Connect with us

iMusic

Sukses berprofesi sebagai dokter estetika, Rendy Laks kembali fokus merilis single baru

Published

on

iMusic.id – Setelah dua tahun lalu merilis single debut berjudul “Abu”, Rendy Laks, penyanyi sekaligus dokter spesialis kulit kelamin estetika (Sp.DVE) atau yang saat ini disebut sebagai dermatologi venereology and aesthetics ini kembali hadir di industri musik nasional meluncurkan single terbarunya yang berjudul “Di Matamu Cinta”. Tidak hanya itu, selain merilis single keduanya tersebut, Rendy Laks juga hadir memperkenalkan one stop music label bernama RL Entertainment yang baru saja didirikannya.

Single “Di Matamu Cinta” ditulis Rendy Laks bersama Stevanz, musisi dan pencipta lagu sekaligus partner dalam melakukan proses kreatifnya. Lirik lagu “Di Matamu Cinta” sendiri bercerita tentang konflik hubungan antar pasangan,

“Saya menulis lagu dan lirik ini bersama Stevanz, dia yang pertama menawari saya untuk menyelesaikan lagu ini. Liriknya kita buat sama – sama dan kebetulan pada proses pembuatannya sempat terjadi perbedaan – perbedaan pemahaman maksud dari cerita di lirik ini sama Stevanz. Kalau saya siy memahami maksud lirik lagu “Di Matamu Cinta” definisinya seperti jagain jodoh orang…hahaha”, terang Rendy Laks kepada awak media di acara launchingnya Rabu 26/6/24.

“Waktu menulis lirik lagu ini terus terang saya terinspirasi sama istri saya, itu pengalaman pribadi saya juga hehe…dan memang sempat ada debat dengan Rendy Laks masalah definisi lirik lagu ini. waktu awal saya buat lagu ini saya kasi judul “Selalu Salah’, karena kita sebagai laki – laki koq selalu salah di hadapan Wanita. Nah daripada selalu salah terus akhirnya saya buat karya aja…karena kita sebagai laki – laki itu sangat sulit memahami Wanita. Wanita itu makhluk paling indah yang Tuhan ciptakan tapi begitu rumit dan kompleks untuk di pahami”, ujar Stevanz.

Stevanz, Rendy Laks, Ulfatunisa dan Christy Payang

Lagu “Di Matamu Cinta” ini di produksi Rendy Laks dengan ditangani langsung oleh label / one stop music yang didirikannya yaitu RL Entertainment dimana proses produksinya memakan waktu selama 6 bulan mulai dari proses pembuatan lagu dan lirik sampai dengan rekaman dan proses mixing masteringnya.

“Proses lagu ini memakan waktu 6 bulanan, karena selain proses pembuatan lagu kita ada proses coaching 3 bulan dimana Rendy melatih cara bernyanyinya untuk lagu ini dan hasilnya luar biasa, Rendy itu bukan penyanyi yang banyak menunjukan tekhnik bernyanyinya melainkan dia itu penyanyi yang punya rasa dalam bernyanyi. Lagu “Di Matamu Cinta” ini begitu enak dan pas Ketika Rendy nyanyikan”, tutur Stevanz lagi.

Lewat RL Entertainment, Rendy Laks menunjuk pihak E Motion sebagai Publisher dari single barunya ini serta IDE (Indonesia Digital Entertainment) sebagai aggregator yang mengurusi single “Di Matamu Cinta” ini ke digital store platform. Christy Prayang dari IDE dan Ulfatunisa dari E Motion sepakat mendukung single anyar dari Rendy Laks ini dalam proses pengurusan hak cipta lagu, submit digital store platform dan promosi di social media masing – masing.

Rendy Laks adalah penyanyi yang sejak kecil sudah aktif mengejar cita – citanya, bersama kedua adiknya yaitu Bella dan Kriszia Rendy pernah membentuk group bernama Trio Candy Bersaudara. Trio ini sempat menjadi penyanyi lagu anak-anak dan masuk dalam kompilasi artis cilik versi majalah BOBO, penerima Putera Bangsa Berbakat 1999 dari Menpora Agung Laksono Bersama Sunar One, pencipta lagu diobok obok Bersama Paman Dolit dan Label ARCO Record (Milik A. Riyanto, penyanyi era tahun 80an).

Seiring tumbuh dewasa ia sering mengikuti festival menyanyi dan pencapaian terjauhnya menjadi 100 besar the Voice Season 1, tak berhenti berpuas diri sampai disitu ia ingin memiliki pendidikan formal di bidang musik, karena ia merasakan beratnya memproduksi musik tanpa jalur formal dan finansial yang memadai, impiannya sempat kandas saat harapannya mendapatkan beasiswa musik sekolah yang ia usahakan di konservatorium musik di perancis. Setelah kandas mendapatkan bea siswa di Perancis, secara unik kehidupan mendamparkannya memenangkan beasiswa studi kedokteran dan menjadikannya seorang dokter spesialis kulit kelamin estetika (Sp.DVE/ dermatologi venereology and aesthetics), mata pencaharian yang ia lakukan hingga hari ini.

Saat ini Rendy Laks  aktif menjadi dokter spesialis kulit kelamin dan estetika (Dermatologi, Venereologi dan Estetika) di Siloam TB Simatupang, C Derma Pondok Indah (Ciputra) dan C Derma Lotte (Ciputra) dan kontributor di Siaran TV Edukasi Kulit berbahasa Inggris SEA Today Jakarta.

Rendy Laks

Tidak berhenti konsisten mengejar impian masa kecilnya, dari hasil kerja kerasnya sebagai dokter, Rendy Laks terus bekerja sembari menyelesaikan sekolahnya sebagai penyanyi wedding, cafe dan event yang tergabung dalam Orbit Band Bersama Gracia Organizer dan Exchange Organizer Malang tempat ia belajar dan ditempa menjadi musisi. Uang hasil menyanyi menjadi tambahan dana selama ia menjalani perkuliahan dengan beasiswa LPDP untuk mendukung kehidupan ekonominya. Saat itu Orbit Band yang saat ini mengalami masa vakum karena beberapa personel berpindah ke kota lain. Termasuk Rendy yang selulus Pendidikan spesialis (Rendy lulus dengan predikat cumlaude dengan IPK 3,95 dan berkesempatan Kembali bekerja di Jakarta) pindah menetap di Jakarta namun seringkali ia masih menerima Pekerjaan off air menyanyi di kota lain.

iMusic

The Rain sambut ulang tahun ke 24 lewat single baru “Cerita Yang Tersimpan”

Published

on

iMusic.id – Setelah lebih 2 dekade bersama, 7 album studio dan sederet single lepasan, The Rain masih bertahan dengan formasi awal sejak berdiri pada tahun 2001. Indra Prasta (vokal, gitar), Iwan Tanda (gitar, vokal), Ipul Bahri (bass, vokal) dan Aang Anggoro (drum, vokal).

Akhir November 2025, beberapa minggu menjelang ulang tahun The Rain ke- 24, grup asal Yogyakarta ini merilis sebuah single baru berjudul “Cerita yang Tersimpan”.

“Salah satu cara kami bersyukur masih diberi umur dan tetap bersama selama ini adalah dengan berkumpul dan melahirkan karya baru, ini juga wujud terima kasih kami pada teman-teman yang menggemari lagu-lagu The Rain selama ini, pada para The Rainkeepers”, ujar Indra.

Dari balutan aransemennya, lagu anyar The Rain ini terdengar seperti mesin waktu yang membawa pendengar ke akhir dekade 80-an.  “Kami mencoba beberapa aransemen untuk lagu ini dan ternyata rasanya paling cocok dibawa ke era 80-an,” ujar Iwan.

Di studio, mereka bernostalgia mendengarkan lagu-lagu dari Richard Marx dan Def Leppard sebagai referensi saat mengerjakan aransemen lagu ini.

“Dulu saat remaja, kami memang tumbuh dengan lagu-lagu di era tersebut, jadi tak sulit untuk menghadirkan kembali nuansanya lewat lagu ini,” tambah Ipul.

“Dari sisi lirik, lagu ini bercerita tentang sebuah kesalahan, sebuah hubungan yang tak diakui terjadi. “Pelik deh.. hahaaa,” sahut Aang yang juga dipercaya untuk mengerjakan artwork single ini.

Cerita yang Tersimpan menjadi single lepasan ke-7 yang The Rain rilis setelah album “Mereka Bilang Kita Terjebak Bersama” dirilis pada 2022. Akankah di tahun 2026 nanti album ke-8 The Rain akan dirilis?

“Masih dikerjakan. Semoga segera,” tutup Indra.

Continue Reading

iMusic

Hormati alm Didi Kempot, Basejam remake lagu “Pamer Bojo”

Published

on

iMusic.id – BASEJAM hadir dengan single terbaru yang merupakan penghormatan terhadap salah satu legenda musik Indonesia, The Godfather of Broken Heart, Didi Kempot. Single ini merupakan daur ulang dari salah satu hits terbesar Didi Kempot yaitu, “Pamer Bojo”.

Para pecinta musik Indonesia tetntu masih ingat lagu-lagu legendaris dari legenda musik Indonesia, Didi Kempot, termasuk lagu berjudul “Pamer Bojo”?  BASEJAM merilis ulang lagu ini di bulan Desember 2025 ini. Single yang dirilis tepat di bulan kelahiran Didi Kempot merupakan bentuk penghormatan dan sekaligus pelepas rindu akan karya-karya hebat Didi Kempot. 

Pemilihan sosok Didi Kempot bukanlah tanpa alasan. Menghormati dan melestarikan karya seorang tokoh musik Pop Jawa terbesar, sudah sewajarnya dilakukan oleh setiap musisi Indonesia. BASEJAM berharap interpretasi yang dihadirkan dapat diterima dan dilihat sebagai hasil usaha terbaik. Jasa Didi Kempot sangatlah besar dalam mempopulerkan musik Pop Jawa sehingga menjadi musik yang sangat dekat dengan masyarakat, tidak hanya orang Jawa, tapi hingga ke Suriname. Dan ini juga bentuk partisipasi BASEJAM dalam melestarikan salah satu kekayaan bangsa, yaitu Bahasa daerah Jawa. 

“Sudah beberapa tahun BASEJAM terpikir mengeluarkan single yang merupakan aransemen ulang lagu dari seorang tokoh legendaris. Kalau di panggung sih sudah beberapa kali, tapi kalau merekam dan merilis, ini baru pertama kali. Oleh karena itu, kami mengupayakan aransemen terbaik yang masih terdengar BASEJAM tapi tidak menghilangkan ciri dan pesan lagunya”, ujar Sita.

Menjelang usia BASEJAM ke-32 tahun, sebuah hal baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya berhasil diwujudkan, yaitu mengaransemen ulang satu lagu milik legendaris maestro Pop Jawa Didi Kempot yang berjudul “Pamer Bojo”.

“Dari awal memilih lagu apa yang mau kami aransemen ulang, lagu Pamer Bojo memang menjadi salah satu pilihan teratas. Kami merasa inti cerita lagu ini sangat menggambarkan esensi Pakde Didi Kempot yang dikenal dengan Godfather of Broken Heart. Jadilah akhirnya pilihannya jatuh ke lagu “Pamer Bojo”, ujar Alvin.

“Saya sebagai orang Jawa dan sebagai personil BASEJAM, merasa interpretasi BASEJAM akan “Pamer Bojo”bisa dibanggakan lah. Mungkin terdengar tidak obyektif, tapi kalau orang lain mendengarnya akan punya pendapat yang miriplah, bahwa aransemen ini cukup baru, tapi tetap BASEJAM, tapi juga tetap lagu “Pamer Bojo””, ujar Oni.

“Salah satu pengalaman berharga dalam proses produksi kali ini adalah proses kolaborasi yang bertema Nusantara alias Indonesia. Lagu Jawa, kini dinyanyikan oleh penyanyi yang salah satunya adalah orang Sunda, dibantu teman kami si pengarah vokal Bakhes Igirisa yang adalah orang Sulawesi, aransemen dibantu oleh teman kami Figgy Papilaya dari Ambon serta penata suara Bennytho Siahaan yang merupakan orang Batak. Jadi, ini merupakan pengalaman yang tak ternilai harganya. Seakan-akan menjadi bukti bahwa walau Pakde Didi sudah tidak ada, beliau tetap jadi pemersatu banyak orang sambil menikmati karya beliau”, ujar Alsa.

“Tantangan banget buat aku yang nggak ngerti bahasa Jawa, jadi belajar arti liriknya agar dapat menghayati isi lagunya dan juga belajar artikulasi kata Jawa yang benar. Ini rekaman yang paling medok yang pernah aku lakukan! Tapi, bersyukur banget bisa punya kesempatan merekam ulang lagu ini, salah satu mimpi kami, BASEJAM, yang berhasil kami wujudkan”, ujar Sigit

Lagu “Pamer Bojo”memiliki pesan yang lebih dalam dari sekedar arti judul lagunya. Lagu ini menceritakan bagaimana seseorang merasa tersakiti karena ketika dia belum bisa move on dari mantannya, ternyata si mantan sudah menjalin hubungan baru, sudah bahagia dengan yang lain dan sudah “memamerkan” pasangan barunya. Rasa sakit dan sedih dialami seseorang yang ditinggalkan dan terlupakan. 

Pesan ini coba diterjemahkan dalam aransemen musik ciri khas BASEJAM yang bergenre Pop, dengan warna vokal Sigit dan Alvin. Hasil yang dikeluarkan adalah warna “Pamer Bojo”yang terdengar lebih segar, kekinian, tapi tetap terdapat ciri khas medok Pop Jawa. 

Pendengar akan dikejutkan dengan beberapa hal yang tidak pernah BASEJAM hadirkan di karya-karya sebelumnya, baik dari segi aransemen musik maupun vokal. 

Penasaran? Langsung dengarkan lagu “Pamer Bojo”versi BASEJAM di semua digital streaming platform. Single baru BASEJAM, “Pamer Bojo”sudah dapat dinikmati di semua Digital Music Platform.

Continue Reading

iMusic

Label US, Psychic Reader, rilis album koleksi SAS band dalam format Piringan Hitam

Published

on

iMusic.id – “Long live ‘70s Indonesian rock, this is Baby Rock by SAS”, begitu suara DJ Cotter Phinney saat siaran khusus satu jam di radio KPiss FM, Brooklyn, New York pada akhir, minggu lalu. Cotter, pemilik label rekaman, Psychic Reader, memutar 9 lagu koleksi dari SAS dan AKA sebagai penanda atas peluncuran album koleksi Piringan Hitam SAS di New York. 

Nama SAS, band legendaris asal Surabaya bukan nama asing bagi fandom psychedelic rock

Amerika. Band yang terbentuk pada tahun 1975, dengan personel Soenatha Tanjung (gitar,vokal), Arthur Kaunang (bass, keyboard) dan (alm) Syech Abidin (drum, vokal), sebelumnya bergabung dalam AKA (Anak Kali Asin) bersama Ucok Harahap, hingga akhirnya memutuskan untuk berpisah.

Trio SAS dipengaruhi oleh aliran rock era itu, seperti Emerson Lake & Palmer, Deep Purple, Pink Floyd dan Grand Funk.

“Tahun 1975, SAS merilis debut album dengan hit “Baby Rock”, sebagai sumbu ledak kelahirannya di panggung dan rekaman musik rock Indonesia”, tutur Denny MR, jurnalis dan kritikus musik Indonesia. 

Bukan hanya “Baby Rock”, sejumlah lagu SAS seperti “Space Ride, Bad Shock” dan “Tatto Girl” disukai puluhan ribu fans millennial dan gen Z. Mereka memburu koleksi kaset dan piringan hitam lebih dari 15 album SAS di berbagai toko reseller.

Video lirik “Baby Rock” ditonton ratusan ribu di halaman YouTube, menunjukkan bahwa musik SAS mampu menembus semua zaman. Sejak album terakhir pada tahun 1991, untuk pertama kalinya koleksi album SAS Group, Bad Shock kembali di release dalam bentuk piringan hitam, oleh label rekaman Psychic Reader, New York.

“Dibandingkan musik dari negara lain, entah mengapa musik Indonesia seolah terabaikan, padahal banyak karya musik yang bagus”, ujar Cotter Phinney, produser Psychic Reader.

“SAS adalah band yang sangat bagus dan mereka seharusnya mendapatkan lebih banyak pengakuan. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk memproduksi rekaman SAS pertama di luar Indonesia, tepatnya di New York, dan saya harap ini akan membuka pintu bagi audiens global”, tambah Cotter yang juga dikenal sebagai gitaris dan vokalis dari post punk band asal Brooklyn, Medium.

“Bagi saya, SAS reborn ini adalah suatu gebrakan kebangkitan musik Rock ‘70an. Saya tidak pernah bermimpi kalau musik SAS masih bisa hadir dan disukai hingga kini. Apalagi, album ini direlease di New York, dan bertepatan dengan anniversary SAS ke 50 tahun. Ini Mukjizat Tuhan yang besar bagi kami bertiga”, ucap Arthur Kaunang yang mengikuti proses produksi dari awal.

Sementara, beberapa bulan sebelum album ini diluncurkan. pre-order piringan hitam datang dari distributor musik di Jepang.

“Seluruh kurasi, digitalisasi-analog dan distribusi dilakukan di New York. Kami sedang memproses distribusi untuk pasar di Indonesia”, ujar Naratama, pengarah kreatif New York yang menjadi co-produser album ini.

Naratama, berharap agar peluncuran album ini akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk masuk ke pasar Amerika. 

Continue Reading