Connect with us

iMusic

Rock&Roll, Gypsi, Eksplorasi Melayu Pada “Tafsir Mistik” Single Kedua “The Panturas”.

Published

on

iMusic – Petualangan menunaikan misi multi kultural dalam rangka menyambut terbitnya album penuh kedua The Panturas kembali bergulir. Layar telah terkembang menuntun kapal ekspedisi mereka melanglang menuju dermaga berikutnya, single berjudul Tafsir Mistik.

Sebuah lagu yang memperlihatkan corak musikal berbeda dari klab selancar rock kontemporer asal Jatinangor, Jawa Barat ini. Bila di single pertama, Balada Semburan Naga, yang keluar akhir 2020 silam mereka menjelajahi melodi kolosal Mandarin dan mengawinkannya dengan celotehan cablak tembang gambang kromong Betawi, kini giliran dramatisnya nada Melayu dipadukan bersama harmoni gitar musik Gipsi yang unik, Arabik binti akrobatik.

‘Tafsir Mistik’ menyuguhkan simfoni yang baru dan segar, tidak saja bagi para pendengarnya, tapi juga terhadap The Panturas sendiri sebagai sang empunya lagu. Mereka menantang kebiasaan lama membawakan nomor-nomor surf rock bertempo cepat dengan menciptakan sesuatu yang relatif lebih lambat, bahkan tergolong mendayu, dalam usaha meneladani langgam pop Melayu yang identik dengan nama-nama legendaris seperti D’Lloyd atau The Mercy’s.

‘Tafsir Mistik’ termasuk salah satu karya The Panturas yang beritme paling pelan. Buat kami ini gaya baru karena memainkan kord gitar yang terus berganti tangga nada. Dengan intro Melayu lalu di bagian tengah dimasukkan karakter musik Gipsi/Balkan. Kami tidak ingin menjadi monoton dengan menciptakan lagu-lagu surf rock yang puritan,” ujar bassis Bagus ‘Gogon’ Patria.      

Adalah Django Reinhardt, seorang pemain gitar gypsy-jazz asal Prancis yang tersohor di era paska Perang Dunia II dengan karakter istimewa ‘dua jari pada fret’ yang mengilhami vokalis/gitaris Abyan Zaki Nabilio – akrab disapa Acin – untuk menuliskan lagu ini. Ia mengaku begitu terobsesi sehingga dorongan kreatif yang timbul dirasakan bersifat personal. Ia yang membuat kerangka dasar, berkutat dengan solo gitar, pula memikirkan liriknya. Acin mengatakan, melalui lagu ini bandnya memastikan kalau surf rock juga mampu menerabas batas-batas klasifikasi sebagai suatu genre musik.

Semua bisa dijadikan ‘surf,’ sebutnya, apa pun itu hidangan sampingannya; entah Melayu, jazz, blues, rockabilly, folk, indie rock, atau gambus sampai rancak keroncong sekali pun. Itulah yang sedang dilakukan The Panturas, bereksperimen menggado-gado berbagai jenis musik tanpa harus kehilangan ciri khas gitar surf yang twang. Tidak heran ‘Tafsir Mistik’ kemudian terdengar begitu sinematik sejak bunyi akordeon pada intro lagunya membelai telinga. Tujuan diciptakannya lagu itu agar orang-orang yang menikmati kelak bisa sejenak luwes berjoget, tidak melulu pogo.

Khusus mengenai lirik, Acin menggali keresahan yang tak kalah personalnya. Ia mengiris problematika sosial, terutama dengan banyak bertebarannya para pemikir karbitan era sosial media. Kehadiran mereka membuat kondisi semakin bias, semakin mengaburkan pemahaman akan makna nilai-nilai baru di masyarakat. Dan Acin memanggil semua orang itu dengan sebutan manusia setan.  

“Yang merasa idealisme mereka paling benar. Tidak melihat kepada relativisme budaya. Bahwa benar atau salah itu tergantung dari kacamata kita masing-masing, bukan sesuatu hal yang mutlak. Daripada menghakimi, mendingan kita menghargai proses bagaimana mereka bisa mencapai pemahaman ‘benar atau salah’ tersebut,” jelasnya.

Inilah babak baru penulisan lirik bagi The Panturas. Kalau sebelumnya dramer Surya Fikri Asshidiq lebih banyak memegang peranan, mulai album kedua ini Acin turun tangan lewat sejumlah diksi yang menggelitik. Pengaruh literasi terbesar Acin datang dari kegemarannnya membaca karya sastra fiksi, yang dianggapnya medium terbaik untuk menyampaikan kenyataan. Sebagai contoh, penggunaan kata ‘ruqyah,’ ‘amuh,’ ‘rakyu,’ atau ‘mustakim.’ Bahkan ia menemukan sebuah nomina anyar berbunyi ‘swanirwana.’

‘Ruang khayalan yang telah kau buka/Beri pembenaran pada dosa-dosa, manusia yang takabur neraka/dan coba ciptakan swanirwana.’

Kekuatan lirik tersebut juga diamini produser ‘Tafsir Mistik’, sekaligus keseluruhan calon album kedua mereka nanti, Lafa Pratomo. “Acin punya proyeksi lirik yang luas, dalam, dan tersaturasi dengan apik. Kemampuannya menulis jauh melampaui usia anak-anak lain di angkatannya.”

Sementara dari segi aransemen musikal, menurutnya ini merupakan lagu paling prima yang pernah diciptakan The Panturas. Keunggulan yang berasal dari keberanian untuk keluar dari zona nyaman lagu-lagu tipikalis surf rock yang kebut. Hal itu membuktikan jika mereka tidak stagnan, fokus melangkah maju dengan segala upaya pengaktualitasan karya.

“The Panturas sudah tahu apa yang ingin mereka lakukan terhadap lagu-lagunya. Buah yang dihasilkan sudah matang, gue tinggal mengeluarkan sari-sarinya saja sebagai produser. Ketika berada di studio, satu-satunya hal yang mereka pikirkan adalah musiknya. Tidak ada hal lain,” cetus Lafa Pratomo yang dikenal sukses menangani lagu dan album dari sederet musisi seperti Danilla, Polka Wars, Sal Priadi, Nadin Amizah serta Mondo Gascaro.

Selain mencapai level baru dalam penulisan musik, rilisnya single ini juga menafsirkan misteri perihal album penuh kedua The Panturas yang digadang-gadang bakal terbit pada pertengahan 2021 nanti. Akan menyusul juga dalam waktu dekat sebuah music video yang bakal membuat keantikan lagu Tafsir Mistik terasa semakin hidup dalam pandangan visual.  

“Kami akan merayakan keragaman budaya. Ibarat sebuah kapal yang tengah mengarungi archipelago Nusantara, musik yang tersaji nomadik jenisnya, dari Broadway sampai ke Semenanjung Arab. Fusion dari surf rock, punk, garage, waltz, Mandarin, Balkan, hingga ritmik Melayu,” pungkas Bagus ‘Gogon’ Patria.

 The Panturas adalah: Abyan Zaki Nabilio – Vokal/Gitar, Rizal Taufik – Gitar, Bagus ‘Gogon’ Patria – Bas, Surya Fikri Asshidiq – Drum. (FE)

iMusic

Band Jogja, Shakey rilis single baru “Yang Ada Padamu”

Published

on

iMusic.id – Shakey adalah adalah band asal Yogyakarta yang terbentuk pada 5 Maret tahun 2000. Dalam perjalanan musiknya, Shakey sudah mempunyai dua album kompilasi dimana salah satunya membawa mereka menjadi band yang me-nasional dengan lagu “Miliki Aku” dalam album kompilasi Indie Ten 2 tahun 2002.

Perjalanan panjang itu juga yang membuat mereka mempunyai dua album musik berbentuk kaset dan CD pada tahun 2004 dan 2008. Shakey saat ini adalah format ke 3 dengan beranggotakan empat personil yaitu Dinno (vocal), Opik (Bass), Dionn (keyboard), Andrie (drum).

Genap perjalanan 25 tahun mereka. Shakey meluncurkan single “Yang Ada Padamu” yang menjadi kerinduan tersendiri bagi penggemarnya. Single yang begitu lama ditunggu ini tetap mempertahankan warna dan corak musik Shakey. Rasa otentik timbre vokal Dinno menjadi ciri khas setiap lagu yang dikeluarkan. Nuansa Pop-Rock pada single “Yang Ada Padamu” ini juga tetap memberi sentuhan Shakey tahun 2000-an awal dimana kental dengan distorsi dan ketukan drum yang tight,

Di tahun 2025 ini Shakey, juga merilis album-album terdahulunya di kanal musik digital yang memberikan nafas baru bagi Shakey untuk kembali berkarya. Dinno, vokalis dari Shakey juga adalah penulis lagu dalam single baru shakey dimana ia adalah pencipta lagu-lagu beberapa artist ternama seperti Rossa, Rio Febrian, Nagita Slavina dan memproduseri lagu-lagu seperti Anneth, Armand Maulana, Ruth Sahanaya dan beberapa artist lainnya. Opik, bassis dari band ini juga punya peran bermusik bersama Seventeen, Armada dan banyak musisi lainnya.

“Yang Ada Padamu” jadi lagu pertama yang dirilis Shakey untuk menjadi momentum lahirnya band ini. Di produseri oleh Sasi Kirono, Shakey menunjuk Sasi karena kiprahnya tak main-main dalam memproduseri musisi Jogja seperti Putri Ariani.

“Yang Ada Padamu” bercerita tentang seseorang yang mengagumi seorang lain. Dimana ia belum dapat memilikinya namun dalam hati kecilnya ia akan bisa mendapatkan hati seseorang itu nantinya.

Kali ini, Shakey merilis single ini dengan konsentrasi promo di Radio. Radio adalah platform musik yang membersamai Shakey dalam berkarya sejak dulu. Mereka betul-betul besar di Radio, khususnya di Yogyakarta. Dimana karya pertama mereka di perkenalkan pertama kali oleh Radio di Yogyakarta. Karenanya, bagi Shakey, Radio adalah partner yang sangat berarti bagi perjalanan mereka.

Selamat menikmati “Yang Ada Padamu”

Continue Reading

iMusic

Stand Here Alone kolaborasi dengan Tresno Tipe X di single “Kura – Kura”

Published

on

iMusic.id – Sulit rasanya menutup mata dari lagu ini. Ada kejujuran yang berdesir pelan di balik nada riang “Kura-Kura”, kolaborasi antara Stand Here Alone (SHA) dan Tresno, sang vokalis legendaris Tipe-X. Lagu ini bukan sekadar kisah patah hati yang dibungkus jenaka, tapi semacam pengakuan halus bahwa cinta memang kerap berakhir dengan cara yang tidak gagah-gagah amat. Kadang lucu, getir, bahkan absurd. Seperti kisah pria yang ditinggal kekasihnya demi seseorang yang, entah kenapa, “berwajah seperti kura-kura.”

Namun justru di situlah letak keindahannya. “Kura-Kura” adalah cara Stand Here Alone dan Tresno mengubah duka jadi tawa, mengubah kecewa jadi bahan bakar untuk bernyanyi lebih kencang. Mereka seperti ingin bilang: jangan gentar meskipun ditikung reptil, sebab bahkan orang dengan paras hewan melata pun kadang bisa mengajari kita cara menerima nasib dengan elegan, patah hati tidak lagi tentang meneteskan air mata, tapi menghasilkan nada-nada yang membuat dada sesak dan bibir tersenyum di waktu yang sama.

Lagu kolaborasi Stand Here Alone dengan Tresno ini, dengan segala kesederhanaannya, mengingatkan bahwa kita tak berhak untuk dibuat sedih. Dunia sudah terlalu riuh untuk ditambahi keluh kesah yang tidak perlu. “Kura-Kura” hadir seperti kawan lama yang menepuk bahu, berkata pelan: sudahlah, tidak semua janji harus ditepati, tidak semua cinta harus berakhir bahagia, dan tidak semua luka harus disembuhkan, beberapa cukup ditertawakan.

Melalui proyek Album Nusantara, Stand Here Alone menunjukkan bahwa punk dan ska tak melulu soal pemberontakan, tapi juga tentang kelapangan hati. “Kura-Kura” menjadi semacam pernyataan lembut bahwa kehilangan bisa seindah pertemuan, bahwa humor adalah selimut terbaik bagi hati yang pernah robek, dan bahwa hidup, betapapun kejamnya, masih pantas ditertawakan, terutama ketika cinta pergi bersama seseorang yang bahkan kura-kura pun mungkin enggan bercermin padanya.

Single “Kura-Kura” sudah tersedia di seluruh platform digital dan video musiknya dapat disaksikan di kanal YouTube resmi Stand Here Alone.

Continue Reading

iMusic

Sundari Gasong luncurkan single “Sedih”

Published

on

iMusic.id – Setelah merilis single perdana berjudul “Ku Rindu” ciptaan Andri Ikola, penyanyi sekaligus penulis lagu Sundari Gasong kini memperkenalkan karya terbarunya bertajuk “Sedih” sebagai single kedua. Berbeda dari karya sebelumnya, lagu ini merupakan ciptaan Sundari sendiri.

“Penggarapan single kedua ini tidak jauh berbeda dengan proses single pertama. Aku tetap mempercayakan Debios Ikola sebagai Music Director dan Sis Akbar untuk proses mixing dan mastering. Aku juga tetap berdiskusi dengan kakak kandungku, Andri Ikola, hingga lagu “Sedih”  siap dirilis,” ujar Sundari Gasong.

Lagu “Sedih” pertama kali ditulis Sundari Gasong pada tahun 2009. Lagu ini mengangkat kisah tentang kesedihan seorang jomblo yang memendam perasaan cinta tanpa keberanian untuk mengungkapkan.

“Lagu ini sebenarnya dibuat untuk adik kelas aku, Mega F. Yohana, alumni SMAN 1 Boedoet Jakarta angkatan 2008. Terinspirasi dari seorang laki-laki yang dulu menjadi pemujanya,” tutur Sundari Gasong.

Dalam single ini, Sundari sengaja menghadirkan konsep musik yang sederhana, agar pendengar dapat lebih merasakan emosi sedih yang menjadi inti cerita lagu tersebut.

Single “Sedih” resmi dirilis pada 12 Desember 2025 di seluruh digital music platform. Sementara video musiknya akan menyusul dan direncanakan tayang di kanal YouTube resmi Sundari Gasong setelah proses produksi rampung.

Sundari juga menyampaikan pesan khusus kepada pendengar:

“Buat para jomblo, cobain deh dengerin lagu ini pas lagi sedih. Insya Allah sedihnya dapet.”

Continue Reading