Connect with us

iProfile

Perjalanan Penuh Liku GRASSROCK

Published

on

iProfile – Grassrock (dulu bernama Grass Rock) telah merilis lima album yakni Anak Rembulan (1990), Bulan Sabit (1992), Grass Rock (1994), Menembus Zaman (1999), dan album kolaborasi 3 To Rock (2016). Setelah ditinggal Dayan yang meninggal pada 1999, Grassrock tinggal Mando (kibor), Edi Kemput (gitar), Yudi (bas), dan Rere (drum). Grassrock pada awal 2009 bergerak kembali. Dua personel muda mereka gandeng Hans Sinjal dan Ersta Strya Nugraha serta Zondy Kaunang. Hans menggantikan Dayan, sedangkan Ersta menjadi pemain bas karena Yudi dalam kondisi kesehatan yang tidak memungkinkannya berlelah-lelah bermain musik. Namun, pada 2014, Yudi menghembuskan nafas terakhir. Posisi bassis kemudian dilanjutkan oleh Zondy setelah Ersta mengundurkan diri. Pada awal 2016, Mando (keyboard) memilih untuk vakum di band ini dan digantikan oleh Denny Ireng.

Awal Terbentuk

Awal terbentuk di Surabaya, 4 Mei 1984, Grass Rock diperkuat oleh Hari (vokal), Mando (kibor), Harto (gitar), Yudhie (bas), dan Rere (dram). Band ini kemudian sering mengusung lagu-lagu milik Yes, sehingga sering dijuluki sebagai Yes-nya Indonesia. Pada tahun yang sama mereka kemudian mengikuti festival rock itu tapi gagal menjadi juara.

Tahun 1985 Grass Rock kembali mengikuti Djarum Super Rock Festival, kali ini mereka beruntung memperoleh juara III dan Rere memperoleh gelar The Best Drumer. Wah makin semangat saja kita ngerocknya, tuturnya. Lalu Grass Rock pun memperoleh kesempatan untuk selalu mengikuti show yang diselenggarakan oleh Log Zhelebour. Sebagai sebuah grup Grass Rock paling kerap mengganti vokalis, di antaranya adalah Karnoto, Arief, Zulkarnain, dan vokalis terakhir Dayan (adik Rere) yang sempat duet dengan Zulkarnain.

Ketika Zulkarnain masuk pada tahun 1986 Grass Rock kembali mengikuti Djarum Super Rock Festival, dan berhasil jadi Juara I. Rere pun kembali menyabet gelar The Best Drumer. Mereka lantas memperoleh kesempatan dari Log Zhelebour untuk mengikuti tur 10 kota untuk mengiringi God Bless.

Tahun 1987 mereka ikut festival lagi dan kembali memperoleh Juara I dan The Best Drumer, ditambah Mando memperoleh gelar The Best Keyboard. Setelah itu kita dapat juara terus kalau ikut festival, wah pokoknya kita lagi di atas angin deh saat itu, papar Rere penuh semangat.

Setelah itu tawaran show pun makin berdatangan dan mereka tidak lagi mengikuti festival-festival. Kerja sama dengan Log pun berakhir pada tahun 1988. Karena merasa jam terbang sudah banyak mereka pun terpikir untuk membuat album. Lalu mulailah mereka membuat komposisi sendiri.

Grass Rock telah merilis empat album Anak Rembulan (1990), Bulan Sabit (1992), Grass Rock (1994), Menembus Zaman (1999), dan satu single Rock Kemanusiaan “Prasangka”. Setelah ditinggal Dayan yang meninggal 1999, Grass Rock tingga Mando (kibor), Edi Kemput (gitar), Yudi (bas), dan Rere (drum).

Mendiang vokalis Dayan ternyata meninggalkan pesan untuk rekan-rekannya dalam grup rock Grass Rock—Edi Kemput (gitar), Mandau (keyboard), Yudi (bas), dan Rere (drum). Ia berharap teman-teman bermusiknya itu meneruskan perjalanan Grass Rock, yang dibentuk pada 1984 dan merilis album pertama pada 1990. Ia berharap pula, Grass Rock bisa memberi pencerahan bagi industri musik Indonesia.

Formasi Baru

Ditinggal pergi untuk selamanya oleh Dayan pada 1999, langkah Grassrock sempat terpaksa terhenti. Diceritakan oleh Rere kepada Kompas.com, dalam rangka mewujudkan pesan Dayan, atas inisiatif Edi mereka berusaha bangkit lagi pada 2001 dengan merekrut vokalis Hendry George dari Palembang. “Kami rekaman di (perusahaan rekaman) Musica Studios waktu itu, menghasilkan 10 lagu. Kami banyak mengeksplorasi dan termasuk menerjemahkan karya-karya almarhum dengan mencoba membuat versi yang baru ketika itu,” kata Rere.

Namun, kecenderungan industri musik kita ketika itu tidak berpihak kepada musik Grass Rock. Vokal Hendry (kini menjadi vokalis Funky Kopral) dinilai oleh pihak perusahaan rekaman bersangkutan, “Kurang industri,” kenang Edi. Mereka pun, lanjut Edi, diminta untuk mendapatkan pengganti Hendry. Ketika mereka meminta masukan dari Anang Hermansyah, penyanyi, pencipta lagu, pemain musik, dan produser musik itu pun mengatakan bahwa unsur vokal-lah yang tak menyatu dengan unsur-unsur lain musik mereka.

Grass Rock terpaksa harus nonaktif lagi. Tapi, teringat lagi akan harapan Dayan kepada Grass Rock, pada awal 2009 mereka bergerak kembali. Dua personel muda mereka gandeng—Hans Sinjal dan Ersta Strya Nugraha. Hans menggantikan Dayan, sedangkan Ersta menjadi pemain bas karena Yudi dalam kondisi kesehatan yang tidak memungkinkannya berlelah-lelah bermain musik.

Belakangan sejak awal tahun lalu Grass Rock tengah mempersiapkan album kelima mereka dengan vokalis dan bassis baru. Hans Sinjal, vokalis yang menggantikan Dayan mereka rekrut berkat jaringan Facebook sementara bassis Ersta Strya Nugraha yang sementara mengambil alih posisi Yudhi masuk berkat rekomendasi Rere yang mengenalnya semasa membantu Yovie & Nuno dan Project Pop.

Pada tahun 2016, Grass Rock akhirnya kembali ke dunia musik setelah hampir 15 tahun vakum dengan merilis album terbaru, 3 To Rock. Namun berbeda dengan album-album Grass Rock sebelumnya, di album Grass Rock terbaru ini juga diisi oleh band-band rock lainnya, yaitu Boomerang dan D’Bandhits. Album ini hanya dijual di seluruh gerai KFC dan dijual di iTunes Store.

Pada 2017 ini Grassrock kembali mengalami perubahan dalam formasinya, Zondy Kaunang yang juga keponakan bass SAS band, Arthur Kaunang masuk menggantikan Ersta dan Grassrock dengan formasi Hans Sinjal (vokal), Edi Kemput (gitar), Rere Reza (drum) dan Zondy Kaunang (bas) ini sudah mulai masuk studio kembali untuk merilis single dan album baru mereka. @fransiscus_eko + Wikipedia

iMusic

Fritz Faraday jadi brand ambasador Solar Guitars

Published

on

iMusic.id – Gitaris band Djent Jakarta, Bless the Knights, Fritz Faraday (@mrfritzfaraday) resmi didaulat menjadi endorsee/brand ambassador dari merek gitar asal Swedia, Solar Guitars.

Marketing Communication Manager dari PT. SMI, Ivan Victor Lucas dalam keterangan tertulisnya mengatakan, kolaborasi antara Fritz Faraday bersama Solar Guitars diharapkan bakal menjadi sinergi yang membawa dampak baik bagi keduanya.

“Gue melihat potensi dari Fritz dan Bless the Knights-nya, dan gue percaya bahwa dengan Solar Guitars Lamborghini Orange yang warna dan kualitasnya shocking banget ini, baik Fritz maupun gitarnya akan makin bersinar di kancah musik Indonesia,” kata Ivan.

“Patut ditunggu karya-karya terbaru dari Bless the Knights dengan Fritz Faraday yang sudah memakai Solar Guitars sebagai amunisi terbarunya,” tutur dia.

Sementara melalui laman Instagram pribadi yang dikolaborasikan dengan akun Bless the Knights dan Bermusik Gitar (PT. SMI), Fritz Faraday mengunggah momen penandatanganan kontrak dengan Solar Guitars selama 2 tahun ke depan dalam bentuk vlog yang merangkum kegiatannya saat berkunjung ke kantor PT. SMI.

Momen ini, menurut Fritz merupakan suatu lompatan besar dalam karirnya dan juga sekaligus melengkapi era baru kembalinya Bless the Knights ke skena musik metal Indonesia setelah melaunching single mereka yang berjudul “Metamorphosis” pada Mei 2023 lalu.

“Setelah 19 tahun bermain gitar dan 12 tahun berjuang dengan Blitzkrieg & Bless the Knights, I finally got this chance. Puji Tuhan buat semuanya ini,” kata Fritz Faraday, dalam video tersebut.

Fritz Faraday sendiri dikenal sebagai seorang gitaris yang sangat lekat dengan brand Musicman semenjak kemunculannya ke peta musik rock/metal Tanah Air medio 2012 lalu.

Pada tahun 2023 ini, Fritz melakukan suatu lompatan besar dengan menjadi endorsee dari gitar yang merupakan besutan dari gitaris yang juga merupakan YouTuber ternama, Ola Englund ini.

Fritz mengakui bahwa pilihannya ini tidak semata-mata tendensius akan tetapi merupakan diambil berdasarkan kebutuhan bermusiknya dengan Bless the Knights dikarenakan spesifikasi gitar yang diterimanya tersebut sangat cocok untuk membuat Djent tone dalam karya-karyanya nanti semakin gahar.

Selain itu, dia juga berpendapat bahwa neck dari Solar guitars ini masih mendekati brand yang sebelumnya dipakai.

“Gitar ini well-painted ya, matching headstock. Selain bisa ngasih gw open string dan clarity yang bagus banget, necknya ini `F1-built` sangat applicable buat gue kebut-kebutan, terutama di fret-fret 15 ke atasnya,”tutur Fritz.

“Pick-upnya juga luar biasa banget, enggak nyangka banget clarity-nya bisa begini, padahal gue sebelumnya kurang cocok dengan Duncan design, tapi Duncan Solar ini top!” ucapnya.

Informasi lebih lengkap mengenai kolaborasi antara Fritz Faraday dan Solar Guitars dapat diakses melalui media sosial Instagram @mrfritzfaraday @blesstheknights_official dan @bermusikgitar.

Continue Reading

iProfile

Saint Loco “20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME”.

Published

on

By

iMusic – Perjalanan belum usai, Saint Loco terus melakukan gebrakan-gebrakan barunya. Perjuangan unit hip metalcore asal Jakarta di skena musik Indonesia yang berdinamika, terus berlanjut. Kini Saint Loco kembali menggaungkan tajinya di usia kedua puluh mereka melalui konser bertajuk “A Journey Back HOME” yang akan diadakan di Hard Rock Cafe Jakarta, pada Senin, 21 November 2022, mulai pukul 19.00 – 23.00 WIB.

Tentu rintangan yang ditempuh untuk menuju dua dekade berkarya mereka tidak mudah begitu saja. Waktu dan peradaban, dilewati untuk terus konsistensi di industri musik Indonesia. Band yang kini digawangi oleh Dimas (vokal), Beery (rapper), Webster (drums), Gilbert (bass), Iwan (gitar), dan Tius (DJ) semakin dewasa dalam meramu lirik dan musik sebagai pesan kehidupan. 

Salah satunya mereka tuangkan dalam single Nirmala yang telah diperkenalkan pada 20 September 2022 lalu melalui berbagai platform musik digital. Melalui single tersebut, bisa dibilang karya mereka kali ini sebagai saksi dari proses pendewasaan dan perjalanan Saint Loco dalam menghadapi lika-liku kehidupan sebagai unit musik.

Single anyar Nirmala rencananya akan dibawakan secara live dalam Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME bersama dengan deretan nomor wahid dari Saint Loco yang dirilis ulang, mulai dari album Rock Upon A Time (2004), Vision for Transition (2006), hingga Momentum (2012). Mereka pun mengaku telah mempersiapkan diri kurang lebih 6 bulan lamanya untuk menghibur para penggemar dan pecinta musik secara langsung pada konser mendatang. 

“Repertoar lagu-lagu yang akan kami mainkan di konser nanti adalah hasil kami ‘semedi’ selama kurang lebih 6 bulan di studio. Kalau disingkat dalam 3 kata, PMS (Padat-Maksimal-Seru),” ujar Dimas.

Bagi personel Saint Loco, konser yang akan mereka tampilkan nanti menggambarkan sebuah ‘keluarga’ yang ada di ‘rumah’ mereka. Hal tersebut bisa dilihat dari line-up yang akan dilibatkan dalam Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME, seperti Summerlane, KILMS, dan Revenge the Fate. Dengan kehadiran band-band tersebut, tentu saja konser ini akan menjadi pertunjukan intim dengan rasa kekeluargaan yang erat. Konser ini juga diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan antar pendengar musik cadas di Indonesia, khususnya Family of Loco (penggemar setia Saint Loco).

“Konser nanti buat kami adalah sebuah ucapan syukur dalam 20 tahun kami berkarya, di mana teman-teman band yang main pun adalah homies kami. Harapannya, ini adalah konser yang intimate dengan penonton,” ungkap Tius.

Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME sekaligus menjadi penanda ‘kelahiran’ album HOME (Hymn Of Majestic Entity) yang akan dirilis pada 2023 mendatang. Album keempat yang cukup fresh tersebut, diklaim juga sebagai album terbaik yang pernah Saint Loco hadirkan. Apalagi para penikmat musik di Indonesia nantinya bisa menyaksikan langsung suguhan yang penuh ikatan kuat antara konser dengan album HOME. 

“Album ke-4 HOME nanti adalah album terbaik sepanjang kami berkarya selama 20 tahun.  Energi positif dan kebersamaan kami dalam berkarya adalah dasar kami membuat lagu. Di album ke-4 kami merasa sangat puas ketika menunjuk Timotius Firman (DJ Tius) sebagai produser. Kami merasa Tius mampu mengeksplorasi dan membawa musik kami naik kelas. Warna musik yang baru di dalam album HOME ini juga menjadi terdengar lebih fresh karena Dimas bisa memberikan kontribusi nada-nada yang luar biasa,” terang Gilbert.

Gelaran Saint Loco 20th Anniversary Concert: wz  terselenggara berkat dukungan penuh dari Hard Rock Cafe Jakarta, Djarum Supermusic, el Diablo IPA Sessions dan Sampaijauh.com.

Tiket Saint Loco 20th Anniversary Concert: A Journey Back HOME bisa didapatkan melalui Loket.com (https://www.loket.com/event/stloco20). Mengenai harga tiket, akan terdiri dari beberapa tipe, yakni pre-sale (Rp100.000/person) dan regular (Rp150.000/person). Tersedia mulai tanggal 11 November hingga 21 November 2022. 

Tentang Saint Loco

Saint Loco merupakan unit hip metalcore Jakarta yang dibentuk pada 20 September 2002 lalu. Band yang digawangi oleh Dimas (vokal), Beery (rapper), Webster (drums), Gilbert (bass), Iwan (gitar) dan Tius (DJ) ini telah merilis tiga album yakni Rock Upon A Time (2004), Vision for Transition (2006), hingga Momentum (2012).

Band yang identik dengan menyuarakan kedamaian dalam lirik lagunya ini juga sempat merilis beberapa single seperti Santai Saja (2009), Time to Rock N Roll (2011), Rebel (2011), Tentang Kita (2012), Di Balik Pintu Istana (2015), Bebas feat. Iwa K (2016), dan NAKAL-Naluri Kualitas Akal (2019). (FE)

Continue Reading

iProfile

Gelar Tour Resital Piano, “Jonathan Kuo” Tampil Di Tiga Negara ASEAN.

Published

on

By

iMusic – Tahun 2022 ini jadi tahun yang padat bagi pianis muda berprestasi Jonathan Kuo. Bagaimana tidak sejak awal hingga akhir tahun mendatang, penampilan Jonathan Kuo tengah ditunggu penikmat musik klasik. Baik di Tanah Air maupun di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia

Tepatnya 22 Agustus lalu, Jonathan sukses menggelar acara Tour Resital Piano di Steinway Gallery Singapore. Sekaligus mengisi acara HUT Kemerdekaan RI di Explanade sebagai soloist.

“Saya membawakan lagu ‘Sepasang Mata Bola‘ karya Yazeed Zamin bersama dengan Batavia Madigral Singer. Tahun ini jadi tahun terpadat saya tampil di sejumlah acara, termasuk Tour Resital Piano di tiga negara ASEAN. Yaitu Singapura, Indonesia dan Malaysia,” jelas Jonathan Kuo.

Sebagai rangkaian tur keduanya, Jonathan akan tampil di GoetheHaus, Jakarta, Kamis (29/9) pukul 19.30 WIB. Pianis penerima penghargaan Concerto Encouragement Award di Waring Piano Compertition, Amerika Serikat ini akan membawakan tiga karya komponis favoritnya. Yaitu, Sonata in D Major, Op. 10, No.3 (Beethoven), Le tombeau de Couperin (Ravel) dan Sonata in A Minor, D.845 (Schubert).

“Ketiganya adalah karya dari komponis favorit saya. Harapannya semoga teman teman di Singapura, Indonesia dan Malaysia bisa sharing dan menikmati persembahan dari permainan piano saya nanti,” terang Jonathan yang berharap bisa tampil di seluruh negara ASEAN.

Sedangkan untuk tur pamungkas di Malaysia akan diselenggarakan di Kampus UCSI, Kuala Lumpur, 6 Oktober mendatang. “Terhitung sudah delapan konser yang saya lakukan di tahun ini. Saya terus berlatih dan berusaha mempersembahkan yang terbaik untuk semua pecinta musik klasik,” aku Jonathan.

Iswargia R Sudarno, konduktor sekaligus guru di Konservatoriun Musik Jakarta mengatakan bila kegiatan ini merupakan rutinitas seorang seniman musik dan pianis. “Kegiatan ini rutin dilakukan Jonathan sebagai seniman musik dan pianis yang tentunya harus terus produktif menggelar konser. Disamping untuk lebih memperkenalkan diri terhadap pecinta musik klasik di Asia Tenggara,” jelas Iswargia.

Terpilihnya tiga negara, Singapura, Indonesia dan Malaysia menurut Iswargia merupakan negara yang terdekat secara sosio-ekonomi maupun relasi kepemusikannya.

“Konservatorium Musik Jakarta memilih Jonathan untuk tampil dalam konser publik di Jakarta karena saat ini Jonathan merupakan salah satu siswa yang paling banyak prestasi secara internasional. Sebelumnya juga telah banyak siswa yang ditampilkan secara publik, terutama yg telah berprestasi international,” tambahnya lagi.

Selama kurang lebih tiga bulan lamanya, Jonathan berlatih dibawah bimbingan Iswargia dengan tingkat kesulitan yang tinggi. “Semuanya tingkat kesulitan tentu tinggi, karena ini memang sudah lagu lagu standar internasional untuk resital piano,” sebut Iswargia.

Sekilas informasi tentang ketiga komponis, Iswargia menjelaskan satu persatu karya yang dipilih Jonathan.

Sonata in D Major, Op. 10,No.3-Beethoven (dimainkan selama 20 menit) diciptakan di Wina di akhir Abad XVIII. Di masa itu dianggap avant-garde terutama baik dari segi harmoni, struktur komposisi dan harmoni (ilmu akor).

Le tombeau de Couperin -Ravel (dimainkan 20 menit), karya ini ditulis utk kawan-kawan Ravel yg menjadi korban Perang Dunia 1. Setiap bagian untuk orang yg berbeda. Gaya komposisinya mengambil inspirasi musik Barok Perancis (musik Abad XVII di Perancis).

Sonata in A Minor, D.845-Schubert (dimaninkan 35 menit), karya ini ditulis di Wina juga namun lebih dari 1/4 abad kemudian setelah karya Beethoven di atas. Masih dalam bentuk komposisi yang sama, namun karya ini memiliki lirisisme seperti karya-karya tembang puitik Schubert. (FE)

Continue Reading