iMusic.id – Comatra merilis lagu baru berjudul “Piece of My Heart” di tahun 2024 sebagai single ketiganya, setelah “Silence” dan “Cast Away”. “Piece of My Heart” masih se-vibes dengan single- single Comatra sebelumnya, yang menceritakan tentang sisi kelam kehidupan.
Lagu ini merupakan lagu yang ia tulis sewaktu duduk di bangku Sekolah Dasar. Saat itu, Comatra belum menyadari kemampuan menulis lagunya, ia hanya menganggap sebagai curahan hati yang tak pernah diungkapkan ke siapa pun. Dalam lagu ini, Comatra bercerita tentang masa kecilnya yang berat, dimana ia dijauhkan oleh teman- teman yang Comatra sendiri tidak tahu penyebabnya.
“Piece of My Heart” merupakan lagu pertama yang ia tulis. Karena kegemarannya bermain gitar, Comatra mulai mencari nada- nada untuk jurnalnya tersebut. Itu lah awal mula Comatra menekuni penulisan lagu dan bernyanyi.
Comatra ingin bercerita melalui “Piece of My Heart” jika ia pun mengalami hal- hal menyedihkan dalam hidupnya namun berhasil melalui itu, Comatra juga berharap para pendengar dapat berhasil melalui masa- masa sulit mereka.
Proses pembuatan “Piece of My Heart” pun terbilang singkat karena lirik diambil dari jurnal pribadi Comatra. Untuk musiknya jika Comatra terlintas suatu nada di pikiran, ia akan langsung menulis dan mencocokkan jurnal pribadinya sebagai lirik. “Piece of My Heart” sudah dapat didengarkan di seluruh digital musik platform dan video musik dapat ditonton di channel YouTube GP Records.
Piece of My Heart Video Musik
GP Records berkolaborasi dengan sutradara ternama, Jose Purnomo dalam pembuatan video musik “Piece of My Heart”.Video musik ini bercerita tentang Comatra yang sedang siap-siap untuk hang out namun tiba- tiba sosok gelap dari dirinya muncul di cermin dan keluar ke dunia nyata sehingga ia berganti posisi.
Comatra masuk ke dalam sisi gelap, sedangkan sosok gelap dari Comatra di dunia nyata. Setting background nya pun menunjukkan 2 sisi kamar Comatra yang merepresentasikan dunia nyata dan ‘dunia gelap’ Comatra. Dalam video klip tersebut, sosok gelap Comatra berusaha menghancurkan dunia nyatanya, agar sama seperti dunia tempat ia tinggal.
Sementara Comatra yang asli berusaha keluar dari sisi gelap itu. Dalam video klip tersebut tersirat jika kita harus berusaha mencari cara agar perasaan dan pikiran negatif tidak menguasai diri kita dan kita kembali pada diri kita seutuhnya. Video musik Piece of My Heart sudah dapat ditonton di channel YouTube GP. (FE)
iMusic.id – Genap 29 tahun berkarya di industri musik Indonesia, grup musik komedi Project Pop kembali menegaskan eksistensinya lewat rilisan penuh kejutan yang menyentuh hati dan tetap mengundang tawa. Setelah menandai comeback album penuh mereka tahun lalu dengan album ke-10 bertajuk “2856”, kini Project Pop menyapa penggemar lewat music video terbaru untuk lagu “Putusin Aku Dong”, sebuah anthem segar yang sangat relevan dengan dinamika percintaan generasi sekarang.
Sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-29, Project Pop merilis versi baru dari lagu “Putusin Aku Dong” yang kembali membuktikan ketajaman mereka dalam membaca keresahan masyarakat sehari-hari. Lagu ini mengangkat tema hubungan yang nggak jelas, sebuah situasi yang sangat umum di kalangan anak muda masa kini dan menyajikannya lewat lirik yang jujur, satir, dan super catchy. Dengan beat ringan dan chorus yang mudah diingat, lagu ini siap menjadi anthem bagi siapa pun yang sedang mencari keberanian untuk bilang: “udah, putusin aja gue.”
Versi terbaru ini tetap membawa gaya khas Project Pop: humor cerdas, musikalitas matang, dan pesan moral yang tersirat di balik candaan. Dengan sudut pandang unik dan berani, Project Pop menyampaikan bahwa kadang cinta juga butuh keberanian untuk pamit dan perpisahan tak selalu berarti kegagalan, melainkan bisa menjadi langkah menuju kebahagiaan
Music video dari Project Pop ini dikemas dengan semangat, energi, dan sentuhan komedi yang menggambarkan kehebohan di tengah rasa resah dari isi lagunya. Ceritanya berfokus pada seorang pria yang ingin putus dari pacarnya yang menyebalkan, dan mendapat dukungan penuh dari teman-temannya. Namun, ternyata si wanita (pacar dari pria tersebut) juga diam-diam ingin segera mengakhiri hubungan ini. Konflik disajikan secara jenaka dan ringan, namun tetap relevan dan menyentuh.
Secara visual, video ini tampil dinamis dengan warna solid serta elemen visual yang ekspresif. Estetika yang cerah dan gerak kamera yang hidup mendukung pesan komikal dalam narasi.
Penggunaan teknik pengambilan gambar dan treatment kamera difokuskan untuk memperkuat nuansa emosional, yakni semangat dan usaha seseorang saat akhirnya berani mengambil langkah untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat. Video ini bukan hanya menghibur, tapi juga menjadi ajakan untuk berani mencintai diri sendiri terlebih dahulu.
Dengan perilisan video musik baru ini, Project Pop menegaskan bahwa mereka bukan sekadar grup musik nostalgia, melainkan ikon budaya pop yang terus relevan dengan zamannya. Mereka konsisten menghibur dengan cara yang cerdas dan menyenangkan, membuktikan bahwa pop komedi masih punya tempat istimewa di hati masyarakat.
Music video “Putusin Aku Dong” resmi dirilis pada 17 Juni 2025 melalui YouTube Musica Studios, serta tersedia di berbagai platform musik digital seperti Spotify, Langit Musik, dan Apple Music.
iMusic.id – Unit EDM ‘Saladklab’ baru saja merilis EP / mini album berjudul “No Wassap” yang berisi 4 track lagu. ‘SaladKlab’ Terdiri dari Coki (NTRL), Fickry, Indra7 dan Baguskalisasi. Berawal dari project lagu EDM bergenre tech house yang dibuat oleh Fickry dan Coki (NTRL), yang saat itu sudah memiliki dua lagu yang sudah jadi dan siap untuk dirilis. Fickry dan Coki kemudian mengajak Bagusikalisasi dan Indra7 untuk berkontribusi sebagai remixer untuk project ini lewat ciri khas musiknya masing-masing.
Setelah Bagus dan Indra7 membuat versi remix dari EP (Extended Play) yang rencananya akan dirilis ‘Saladklab’ melalui label musik elektronik dari Jepang, Housetribe Recordings, komunikasi kemudian berlanjut untuk membuat “kolektif” ini menjadi lebih serius. Lewat beberapa pertemuan yang dilakukan, baik secara daring maupun bertemu langsung, ide untuk menjalankan kolektif ini dalam jangka waktu panjang dan berkonsep semakin kuat.
Sampai di sini, pemilihan nama untuk kolektif ini belum tercetus. Ketika berkumpul di studio Coki, beberapa pilihan nama sempat diusulkan oleh kami berempat, hingga akhirnya nama ‘Saladklab’ menjadi pilihan yang disepakati bersama.
Kenapa “SaladKlab”? Nama ini sebetulnya tercipta secara tidak sengaja. Saat berkumpul di studio Bagus beberapa waktu sebelumnya, seperti biasa ada celetukan khas tongkrongan,”Eh, pesan makan yuk?” Coki saat itu sedang dalam kondisi harus mengonsumsi makanan sehat. Lalu Bagus mengusulkan ide secara spontan,”Pesan salad aja apa? Emang lu semua pada doyan makan salad?” Sontak secara spontan semua menjawab,”Ya doyan lah!” Dari situ akhirnya kami saling mengetahui kalau ternyata di balik pola makan kami yang terbilang cukup “asal-asalan”, ternyata semuanya penikmat salad dan tidak ada yang mau mengakui terang-terangan.
Filosofi salad juga sebetulnya unik. Salad terdiri dari berbagai jenis sayuran yang dikumpulkan dalam satu wadah dan diberi beberapa bumbu tambahan supaya rasanya semakin enak dan menarik. Pun demikian dengan kolektif ini. Baik Fickry, Coki, Bagus, dan Indra7, memiliki latar belakang musik yang beragam, berbeda, dan output tersendiri dalam mengolah dan memainkan musik elektronik sesuai dengan gayanya masing-masing.
Keanekaragaman dari masing-masing entitas ini menjadi sebuah keunikan tersendiri saat semuanya dikumpulkan dalam satu wadah. Dari situlah kemudian nama ‘Saladklab’ tercipta. Entitas baru ini mewujudkan diri dalam EP atau album mini berjudul “No Wassap” yang berisi empat track.
“Awalnya, sebelum EP ini tercipta, Fickry dan Coki sudah terlebih dulu membuat dua track yang berjudul “No Wassap” dan “Play Right”, Kemudian, karena saat itu intensitas pertemuan kami berempat (Indra7, Bagus, Coki, dan Fickry) sedang lumayan sering, Fickry dan Coki menawarkan kepada gue dan Bagus untuk membuat remix dari masing-masing track yang sudah jadi tersebut. Prosesnya berjalan organik saja sebenarnya,” ungkap Indra7 mewakili ‘SaladKlab’.
EP No Wassap dirilis oleh label asal Jepang, Housetribe Recordings, yang fokus pada musik-musik berbasis elektronik. Pemilihan “No Wassap” yang diangkat menjadi tajuk juga atas saran dari Housetribe Recordings. Karena label biasanya memiliki intuisi track mana yang kira-kira berkompeten untuk bisa masuk di chart digital streaming platform, seperti Beatport atau Traxsource, dan cocok dijadikan untuk judul rilisan.
“Saat awal membuat project ini, kebetulan Fickry sudah pernah membuat beberapa rilisan sebelumnya dengan Housetribe Recordings, Jepang. Jadi, saat proses pengerjaan EP ini selesai, label pertama yang ditawarkan memang langsung ke Housetribe, karena warna musik yang kami buat juga cocok dengan ciri khas dari label tersebut dan responsnya pun juga terbilang cepat. Tidak butuh lebih dari dua minggu untuk mendapatkan persetujuan rilis dari Housetribe,” terang ‘SaladKlab’.
Ke depan, ‘SaladKlab’ akan terus fokus melepas track-track elektronik dengan keunikan masing-masing personel mereka. Sebagaimana salad yang terdiri dari berbagai jenis sayuran, tergabung dalam sebuah entitas tanpa harus melepas karakter “rasa” masing-masing. ‘
iMusic.id – Puluhan tahun meniti karier sebagai musisi yang memainkan alat musik Harpa, Ussy Pieters akhirnya menjawab tantangan dan panggilan hatinya untuk merilis single vokal perdananya. Lagu yang diluncurkannya pada 15 Juni 2025 di sebuah ballroom hotel daerah Jakarta Selatan tersebut ditulis oleh penulis lagu kenamaan Ote Abadi.
Sebagai musisi senior dan maestro Harpa Indonesia, Keputusan Ussy Pieters merilis single yang diberi judul “Sampai Kapan” ini merupakan gebrakan baru dalam perjalanan karier seninya, betapa tidak, single perdananya ini dirilis disaat Ussy memasuki usia 71 tahun.
Lagu ciptaan Ote Abadi berjudul “Sampai Kapan” ini bercerita tentang cinta dan penantian panjang penuh keraguan yang dialami oleh seseorang yang akhirnya membuat orang tersebut berserah ke Tuhan. Mengusung warna pop 70 – 80an dengan aransemen yang sederhana namun penuh emosional tersebut dinyanyikan oleh Ussy Pieters dengan penuh penghayatan.
“Saya menyanyikan lagu ini bukan sekadar menyuarakan lirik, tapi menyampaikan perjalanan perasaan yang sangat manusiawi seperti mencinta, menunggu, bertanya, dan menyerah pada kehendak-Nya,” jelas Ussy Pieters.
Dirilis secara digital pada akhir Juni 2025, “Sampai Kapan” merupakan ekspresi baru dari seorang musisi yang selama ini dikenal lewat petikan dawai harpa, bukan suara vokal. Namun justru di momen inilah Ussy membuka lembaran baru bukan untuk mengejar tren, melainkan menjawab panggilan hati.
“Saya tidak pernah membayangkan akan merilis single vokal di usia ini. Tapi ketika Ote memberi lagu ini dan saya coba menyanyikannya, ia langsung bilang, ‘Ussy, lagu ini milikmu’. Dari situ semangat saya tumbuh”, ujar Ussy.
Ote Abadi sendiri mengakui bahwa proses pengenalan Ussy terhadap lagu yang dia tulisnya ini sangatlah cepat,
“Ussy langsung menyatu dengan lagu yang saya tulis ini, pengalamannya di industri musik nasional selama bertahun – tahun membuat Ussy tidak mengalami kendala yang berarti saat mempelajari dan menghayati lagu ini”, jelas penulis lagu yang pernah menulis lagu “Permata Biru” buat Nicky Astria ini.
Proses rekaman lagu ini digarap dengan penuh kesungguhan. Ussy terlibat langsung dalam pengolahan vokal dan produksi video klip, bersama tim kreatif yang terdiri dari Vicky dan Donny, serta arahan musikal dari sang pencipta lagunya sendiri, Ote Abadi.
Meski baru kini merilis lagu secara vokal, Ussy Pieters bukan nama baru di industri musik Indonesia. Sebagai pemain harpa legendaris, Ussy bahkan telah merilis tiga album Harpa instrumental, dan tampil bersama orkestra ternama di berbagai panggung musik nasional maupun internasional.
Yang menarik, Ussy tidak memulai karier musiknya secara instan. Kecintaannya pada harpa berawal sejak kecil, saat sering diajak oleh sang ayah menonton konser musik klasik.
“Suara harpa buat saya seperti air yang mengalir di padang sunyi. Dalam bayangan saya waktu kecil, seolah melihat malaikat bermain harpa dengan jari-jari lentik. Sejak itu saya tahu, saya ingin memainkan alat musik itu.” Kenang Ussy.
Setelah lulus SMA, Ussy meminta izin kepada sang ayah untuk menekuni harpa secara serius. Ia pun diterima di Conservatorium St. Cecilia, Roma, Italia, tempat ia menempuh studi selama 9 tahun hingga meraih gelar Master Harp dan Doctor of Music. Tak hanya itu, Ussy juga memperdalam ilmu vokal dan teknik Opera Lyric, yang menjadi dasar kuat dalam interpretasi vokalnya hari ini.
Walau sempat bolak-balik antara Italia dan Indonesia untuk pertunjukan musik, Ussy lebih dikenal sebagai sosok seniman klasik yang tekun dan konsisten dalam jalurnya jauh dari sorotan industri rekaman pop.
Di tengah hiruk pikuk dunia musik yang kerap didominasi oleh usia muda dan tren digital, Ussy hadir dengan pesan kuat:
“Jangan pernah berhenti berkarya selama kita masih mampu. Eksistensi dalam musik tidak selalu soal ketenaran, tapi tentang kejujuran dalam mengekspresikan diri.”