemasan genre horor yang tak biasa.

“Film horor “Labinak : Mereka Ada Disini” ingin menyampaikan cerita yang menyeramkan namun sekaligus penuh makna. Menggabungkan folklor, ketidakadilan dalam kehidupan yang nyata, dan kritik sosial lewat genre horor dengan kemasan baru, untuk menggugah pikiran penonton,” kata produser Dilip Chugani.

“Film ini membawa kritik sosial melalui karakter Najwa serta keluarga Bhairawa. Bagaimana ketidaksetaraan ekonomi menciptakan kebrutalan yang membawa mereka yang tidak memiliki pilihan pada situasi yang ditumbalkan. Secara simbolis, horor di film ini adalah situasi yang terjadi pada sosial ekonomi kita saat ini,” tambah produser Sanjeev Bhalla.

Sementara itu, sutradara Azhar Kinoi Lubis menerangkan, film horor ini memberinya pendekatan baru dalam mengeksekusi konsep genre horor Indonesia. Dengan tema yang baru dan menyegarkan, diharapkan film ini akan memberikan eksplorasi baru dalam perfilman Indonesia.

Continue Reading