Connect with us

iLive

Selamat, Inilah Daftar Lengkap Pemenang Ami Awards 2018

Published

on

iMusic – Walaupun ajang bergengsi Ami Awards 2018 yang bertemakan #SatuMusikIndonesia sudah selesai digelar, tetapi euforia kemeriahannya masih terasa hingga sekarang. Perasaan senang dan bangga dirasakan oleh nominasi hingga pemenang Ami Awards tahun ini.

Acara yang digelar di Ecovention, Ancol, Jakarta tersebut memberikan penampilan dari beberapa band ternama Indonesia dari era-90an hingga musik masa kini, seperti Marian Jola ft. Rayi, Shaggy Dog ft. Siti Badriah dan AKA NDX, Rossa ft. Yovie Widianto, Kotak ft. Ita Purnamasari dan Cakra Khan, Ikke Nurjanah ft. Cita Citata dan Fildan, Rizky Febrian ft. Yura Yunita, Afgan ft. Isyana dan Rendy pandugo, hingga penyanyi Betharia Sonata berkolaborasi dengan Maria Simorangkir.

48 buah piala diberikan kepada para pemenang dalam malam puncak acara yang sudah berusia 21 tahun tersebut, dan inilah daftar lengkap pemenang Ami Awards 2018 :

Pendatang Baru Terbaik Terbaik: Marion Jola – Jangan

Album Terbaik Terbaik: Detik Waktu : Perjalanan Karya Cipta Candra Darusman (Various Artist) – Signature Music Indonesia / Demajors

Karya Produksi Terbaik Terbaik: Honey Honey (Count Me In) – Dipha Barus & Monica Karina (Pon Your Tone / Juni Records)’

Artis Solo Wanita Pop Terbaik: Yura Yunita – Harus Bahagia

Artis Solo Pria Pop Terbaik: Anji – Menunggu Kamu

Duo/Grup/Vokal Grup/Kolaborasi Pop Terbaik: Arsy Widianto & Brisia Jodie – Dengan Caraku

Pencipta Lagu Pop Terbaik: Eross Candra – Film Favorit (Sheila On 7)

Penata Musik Pop Terbaik: Ari Renaldi – Harus Bahagia (Yura Yunita)

Album Pop Terbaik: Detik Waktu : Perjalanan Karya Cipta Candra Darusman (Various Artist)

Artis Solo Pria/Wanita Rock/Instrumentalia Rock Terbaik: Toto Tewel – Kontra

Duo/Grup/Vokal/Kolaborasi Rock Terbaik: Pee Wee Gaskins – Fluktuasi Glukosa

Album Rock Terbaik: Kebersamaan – Indonesia Kita

Artis Instrumentalia Jazz Terbaik: Joey Alexander – Moments Notice

Artis Jazz Vokal Terbaik: NonaRia – Antri Yuk

Album Jazz Terbaik: Metamorfosa – Andien

Artis Solo Pria/Wanita R&B Terbaik: Isyana Sarasvati – Winter Song

Duo/Grup/Vokal/Kolaborasi R&B Terbaik: Gamaliel Audrey Cantika – Sailor

Artis Solo Pria/Wanita Dangdut Terbaik: Fildan – Terima Kasihku

Artis Solo Pria/Wanita Dangdut Kontemporer Terbaik: Siti Badriah – Lagi Syantik

Duo/Grup/Kolaborasi Dangdut/ Dangdut Kontemporer Terbaik: Shaggydog & NDX AKA Familia – Ambilkan Gelas

Pencipta Lagu Dangdut/Dangdut Kontemporer Terbaik: Yogi RPH & Donall – Lagi Syantik (Siti Badriah)

Penata Musik Dangdut/Dangdut Kontemporer Terbaik: Bayu Onyonk – Jaran Goyang (Nella Kharisma)

Artis Solo Laki-laki dan Perempuan Anak-anak Terbaik: Naura – Berani Bermimpi

Duo/Grup/Vokal/Kolaborasi Anak-anak Terbaik: Jakarta Movement of Inspiration, Maisha Kanna & Annisa Haryanti – Lihatlah Lebih Dekat

Pencipta Lagu Anak-anak Terbaik: Simhala Avadana & Duhita Panchatantra – Berani Bermimpi (Naura)

Penata Musik Lagu Anak-anak Terbaik : Erwin Gutawa – Do’a Untuk Orang Tua (Aura Gutawa)

Karya Produksi Kroncong/ Kroncong Kontemporer/Langgam/Stambul Terbaik: Dony Koeswinarno, Tompi – Hanyalah Untukmu

Karya Produksi Alternatif Terbaik: NOAH – Jalani Mimpi

Karya Metal/ Hardcore Terbaik: Seringai – Selamanya

Karya Produksi Rap/ HipHop Terbaik: Dipha Barus, Ramengvrl, A. Nayaka & Matter Mos – Decide

Karya Produksi Reggae/ Ska/ Rocksteady Terbaik: Souljah, Neida & Ilham HiVi! – Bebas Bebas Aja

Karya Produksi Kolaborasi Terbaik: Sheryl Sheinafia, Rizky Febian & Chandra Liow – Sweet Talk

Karya Produksi Original Soundtrack Terbaik: Raisa – Teduhnya Wanita (Ost Ayat Ayat Cinta 2)

Karya Produksi Grup Vokal Terbaik: Gamaliel Audrey Cantika – Suara

Karya Produksi Lagu Berbahasa Daerah Terbaik: Jogja Hip Hop Foundation – Ngene/Ngono

Karya Produksi Lagu Berlirik Spiritual Islami Terbaik: Sabyan – Ya Maulana

Karya Produksi Lagu Berlirik Spiritual Nasrani Terbaik: JPCC Worship – Sampai Akhir Hidupku

Karya Produksi Instrumentalia Terbaik: Gerald Situmorang – Dice

Karya Produksi Dance Terbaik: Soundwave – Peace

Karya Produksi Elektronika Terbaik: Dipha Barus & Monica Karina – Money Honey

Karya Produksi Progressive Terbaik: ILP – Ascension

Karya Produksi Folk/ Country/ Balada Terbaik: Endah N Rhesa – Menua Bersama

Karya Produksi Urban Terbaik: Afgan, Isyana Sarasvati & Rendy Pandugo – Heaven

Karya Produksi World Music Terbaik: Dwiki Dharmawan & Dewi Gita – Impenan

Karya Produksi Re-aransemen Terbaik: Hanin Dhiya – Pupus

Produser Rekaman Terbaik: Anindyo Baskoro, Ilman Ibrahim Isa & Arya Aditya Ramadhya / Universal Music Indonesia – Jangan (Marion Jola & Rayi Putra)

Grafis Desain Album Terbaik: Ardneks – Transition (Rafi Muhammad)

Tim Produksi Terbaik: Brotherland Studio & Mabes Music – ‘Lagu Untukmu’ (Raisa).

(Tito/iMusic)

iLive

Gelar konser “The Crown”, Queennara buktikan kemajuan sejak bergabung di UIG College

Published

on

iMusic.id – Penyanyi, penulis lagu dan content creator cantik, Queennara menggelar resital musik bertajuk “The Crown” di Gedung Kesenian Jakarta, Selasa 02/07/25. Gedung Kesenian Jakarta menjadi saksi bersinarnya talenta dari Queennara tersebut.

Konser ini merupakan bagian dari DVISVARA Annual Recital Series, platform eksklusif bagi mahasiswa UIC College dalam menampilkan pencapaian artisitik dan akademik mereka. Di balik gemerlap panggung dan kemegahan aransemen live string dan brass section “The Crown” dari Queennara menjadi perwujudan keberanian, elegansi dan transformasi emosional.

Sebagai bagian dari USG Education, ekosistem pendidikan Internasional terpercaya di Indonesia, UIC College merupakan satu-satunya program pathway musik akademis berstandar internasional yang telah dijalani oleh Queennara. Melalui kurikulum BTEC dari Inggris, siswa dapat menempuh studi 1 (satu) hingga 2 (dua) tahun di Indonesia, sebelum melanjutkan studi ke universitas – universitas terkemuka dunia untuk meraih gelar sarjana.

Program Artist Development di UIC College of Music dirancang tidak hanya untuk mengasah keunggulan akademis dan keahlian praktikal, tetapi juga menumbuhkan ide-ide kreatif dan inovatif yang otentik. Ini adalah ruang di mana seniman muda seperti Queennara dipersiapkan untuk memperkaya industri musik, baik di dalam maupun luar negeri.

“Queennara adalah contoh nyata dari filosofi pendidikan kami: membentuk seniman yang tidak hanya mahir secara teknis, tetapi juga kuat dalam menyuarakan identitas dan nilai personalnya,” ujar Niluh Komang Aimee Sukesna atau biasa dikenal sebagai Aimee, Kepala Kampus USG Education BSD.

Dalam konser “The Crown”, Queennara membagikan kisahnya, sebuah perjalanan musikal yang ia racik sendiri selama menempuh studi di UIC College of Music. Bertema Empowerment, Elegance, and Emotional Transformation, konser ini menjadi deklarasi jati diri.

“The Crown” adalah simbol perjalanan saya sebagai perempuan, seniman, dan individu yang sedang belajar untuk berdiri tegak dengan cerita dan suara sendiri. Ini bukan semata soal status, tetapi tentang keberanian menjadi diri sendiri di dunia yang terus berubah. UIC College bukan hanya memoles saya untuk meraih cita-cita di industri musik, tapi juga membantu mewujudkan impian saya untuk mengembangkan pengetahuan hingga ke luar negeri,” ujar Queennara.

Konser ini menjadi puncak pencapaian Queennara selama belajar di UIC College BSD, memperlihatkan dedikasi dan perkembangan artistiknya. Sebelumnya, ia juga memukau publik melalui Junior Recital di ZODIAC Jakarta.

Kini dengan skala yang lebih besar, Queennara menggandeng musisi profesional dari band Asian Beat, serta tampil di hadapan tamu-tamu istimewa seperti produser musik, penyanyi, presenter TV, hingga figur publik dan pelaku industri kreatif lainnya.

Queennara, musisi muda dengan suara kuat, visi jujur, dan pesan berani, membawakan karya-karya musik pilihan yang mencerminkan perjalanan emosional dan kepekaan artistiknya. Dari soft rock ballads, cinematic pop, hingga alternative R&B, seluruh komposisi dikemas dalam aransemen live yang teatrikal dan menyentuh. Gedung Kesenian Jakarta, dengan keanggunan klasik dan akustik superiornya, menjadi panggung yang ideal untuk pertunjukan ini.

“The Crown bukan sekadar konser. Ini adalah cermin potensi besar generasi muda Indonesia di industri kreatif dunia,” ungkap Adhirama G. Tusin, CEO USG Education. “Melalui kurikulum berbasis industri dan pengalaman belajar dunia nyata, UIC College membekali siswa dengan lebih dari sekadar ijazah, kami membentuk karakter dan kesiapan untuk bersaing secara global.”

Program-program UIC College memang berfokus pada real-world learning: mulai dari produksi musik, kolaborasi profesional, penciptaan karya orisinal, hingga manajemen diri sebagai artis independen. Semua ini diajarkan langsung oleh para praktisi dan mentor berpengalaman.

“Yang membuat recital ini spesial bukan hanya kualitas musiknya, tapi juga keberanian artistiknya. Queennara membuktikan bahwa musik bisa menjadi tempat membagi rasa, ia menyampaikan cerita, emosi, dan refleksi dengan cara yang menyentuh,” ujar Irman F. Saputra, Koordinator Akademik UIC College Musik.

Dengan ribuan alumni yang kini berkiprah di berbagai belahan dunia, USG Education terus menjalankan misinya: membuka akses pendidikan internasional yang terjangkau, berkualitas, dan relevan untuk masa depan. Melalui program seperti TBI, UJC, Uniprep, UIC College, dan Unistart, USG Education membangun ekosistem pembelajaran menyeluruh, dari tingkat dasar hingga universitas luar negeri.

“Kami di UIC College percaya bahwa pendidikan seni bukan hanya tentang teknik, tapi juga tentang karakter, refleksi diri, dan keberanian mengekspresikan suara personal. Queennara adalah bukti nyata bagaimana siswa kami berkembang menjadi seniman yang otentik dan relevan,” tutup Aimee.

Melalui konser seperti The Crown, UIC College of Music menegaskan komitmennya untuk terus melahirkan generasi seniman Indonesia yang siap menginspirasi dunia melalui karya dan karakter, Karena di sinilah semua mimpi besar bermula.

Continue Reading

iLive

Komunitas Salihara Gelar tari “Sloth Canon” bersama T.H.E dan Company 605

Published

on

iMusic.id – Sebuah kolaborasi kelompok tari antara The Human Expression / T.H.E (Singapura) dan Company 605 (Kanada) mempersembahkan karya terbaru mereka dalam pertunjukan “Sloth Canon pada 28-29 Juni 2025 mendatang.

“Sloth Canon” merupakan hasil gagasan dan koreografi dari Anthea Seah (T.H.E) dan Josh Martin (Company 605), dua figur penting dalam dunia tari kontemporer Asia dan Amerika Utara. Bersama lima penari dari berbagai latar belakang, Brandon Lee Alley, Haruka Leilani Chan, Chang En, Billy Keohavong, dan Rebecca Margolick, pertunjukan ini menafsirkan ulang pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kerja kolektif, tubuh, kecepatan, dan ilusi dalam masyarakat

Koreografi di dalam “Sloth Canon” menceritakan dunia paralel penuh absurditas yang dimasuki oleh para penari, di mana gerak tubuh menjadi representasi dari “ambisi” yang  mengalami berbagai turbulensi. Ketika gelembung imajinasi mereka mulai mendekati dunia realitas, karya ini mengajak penonton memasuki dunia yang tidak stabil dengan pikiran magis yang kompulsif.

Sebagai kelompok seni asing, Indonesia menjadi negara pertama dalam tur mereka dan menampilkan karya “Sloth Canon”. Sebelumnya pentas ini perdana dilakukan di negara asal masing-masing kelompok yakni Singapura dan Kanada, Indonesia menjadi negara pertama di luar negara asal mereka–sekaligus wadah baru dalam mempertunjukkan karya seni lintas-benua ini.

“Ini adalah pertama kalinya saya mengenal istilah Komunitas Salihara. Kami sering menggambarkan tim “Sloth Canon” sebagai sebuah peradaban mikro, jadi datang ke komunitas Salihara terasa seperti peradaban yang melayang bertemu dengan peradaban lain yang berakar di ruang ini.

Kami benar-benar antusias bisa membawakan “Sloth Canon” di ruang dan budaya seperti ini, dan yang paling kami tunggu adalah kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan komunitas lain yang ada di sini.” ujar Anthea Seah, Koreografer T.H.E dalam merespons pertunjukkan mereka di Teater Salihara.

Hal serupa pun juga dirasakan oleh Josh Martin, Koreografer Company 605 saat ditanya bagaimana reaksi kelompok saat akan membawakan karya ini di Salihara. Menurutnya, pengalaman pertama di Indonesia ini membuat ia ingin bersinergi baik dari segi budaya, lingkungan, hingga ruang pertunjukan dalam mempersembahkan apa yang sudah mereka persiapkan untuk pertunjukan nanti.

“Sloth Canon” akan menemani akhir pekan pengunjung Salihara secara perdana. Untuk bisa menikmati pertunjukan ini, pengunjung bisa melakukan pemesanan tiket di tiket.salihara.org dengan harga Rp110.000 (Umum) dan Rp55.000 (Pelajar).

Continue Reading

iLive

Skandal 310 Hadir Untuk Kembali Bangkitkan Kejayaan Musik Ska di Indonesia.

Published

on

By

iMusic.idSkandal 310 sebuah gerakan kolaborasi yang di gagas oleh tiga band Ska yaitu The Authentic , Noin Bullet dan Sindikat Lantai Dansa yang ingin kembali membangkitkan Kejayaan musik Ska di Tanah Air.

Tak hanya itu hadirnya Proyek Skandal 301 ini menjadi perlawanan terhadap stagnasi skena ska, serta upaya serius untuk memperkuat regenerasi di tengah perubahan cepat industri musik tanah air.

Terbentuknya project Skandal 310 menurut personil Sindikat Lantai Dansa saat mereka (Noin Bullet, The Authentic, dan Sindikat Lantai Dansa) waktu itu ketemu di sebuah acara, akhirnya mereka ngobrol -obrol dimana ada pemikiran melakukan pergerakan dalam membangkitkan kembali musik Ska di Indonesia.

“Ya udah kita coba ramukan. Dari nama sih belum kita sebut ya. Tapi yang jelas kita bergerak seperti apa sih. Ceritanya disini kita terdiri dari tiga band dan akhirnya kita putuskan kita punya misi mengerakkan Ska kedepannya tanpa aturan. Dari tiga band ini dengan satu visi dan tanpa aturan namanya apa ya. Ya udah kita namain 310. Nama 310 tapi kurang cocok kalau cuma 310 tanpa nama depan, ok blink aja ada 182, akhirnya depannya kita namain Skandal, Skandal 310,”ujar Iwan Bossman dari Sindikat Lantai Dasar saat jumpa pers di Glamz Antasari, Jakarta, Jumat (27/6/2025).

Dengan mengusung semangat “satu nada, tiga generasi”, Skandal 310 mempertemukan kekuatan lintas usia dan pengalaman. Tiga band dari latar belakang berbeda bersatu untuk memperkenalkan ulang ska kepada publik—terutama generasi muda melalui pendekatan yang autentik, segar, dan eksploratif. Bukan hanya sekedar irama cepat dan tiupan klakson, tapi juga kebebasan berekspresi yang menjadi ciri khas ska.

Kekhawatiran akan stagnasi penikmat dan pelaku ska menjadi alasan utama tindakan proyek ini.

“Regenerasi skena ska berjalan lambat dan membutuhkan dorongan nyata. Maka dari itu, Skandal 310 juga turut membuka jalan bagi band-band muda seperti Orji , serta unit-unit ska baru dari berbagai daerah. Gerakan ini ingin memastikan bahwa ska terus tumbuh dari akar dan tidak sekadar menjadi nostalgia. ‘Kebetulan kan The Authentics aktif lagi jadi ada barengan nih di 310. Ya udah kenapa ga bareng.”kata Personel The Authentic Dawo.

“Kalo dilihat secara karakter 3 band ini berbeda. Setidaknya bisa kasih tahu ke publik, Ska itu banyak loh gak cuma yang sudah ada. Akhirnya ngobrol-ngobrol di WhatsApp ada Skandal 310.” ungkap Hadi Irhamsyah dari Noin Bullet.

Skandal 310 mendapat dukungan dari sejumlah merek lokal seperti D9, Toku dan Alder . Bersama mereka, proyek ini merancang tur keliling kota bertajuk “Jalan Turi” , yang akan menyambangi Karawang, Pekalongan, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya. Uniknya, di setiap kota, sistem “subnet” dibuka untuk memberi ruang tampil bagi band lokal, memperluas semangat regenerasi dan membangun jaringan ska yang lebih inklusif.

Langkah besar Skandal 310 tidak berhenti di panggung. Mereka juga tengah menyiapkan album kompilasi nasional yang akan memuat karya-karya dari para pendiri gerakan ini dan musisi ska dari berbagai penjuru Indonesia. Kompilasi ini dirancang sebagai dokumentasi hidup dan bukti bahwa ska Indonesia belum mati justru siap menyala lebih terang di masa depan.

Skandal 310 bukan sekadar proyek musik. Ini adalah gerakan lintas generasi, regeneratif, dan kolektif yang membawa harapan baru bagi masa depan musik ska Indonesia.

Gerakan ini Menginspirasi generasi muda untuk bermain, mencintai, dan melestarikan musik ska sebagai bagian dari identitas budaya dan ekspresi kolektif. Langkah ini bukan sekadar acara, bukan sekadar tur ini adalah gerakan. Sebuah bentuk perlawanan terhadap stagnasi. Sebuah ajakan untuk terus bergerak, agar skena ska Indonesia tetap hidup dan relevan. Tiga band, satu suara. Tidak ada yang lebih tinggi. Tidak ada yang lebih rendah. Semua setara. Semua bersuara. Semua bergerak bersama—karena dalam ska, kita equal. (EH)

Continue Reading