Connect with us

iMusic

Sigit Wardana rasakan perih di single “Luka Tak Berdarah”

Published

on

iMusic.id – Sigit Wardana penyanyi, pencipta lagu sekaligus vokalis band kembali hadir di blantika musik tanah air dengan single terbarunya bertajuk “Luka Tak Berdarah (LTB)” di tahun 2025 ini.

Ada yang berbeda dari rilisan terbaru pelantun lagu “Kisah Hidup Bapak-bapak” ini, lagu ini adalah lagu out of the box buat Sigit Wardana. Sebuah lagu yang mengisahkan sakitnya kehilangan yang tak terlihat tapi sakit begitu dalam sehingga lagu ini terasa mellow berbeda dengan lagu-lagu miliknya sebelumnya.

“Lagu bercerita tentang rasa kehilangan yang tak terlihat secara fisik, “luka” yang tak berdarah tapi meninggalkan bekas perih di hati. Tokoh lagu merindukan pengertian dari orang yang pergi, berharap si mantan bisa merasakan posisi dan luka yang ditinggalkan. Intinya: rindunya nyata, sakitnya ada, tapi tak tampak di luar, lebih ke luka batin dan penyesalan”, ujar Sigit Wardana

“Pesan lagi ini, jangan remehkan luka yang tidak terlihat. Lagu ini juga mengajak untuk berempati, mencoba mengerti posisi orang lain sebelum pergi, dan menghargai perasaan yang mungkin tidak tampak di luar. Ada juga unsur harapan agar mantan “mengerti” kalau tinggalkan itu menyakitkan”, tambahnya.

Pemilihan lagu “Luka Tak Berdarah” ini sebenarnya bukan suatu kebetulan, karena saat itu Sigit merasa belum mendapat lagu project Solonya yang pas untuk dirilis.

“Karena tahun 2025 saya perlu rilis single baru, tapi jujur saya belum menulis lagu baru yang cocok untuk projek solo. Kebetulan lagu LTB ini sudah saya dengar cukup lama tapi ditulis oleh Alexander Ongko untuk penyanyi lain. Menurut saya waktu pertama denger, lagunya bagus dan ternyata penyanyi itu gak jadi nyanyiin lagunya, ternyata jodoh lagunya untuk saya”, cerita Sigit.

Untuk proses rekaman hingga akhir nya rilis menurut Sigit Wardana tidak terlalu lama, karena memang lagunya sudah ada. Namun ada kendala yang cukup signifikan.

“Prosesnya ga terlalu lama, karena memang lagunya udah ready. Tinggal proses workshopnya aja. Kurang lebih 1-2 bulan. Mungkin yang cukup lama adalah mencocokkan jadwal saya, produser musik & studionya”, kata Sigit.

“Kendala utama adalah menangkap nuansa emosi yang halus di vokal dan memilih aransemen yang tidak “membebani” lirik. Juga soal penjadwalan studio dan koordinasi musisi yang sempat mundur-mundur, tapi semuanya akhirnya solid.”ungkap pemilik EP “November” ini.

Dalam single terbarunya ini Sigit melibatkan Alexander Ongko. gitaris “Halus Lembut” Band sebagai pencipta lagu, ada M. Aditia Sahid a.k.a Acoy dari Rocker Kasarunk sebagai produser musik dan Cathyn Hartanesthy dari Sun Of Monday yang mengisi suara latar.

Menuut Co-Executive Producer Fransiscus Eko, Di single LTB ini Sigit harus rela meninggalkan zona nyaman nya, “progresi lagu ini sangat berbeda dengan lagu lagu yang biasa Sigit nyanyikan, gw rasa ini adalah single Sigit yang paling dark sepanjang karir bermusiknya, ada beberapa lagu sedih yang pernah dia bawakan sebelumnya, tapi LTB ini yang paling dark dan Sigit cukup berhasil membawakannya”.

“Lagu LTB ini seperti menemukan jodohnya ketika dibawakan oleh Sigit Wardana. Gw punya lisensi lagu ini dari Ongko untuk memproduksinya dan awalnya gw tujukan lagu ini untuk seorang penyanyi perempuan yang baru saja menjuarai Karaoke Word Championship tahun 2021 di Finlandia, tapi sangat disayangkan managementnya waktu itu merasa kurang cocok dengan lagu ini, Lalu untuk kedua kalinya lagu ini gagal di bawakan oleh salah satu penyanyi perempuan dari artis management gw sendiri yang setelah dicoba take vokal berkali – kali kurang dapat feel nya. Hingga akhirnya gw tawarkan ke Sigit dengan effort merubah vibe lagu yang harusnya untuk perempuan menjadi lebih maskulin namun tetap galau”, kata Fransiscus Eko.

Artwork Bunga Mawar Hitam dan Konsep Video Musik Dalam Lift

Dalam Single terbarunya ini Sigit memilih Mawar hitam sebagai artworknya, menurutnya Mawar itu kan salah satu simbol keindahan, tapi saat digabungkan dengan warna hitam jadi sesuatu yang berbeda karena biasanya hitam itu melambangkan kegelapan, kesunyian, kesedihan.

“Jadi mawar hitam di artwork Luka Tak Berdarah itu melambangkan sesuatu yang Harum & indah terkadang bisa juga menyakitkan. Untuk pengerjaan artworknya,k ayak single sebelumnya saya kembali minta tolong anak pertama saya ‘Naralifa’ buat menggambar mawar hitamnya. Biar lebih terasa personal aja.” kata Sigit.

Konsep Video Musik “Luka Tak Berdarah” Dalam Lift

“Konsep VM lagu LTB sebenernya bukan konsep baru buat gw. Konsep syuting dengan memakai lokasi hanya sebuah Lift dengan berbagai ekspresi kehidupan nyata ini pernah hampir gw tuangkan lewat band yang juga berada di artis management gw. Namun karena berbagai hal konsep ini urung di laksanakan, nah di lagu LTB nya Sigit Wardana inilah baru bisa terealisasi”, terang Fransiscus Eko selaku konseptor di VM “Luka Tak Berdarah”.

“VM ini bercerita tentang kejadian di sebuah Lift apartemen dimana Sigit Wardana yang sedang dalam keadaan sedih / galau harus bertemu dengan orang orang sesama pengguna lift dengan berbagai masalahnya. Memang cerita di VM ini sama sekali tidak ada korelasinya dengan lirik LTB, Gw hanya mengambil vibe kesedihannya LTB saja lalu membungkusnya dengan realita permasalahan hidup yang di gambarkan secara full ekspresi baik Sigit maupun model model di dalam lift tersebut dan menurut gw hasilnya cukup unik dan memuaskan”, jelas Fransiscus Eko.

“Gw, Sigit dan team management plus Farid Zafran selaku Sutradara merangkap DOP sempat mendiskusikan beberapa adegan yang harus dilakukan Sigit dan para model sebelum syuting dan akhirnya kita sepakat untuk membuat syuting VM ini dengan sistem One Take Shoot Video atau syuting sekali jalan tanpa di cut”, tambah Fransiscus Eko.

Keterlibatan 3 model di VM “Luka Tak Berdarah”

Di VM LTB nya Sigit ini juga melibatkan 3 model yang notabene mereka adalah solois berbakat yang berada di artis management yang sama dengan Sigit Wardana, Ada ‘Efah Aaralyn’ yang berperan sebagai sosok pemain band, Efah sendiri sudah memiliki 5 single di industri musik Indonesia. 3 single terbaru Efah yang sedang rilis dan wara wiri di DSP adalah “Crush, Ingat Ingat Pesan Mama (OST film Mama : Pesan Dari Neraka)” dan single kolaborasinya dengan Vin Batubara dan Sun D yaitu “Si Paling” (OST film Si Paling Aktor).

Di Model kedua ada Assalova Schissandra, seorang solois asal Purwokerto yang sudah merilis album dan banyak single. Penyanyi berhijab yang sudah merilis sekitar 21 single seperti : “Foreshow, Romansa, Langit dan Senja” ini berperan sebagai sosok perempuan pengguna Lift yang sedang bingung karena mengalami PHK.

Yang ketiga ada solois pendatang baru bernama Violinata Ibanez yang akrab dipanggil dengan Violinata. Violinata ini sedang bersiap merilis single debut nya yang berjudul “Misteri Cinta” pada akhir tahun 2025 nanti. Solois cantik yang masih berusia 19 tahun ini bukan hanya terlibat sebagai model di VM ini, namun dia berhasil jadi tokoh cerita utama dimana akting dia bertengkar dengan pasangannya di dalam Lift menarik perhatian para pengguna Lift termasuk Sigit Wardana.

Perlu di informasikan Setelah single LTB rilis, Sigit fokus pada promosi single dulu sambil menyiapkan beberapa single berikutnya.

iMusic

The Rain sambut ulang tahun ke 24 lewat single baru “Cerita Yang Tersimpan”

Published

on

iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).

Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.

“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.

Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an.  “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.

Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.

“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.

“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.

Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?

“Masih dikerjakan. Semoga segera,” tutup Indra.

Continue Reading

iMusic

Hormati alm Didi Kempot, Basejam remake lagu “Pamer Bojo”

Published

on

iMusic.id – BASEJAM hadir dengan single terbaru yang merupakan penghormatan terhadap salah satu legenda musik Indonesia, The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Single ini merupakan daur ulang dari salah satu hits terbesar Didi Kempot yaitu, “Pamer Bojo”.

Para pecinta musik Indonesia tetntu masih ingat lagu-lagu legendaris dari legenda musik Indonesia, Didi Kempot, termasuk lagu berjudul “Pamer Bojo”?  BASEJAM merilis ulang lagu ini di bulan Desember 2025 ini. Single yang dirilis tepat di bulan kelahiran Didi Kempot merupakan bentuk penghormatan dan sekaligus pelepas rindu akan karya-karya hebat Didi Kempot. 

Pemilihan sosok Didi Kempot bukanlah tanpa alasan. Menghormati dan melestarikan karya seorang tokoh musik Pop Jawa terbesar, sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap musisi Indonesia. BASEJAM berharap interpretasi yang dihadirkan dapat diterima dan dilihat sebagai hasil usaha terbaik. Jasa Didi Kempot sangatlah besar dalam mempopulerkan musik Pop Jawa sehingga menjadi musik yang sangat dekat dengan masyarakat, tidak hanya orang Jawa, tapi hingga ke Suriname. Dan ini juga bentuk partisipasi BASEJAM dalam melestarikan salah satu kekayaan bangsa, yaitu Bahasa daerah Jawa. 

“Sudah beberapa tahun BASEJAM terpikir mengeluarkan single yang merupakan aransemen ulang lagu dari seorang tokoh legendaris. Kalau di panggung sih sudah beberapa kali, tapi kalau merekam dan merilis, ini baru pertama kali. Oleh karena itu, kami mengupayakan aransemen terbaik yang masih terdengar BASEJAM tapi tidak menghilangkan ciri dan pesan lagunya”, ujar Sita.

Menjelang usia BASEJAM ke-32 tahun, sebuah hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya berhasil diwujudkan, yaitu mengaransemen ulang satu lagu milik legendaris maestro Pop Jawa Didi Kempot yang berjudul “Pamer Bojo”.

“Dari awal memilih lagu apa yang mau kami aransemen ulang, lagu Pamer Bojo memang menjadi salah satu pilihan teratas. Kami merasa inti cerita lagu ini sangat menggambarkan esensi Pakde Didi Kempot yang dikenal dengan Godfather of Broken Heart. Jadilah akhirnya pilihannya jatuh ke lagu “Pamer Bojo”, ujar Alvin.

“Saya sebagai orang Jawa dan sebagai personil BASEJAM, merasa interpretasi BASEJAM akan “Pamer Bojo”bisa dibanggakan lah. Mungkin terdengar tidak obyektif, tapi kalau orang lain mendengarnya akan punya pendapat yang miriplah, bahwa aransemen ini cukup baru, tapi tetap BASEJAM, tapi juga tetap lagu “Pamer Bojo””, ujar Oni.

“Salah satu pengalaman berharga dalam proses produksi kali ini adalah proses kolaborasi yang bertema Nusantara alias Indonesia. Lagu Jawa, kini dinyanyikan oleh penyanyi yang salah satunya adalah orang Sunda, dibantu teman kami si pengarah vokal Bakhes Igirisa yang adalah orang Sulawesi, aransemen dibantu oleh teman kami Figgy Papilaya dari Ambon serta penata suara Bennytho Siahaan yang merupakan orang Batak. Jadi, ini merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya. Seakan-akan menjadi bukti bahwa walau Pakde Didi sudah tidak ada, beliau tetap jadi pemersatu banyak orang sambil menikmati karya beliau”, ujar Alsa.

“Tantangan banget buat aku yang nggak ngerti bahasa Jawa, jadi belajar arti liriknya agar dapat menghayati isi lagunya dan juga belajar artikulasi kata Jawa yang benar. Ini rekaman yang paling medok yang pernah aku lakukan! Tapi, bersyukur banget bisa punya kesempatan merekam ulang lagu ini, salah satu mimpi kami, BASEJAM, yang berhasil kami wujudkan”, ujar Sigit

Lagu “Pamer Bojo”memiliki pesan yang lebih dalam dari sekedar arti judul lagunya. Lagu ini menceritakan bagaimana seseorang merasa tersakiti karena ketika dia belum bisa move on dari mantannya, ternyata si mantan sudah menjalin hubungan baru, sudah bahagia dengan yang lain dan sudah “memamerkan” pasangan barunya. Rasa sakit dan sedih dialami seseorang yang ditinggalkan dan terlupakan. 

Pesan ini coba diterjemahkan dalam aransemen musik ciri khas BASEJAM yang bergenre Pop, dengan warna vokal Sigit dan Alvin. Hasil yang dikeluarkan adalah warna “Pamer Bojo”yang terdengar lebih segar, kekinian, tapi tetap terdapat ciri khas medok Pop Jawa. 

Pendengar akan dikejutkan dengan beberapa hal yang tidak pernah BASEJAM hadirkan di karya-karya sebelumnya, baik dari segi aransemen musik maupun vokal. 

Penasaran? Langsung dengarkan lagu “Pamer Bojo”versi BASEJAM di semua digital streaming platform. Single baru BASEJAM, “Pamer Bojo”sudah dapat dinikmati di semua Digital Music Platform.

Continue Reading

iMusic

Label US, Psychic Reader, rilis album koleksi SAS band dalam format Piringan Hitam

Published

on

iMusic.id – “Long live ‘70s Indonesian rock, this is Baby Rock by SAS”, begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York pada akhir, minggu lalu. Cotter, pemilik label rekaman, Psychic Reader, memutar 9 lagu koleksi dari SAS dan AKA sebagai penanda atas peluncuran album koleksi Piringan Hitam SAS di New York. 

Nama SAS, band legendaris asal Surabaya bukan nama asing bagi fandom psychedelic rock

Amerika. Band yang terbentuk pada tahun 1975, dengan personel Soenatha Tanjung (gitar,vokal), Arthur Kaunang (bass, keyboard) dan (alm) Syech Abidin (drum, vokal), sebelumnya bergabung dalam AKA (Anak Kali Asin) bersama Ucok Harahap, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Trio SAS dipengaruhi oleh aliran rock era itu, seperti Emerson Lake & Palmer, Deep Purple, Pink Floyd dan Grand Funk.

“Tahun 1975, SAS merilis debut album dengan hit “Baby Rock”, sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia. 

Bukan hanya “Baby Rock”, sejumlah lagu SAS seperti “Space Ride, Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu fans millennial dan gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album SAS di berbagai toko reseller.

Video lirik “Baby Rock” ditonton ratusan ribu di halaman YouTube, menunjukkan bahwa musik SAS mampu menembus semua zaman. Sejak album terakhir pada tahun 1991, untuk pertama kalinya koleksi album SAS Group, Bad Shock kembali di release dalam bentuk piringan hitam, oleh label rekaman Psychic Reader, New York.

“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus”, ujar Cotter Phinney, produser Psychic Reader.

“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York, dan saya harap ini akan membuka pintu bagi audiens global”, tambah Cotter yang juga dikenal sebagai gitaris dan vokalis dari post punk band asal Brooklyn, Medium.

“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik Rock ‘70an. Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini direlease di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke 50 tahun. Ini Mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga”, ucap Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi dari awal.

Sementara, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan. pre-order piringan hitam datang dari distributor musik di Jepang.

“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia”, ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi co-produser album ini.

Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika. 

Continue Reading